• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu metode budidaya tanaman dalam lingkungan terkendali, dimana lingkungan pertumbuhan tanaman memungkinkan untuk direkayasa agar mendekati kondisi optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Suhardiyanto 2009). Penerapan rumah tanaman di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap produk pertanian yang aman dikonsumsi serta berkualitas sehat, juga siap sedia. Oleh karena itu, upaya pengontrolan tanaman dalam sistem budidaya rumah tanaman merupakan faktor penting untuk peningkatan produktifitas pertanian.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu tanaman secara fisik digolongkan ke dalam dua bagian (Tamrin et al. 2005), yaitu faktor lingkungan udara sekitar tanaman (bagian atas tanaman) dan faktor lingkungan pada media tumbuh (bagian bawah tanaman). Faktor lingkungan udara sekitar meliputi suhu, kelembaban, cahaya, dan CO2, sedangkan faktor lingkungan di media tumbuh

meliputi keasaman (pH), suhu lingkungan perakaran, konduktivitas listrik, kadar air, nutrisi, dan evaporasi.

Salah satu metode yang umum digunakan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan (iklim makro) adalah dengan menggunakan teknologi rumah tanaman. Faktor lingkungan fisik bagi tanaman (iklim mikro) memungkinkan untuk direkayasa guna mendapatkan kondisi pertumbuhan yang lebih baik.

Perkembangan rumah tanaman daerah tropika melahirkan beberapa tipe rumah tanaman yang digunakan. Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006) mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi silindris atau quonset. Sementara itu, Richardson (2007) dalam Romdhonah (2011) menyatakan bahwa tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya pembangunannya mahal. Hal lain dilakukan oleh Suhardiyanto (2009), mengembangkan tipe standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable). Desain tipe ini telah mempertimbangkan optimalisasi fungsi dari

2

ventilasi alami rumah tanaman yang dipengaruhi oleh faktor efek bouyancy dan kecepatan angin.

Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman.

Salah satu solusi untuk menanggulangi masalah di atas adalah dengan menggunakan blower atau exhaust fan. Penerapan sistem blower diharapkan mampu mengeluarkan udara panas dari dalam rumah tanaman dan udara lingkungan luar yang suhunya lebih rendah segera dapat mensuplai udara ke dalam rumah tanaman, sehingga proses pindah panas pada media udara terjadi lebih singkat. Hal ini tentu dapat dilihat dari pergerakan udara yang direpresentasikan oleh distribusi kecepatan udara di dalam rumah tanaman. selain itu, penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pendingin udara dan pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya.

Sarana untuk menganalisa sebaran suhu serta pola aliran udara yang cukup akurat adalah dengan pendekatan model komputasi dinamika fluida atau CFD (Computational Fluid Dynamics). Menurut Sun (2007), penggunaan CFD dapat memudahkan pemahaman fenomena fisik sistem aliran secara detil dan dapat digunakan untuk memprediksi perubahan dan sebaran konsentrasi, suhu dan aliran. Maksum (2009) telah melakukan simulasi sebaran suhu di dalam rumah

3

tanaman tipe standard peak menggunakan CFD, dan diperoleh potongan kontur dan vektor yang dapat memvisualisasikan sebaran suhu dan pola aliran udara secara jelas. Hal yang sama dilakukan oleh Romdhonah (2011), dengan mensimulasikan parameter suhu dan kelembaban udara di rumah tanaman tipe standard peak untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah. Namun, kedua penelitian tersebut tidak mengkombinasikan faktor kinerja dari ventilasi alami dan ventilasi mekanis yang dapat mempengaruhi iklim mikro di dalam rumah tanaman. Selain itu, karakteristik poros media pada kasa tidak dilakukan pengkajian mengenai korelasi debit udara terhadap kehilangan tekanan yang merupakan parameter penting dan sangat berpengaruh terhadap pola aliran udara dan sebaran suhu di dalam rumah tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya untuk mengkombinasikan faktor ventilasi alami dan ventilasi mekanis serta kinerja dinding kasa yang dapat mempengaruhi parameter sebaran suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman, sehingga interaksi udara dengan struktur rumah tanaman pada iklim mikro dapat dipahami secara mendalam. 1.2 Perumusan Masalah

Pengendalian faktor fisik lingkungan seperti suhu udara, pola aliran udara, dan kelembaban pada zona pertumbuhan tanaman (top zone) di dalam rumah tanaman sangat penting dilakukan, mengingat konsumsi radiasi matahari bagi rumah tanaman di daerah yang beriklim tropis basah seperti Indonesia sangat mendominasi, sehingga greenhouse effect yang dirasakan oleh tanaman sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan tanaman yang dibudidayakan menjadi tertekan (stress). Oleh karena itu, penerapan teknologi evaporative cooling pada rumah tanaman merupakan kebutuhan bagi tanaman yang potensi untuk diterapkan. Salah satu penerapannya adalah dengan menggunakan exhaust fan sebagai pemerata distribusi suhu dan kelembaban udara di dalam rumah tanaman yang berbasis pada iklim makro. Namun, di sisi lain ada dampak biaya yang harus dikeluarkan ketika penerapan tersebut akan dilakukan. Efisiensi penerapan teknologi tersebut dapat dianalisa dengan pendekatan model sebaran parameter suhu dan pola aliran udara yang terjadi. Sarana yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan atau simulasi tersebut adalah dengan pendekatan model simulasi CFD.

4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model perancangan rumah tanaman di daerah beriklim tropis. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis.

2. Menganalisis pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi.

3. Mengkaji efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan dengan adanya gambaran kontur, animasi atau pun model aliran udara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman di Indonesia yang beriklim tropis basah. Selain itu, sebagai pertimbangan dalam pengendalian dan rekayasa iklim mikro rumah tanaman yang dipengaruhi oleh iklim makro.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada persepsi rumah tanaman di daerah iklim tropis basah dengan asumsi tidak ada pengaruh radiasi permukaan atau pun pola aliran udara akibat adanya pohon dan bangunan lain di sekitar rumah tanaman. Sehingga geometri yang disimulasikan berasumsi geometri tunggal tanpa adanya geometri lain yang dapat mempengaruhi parameter fisik lingkungan rumah tanaman.

5

II TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait