• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical Ventilation Using CFD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical Ventilation Using CFD"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

1

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN

UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK

BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD

(Computational Fluid Dynamics)

Oleh:

Agus Ghautsun Niam

F 151090131

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics)” adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

Agus Ghautsun Niam

(6)
(7)

ABSTRACT

AGUS GHAUTSUN NIAM Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical Ventilation Using CFD (Computational Fluid Dynamics). Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and HERRY SUHARDIYANTO.

The application of Computational Fluid Dynamics (CFD) in the agricultural engineering is commonly employed to solve environmental problems of greenhouses and agricultural production facilities. In this research, CFD was used to simulate temperature distribution and airflow pattern on a modified standard peak greenhouse. Climate data and the greenhouse properties (wind speed, solar radiation, relative humidity, environmental temperature, insect screen porosity, radiative surface of roof, etc.) were defined as inputs for the simulation. The effect of insect screens and exhaust fan application to airflow pattern and temperature distribution inside the greenhouse were also investigated and quantified. Results of this research showed that insect screens significantly reduced airflow and increased thermal gradients inside the greenhouse, but exhaust fan performance had less effects on airflow pattern and temperature distribution. Maximum air velocity inside the greenhouse observed near the openings sidewall ventilation and in the middle of greenhouse wind directions were different or the wind spinned (butterfly-like pattern) within the greenhouse. Natural ventilations performed more effectively than mechanical ventilations by using exhaust fans. The CFD model succeded to simulate temperature distribution and airflow pattern of the greenhouse. The realibility test on temperature distribution showed that maximum error of 9.87 % which is smaller than 10 %, and the uniformity coefficient of 98.2 %.

(8)
(9)

RINGKASAN

AGUS GHAUTSUN NIAM Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard PeakBerventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan HERRY SUHARDIYANTO.

Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman.

Penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya.

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis. Selain itu, dapat menganalisa pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi dan efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan dapat dikaji secara komprehensif dengan adanya deskripsi kontur atau pun model aliran udara.

Simulasi dilakukan menggunakan simulasi aliran (flow simulation) yang terdapat pada software SolidWorks Office 2011 dengan dua kondisi parameter input hasil pengukuran, yaitu pada tanggal 16 Juli dan tanggal 23 Agustus 2010. Masing-masing kondisi merupakan kondisi dimana tingkat radiasi matahari tertinggi, yaitu pada kondisi 1(I = 1056 Wm-2) dan pada kondisi 2 (I = 914 Wm-2). Arah dan nilai kecepatan udara juga berbeda, yaitu pada kondisi 1 arah angin dari utara menuju selatan dengan input kecepatan angin pada dua layer elevasi berbeda; 2 m = 0.9 ms-1, dan 10 m = 1.3 ms-1, sedangkan pada kondisi 2 angin bertiup dari arah selatan menuju utara dengan kecepatan angin; 2 m = 0.64 ms-1 dan pada 10 m = 1.2 ms-1.

(10)
(11)
(12)
(13)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(14)
(15)
(16)
(17)

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN

UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK

BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD

(Computational Fluid Dynamics)

AGUS GHAUTSUN NIAM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)
(19)
(20)
(21)

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Agus Ghautsun Niam

NRP : F 151090131

Program Studi : Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Judul Penelitian : Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard PeakBerventilasi

Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics).

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kudang B. Seminar, M.Sc Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr. SC

Tanggal Ujian: 13 Oktober 2011 Tanggal Lulus:

(22)
(23)

PRAKATA

Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Menggenggam segala ke-Agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang-Nya tesis ini dapat tersusun. Harapan besar penulis semoga tesis yang berjudul Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics) ini dapat bermanfaat dalam menambah hasanah keilmuan bagi penulis maupun para akademisi lainnya.

Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku Guru tercinta dan ketua komisi pembimbing yang tak henti-hentinya membimbing dan mengarahkan penulis. Kedalaman rasa syukur juga penulis sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing atas motivasi, dukungan, saran serta nasihat yang diberikan kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi beserta segenap karyawan CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan mengenalkan penulis tentang CFD juga silaturahim yang hangat.

Cinta dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kasih atas bantuannya serta tempat berbagi dan saling mengingatkan.

Penulis sadar betul kesempurnaan tesis ini masih jauh. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang perbaikan tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

(24)
(25)

RIWAYAT HIDUP

Agus Ghautsun Niam dilahirkan di Kuningan pada tanggal 11 Juni 1985, sebagai putra ke delapan dari sembilan bersaudara pasangan dari Bapak Hasbullah (alm) dan Ibu Juhro. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2004. Selama menjalani pendidikan di SMA, penulis dibiayai, dibina dan diasramakan di Asrama Bina Siswa SMA Plus Propinsi Jawa Barat bersama putra-putra daerah se-Jawa Barat sebagai siswa delegasi dari Kabupaten Kuningan.

(26)
(27)
(28)
(29)

xi

(30)

DAFTAR TABEL

(31)
(32)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. ... 6 Gambar 2. Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard

peak (Suhardiyanto et al., 2007). ... 7 Gambar 3. Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem

pada kipas (Anonimous, 1989). ... 14 Gambar 4. Diagram klasifikasi model simulasi pada rumah tanaman

(diadopsi dari Krauss et al., 1997dalam Boulard et al., 2002). ... 17 Gambar 5. Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen

hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010). .... 20 Gambar 6. Arah angin dan titik lokasi rumah tanaman tampak atas. ... 24 Gambar 7. Proses kerja utama simulasi CFD. ... 26 Gambar 8. Diagram alir simulasi CFD. ... 28 Gambar 9. Tahapan kerja penelitian. ... 29 Gambar 10. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan

tampak samping di dalam rumah tanaman. ... 30 Gambar 11. Geometri rumah tanaman. ... 32 Gambar 12. Struktur porositas pada tanaman. ... 35 Gambar 13. Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu

lingkungan rumah tanaman; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus... 40 Gambar 14. Dinamika perbedaan suhu inside dan outside rumah tanaman. .... 42 Gambar 15. Fluktuasi kecepatan angin dan perubahan kelembaban udara

pada; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus. ... 44 Gambar 16. Keragaman sebaran grid pada geometri rumah tanaman;

(a) tampak depan, (b) tampak atas, dan (c) tampak samping. ... 46 Gambar 17. Keragaman sebaran grid pada geometri kasa di dalam wind

tunnel digital tampak trimetric. ... 48 Gambar 18. (a) bentuk geometri kasa yang akan diuji pada wind tunnel

CFD, (b) vortex atau pusaran-pusaran lokal pada aliran udara setelah melewati bahan kasa. ... 49 Gambar 19. Kontur fenomena kehilangan tekanan pada aliran udara. ... 50 Gambar 20. Korelasi antara kehilangan tekanan dengan debit udara. ... 50 Gambar 21 Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. ... 52 Gambar 22 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan;

(a) 3 m, (b) 6 m, dan (c) 9 m dari pintu depan; tanpa tanaman. ... 54 Gambar 23. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping;

(33)

xv

Gambar 24. Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; terdapat tanaman. ... 57 Gambar 25 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan;

(a) 3 m, (b) 6 m, (c) 9 m, dan (d) 11.5 m, dari pintu depan; dengan tanaman. ... 59 Gambar 26. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping;

(a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan pertumbuhan tanaman. ... 60 Gambar 27. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman

tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; tanpa tanaman. ... 63 Gambar 28. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman

tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. ... 64 Gambar 29. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan;

(a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; tanpa tanaman. ... 66 Gambar 30. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman

tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan tanaman. ... 67 Gambar 31. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman

tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; dengan tanaman. ... 69 Gambar 32. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan;

(34)
(35)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu metode budidaya tanaman dalam lingkungan terkendali, dimana lingkungan pertumbuhan tanaman memungkinkan untuk direkayasa agar mendekati kondisi optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Suhardiyanto 2009). Penerapan rumah tanaman di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap produk pertanian yang aman dikonsumsi serta berkualitas sehat, juga siap sedia. Oleh karena itu, upaya pengontrolan tanaman dalam sistem budidaya rumah tanaman merupakan faktor penting untuk peningkatan produktifitas pertanian.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu tanaman secara fisik digolongkan ke dalam dua bagian (Tamrin et al. 2005), yaitu faktor lingkungan udara sekitar tanaman (bagian atas tanaman) dan faktor lingkungan pada media tumbuh (bagian bawah tanaman). Faktor lingkungan udara sekitar meliputi suhu, kelembaban, cahaya, dan CO2, sedangkan faktor lingkungan di media tumbuh

meliputi keasaman (pH), suhu lingkungan perakaran, konduktivitas listrik, kadar air, nutrisi, dan evaporasi.

Salah satu metode yang umum digunakan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan (iklim makro) adalah dengan menggunakan teknologi rumah tanaman. Faktor lingkungan fisik bagi tanaman (iklim mikro) memungkinkan untuk direkayasa guna mendapatkan kondisi pertumbuhan yang lebih baik.

(36)

2

ventilasi alami rumah tanaman yang dipengaruhi oleh faktor efek bouyancy dan kecepatan angin.

Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman.

Salah satu solusi untuk menanggulangi masalah di atas adalah dengan menggunakan blower atau exhaust fan. Penerapan sistem blower diharapkan mampu mengeluarkan udara panas dari dalam rumah tanaman dan udara lingkungan luar yang suhunya lebih rendah segera dapat mensuplai udara ke dalam rumah tanaman, sehingga proses pindah panas pada media udara terjadi lebih singkat. Hal ini tentu dapat dilihat dari pergerakan udara yang direpresentasikan oleh distribusi kecepatan udara di dalam rumah tanaman. selain itu, penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pendingin udara dan pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya.

(37)

3

tanaman tipe standard peak menggunakan CFD, dan diperoleh potongan kontur dan vektor yang dapat memvisualisasikan sebaran suhu dan pola aliran udara secara jelas. Hal yang sama dilakukan oleh Romdhonah (2011), dengan mensimulasikan parameter suhu dan kelembaban udara di rumah tanaman tipe standard peak untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah. Namun, kedua penelitian tersebut tidak mengkombinasikan faktor kinerja dari ventilasi alami dan ventilasi mekanis yang dapat mempengaruhi iklim mikro di dalam rumah tanaman. Selain itu, karakteristik poros media pada kasa tidak dilakukan pengkajian mengenai korelasi debit udara terhadap kehilangan tekanan yang merupakan parameter penting dan sangat berpengaruh terhadap pola aliran udara dan sebaran suhu di dalam rumah tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya untuk mengkombinasikan faktor ventilasi alami dan ventilasi mekanis serta kinerja dinding kasa yang dapat mempengaruhi parameter sebaran suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman, sehingga interaksi udara dengan struktur rumah tanaman pada iklim mikro dapat dipahami secara mendalam. 1.2 Perumusan Masalah

(38)

4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model perancangan rumah tanaman di daerah beriklim tropis. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis.

2. Menganalisis pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi.

3. Mengkaji efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan dengan adanya gambaran kontur, animasi atau pun model aliran udara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman di Indonesia yang beriklim tropis basah. Selain itu, sebagai pertimbangan dalam pengendalian dan rekayasa iklim mikro rumah tanaman yang dipengaruhi oleh iklim makro.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

(39)

5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah

Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Oleh karena itu, rumah tanaman pada daerah tropis basah lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009).

Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan kemungkinan perluasan area rumah tanaman.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah kemiringan atap (Suhardiyanto 2009) dan tinggi dinding (Bot 1983). Hal ini merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah tanaman. Rekomendasi lain dinyatakan oleh Kumar et al.(2009), bahwa luasan ventilasi alami yang optimum pada rumah tanaman di daerah tropis yang berkasa 20-40 mesh adalah sebesar 15-30% dari luasan dinding kasanya.

2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak

(40)

6

perbedaan kerapatan udara tersebut lebih besar maka rumah tanaman dibuat lebih tinggi dari rata-rata tinggi rumah tanaman tipe standard peak. Hal ini berarti bahwa tipe standard peak sangat cocok dengan tanaman yang tinggi seperti tomat, paprika, dan melon. Bentuk rumah tanaman tipe standard peak dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. 2.3 Faktor Lingkungan Fisik Tanaman

Faktor lingkungan fisik tanaman antara lain adalah cahaya, suhu udara, kelembaban relatif (RH) udara, kadar CO2 dalam udara, kecepatan angin, polutan

dan lingkungan akar. Cahaya yang paling penting bagi tanaman merupakan cahaya tampak yang mempunyai panjang gelombang 390 – 700 nm. Aspek penting dari cahaya adalah intensitas, durasi, dan distribusi spektral cahaya. Suhu udara di sekitar tanaman dipengaruhi oleh radiasi matahari, pindah panas konveksi, laju evaporasi, intensitas cahaya, kecepatan dan arah angin serta suhu lingkungan secara umum. Perubahan suhu udara akan berpengaruh pada proses fisiologi dalam tanaman. Secara praktik, bagi tanaman dalam greenhouse disarankan perbedaan suhu antara siang dan malam berkisar antara 5 – 10 °C. Aspek penting dalam pergerakan udara dalam budidaya tanaman adalah kecepatannya, bukan arahnya. Angin berpengaruh pada laju transpirasi, laju evaporasi, serta ketersediaan CO2 dalam udara. Menurut ASAE (American Society

(41)

7

lebih dari 1,0 ms-1 (Yuwono et al. 2008). Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman Kecepatan Udara

[ms-1]

Pengaruh

0.1 – 0.25 Memudahkan pengambilan CO2

0.5 Pengambilan CO2 oleh tanaman menurun

1.0 Menghalangi pengambilan CO2 atau pertumbuhan tanaman

Lebih dari 4.5 Kerusakan fisik tanaman Sumber: (Yuwono et al., 2008)

2.4 Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman

Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dengan kondisi cuaca di lingkungan luar rumah tanaman akan menginisiasi untuk melakukan pengendalian terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Suhardiyanto et al. (2007) telah melakukan analisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas untuk rumah tanaman tipe standard peak dengan persamaan kesetimbangan panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).

Gambar 2 Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard peak (Suhardiyanto et al., 2007).

(42)

8

tersebut menjadi gelombang panjang, sehingga berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman yang berakibat pada meningkatnya suhu udara.

Selain itu, fluida di sekitar penutup rumah tanaman yang bersifat radiatif akan menyerap panas akibat dari pantulan radiasi termal. Kemudian bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya. Hal ini disebut sebagai fenomena konveksi (Cengel dan Boles, 2003). Kemudian Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas.

Laju ventilasi alamiah dipengaruhi oleh karakteristik kasa (screenhouse) yang digunakan. Penggunaan screenhouse lebih ditujukan untuk menekan serangan hama serangga pada tanaman, sehingga sering disebut sebagai insect-screen. Namun hal ini berisiko pada penurunan laju ventilasi sehingga pertukaran udara menjadi berkurang dan dinamika udara yang ada di dalam rumah tanaman menjadi stagnan. Oleh karena itu, suhu udara di dalam akan meningkat.

Proses konduksi terjadi akibat adanya gradien suhu pada suatu medium sehingga menimbulkan perpindahan energi atau panas dari suhu tinggi ke suhu rendah (Holman, 1997). Menurut Kreith (1994) konduksi merupakan proses perpindahan panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung dan memiliki gradien suhu.

2.5 Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman

(43)

9

tenaga elektrik berupa kipas (fan) atau blower untuk menggerakkan aliran udara melewati bangunan rumah tanaman. Sedangkan ventilasi alamiah hanya bekerja berdasarkan pergerakan mekanis fluida yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu dan perbedaan tekanan. Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama penerapan ventilasi alami, terutama di daerah tropis seperti Indonesia.

2.5.1 Ventilasi Alamiah

Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009), juga sering disebut sebagai pengendalian atau kontrol pasif, dengan kata lain tanpa adanya perlakuan mekanis. Menurut Norton et al. (2007), ventilasi alamiah terjadi akibat adanya dua faktor pemicu mekanisme pergerakan fluida. Faktor pemicu pertama disebabkan oleh panas apung (thermal buoyancy) yang sering disebut sebagai efek cerobong asap (stack effect), dimana perbedaan suhu yang terjadi pada fluida di dalam rumah tanaman berasal dari proses konveksi panas, fluks radiasi matahari dan metabolisme organisme yang ada di dalam rumah tanaman. Udara yang terpanaskan akan menurunkan massa jenisnya sehingga massa udara semakin ringan dan dengan pengaruh gravitasi dapat menyebabkan parsel udara yang semakin ringan cenderung bergerak ke atas atau mengapung. Faktor pemicu kedua, adanya angin yang menyebabkan perbedaan tekanan pada bagian dinding dan penutup bangunan rumah tanaman karena adanya tekanan yang hilang (pressure drop) sehingga memaksa udara yang ada di dalam rumah tanaman bergerak melalui celah bukaan ventilasi.

(44)

10

terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan.

Dalam hal desain ventilasi alamiah, Connellan, (2000);Kumar et al., (2009) mengemukakan bahwa luas bukaan ventilasi minimalnya 20% dari luas lantai rumah tanaman sehingga suhu di dalam rumah tanaman dapat mendekati suhu ambien di luar rumah tanaman. Hal serupa dilaporkan oleh Kamaruddin et al., (2000) bahwa luas bukaan ventilasi lebih dari 40% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan laju ventilasi alamiah yang cukup baik dan dapat menghindari peningkatan suhu yang ekstrim di dalam rumah tanaman beriklim tropis. Sementara itu, Campen (2004) telah mendesain rumah tanaman berbasis CFD untuk kondisi iklim di Indonesia dan melakukan simulasi penentuan luas bukaan ventilasi. Hasil simulasi dilaporkan bahwa luas bukaan ventilasi sebesar 40.4% dari luas permukaan konstruksi rumah tanaman cukup optimum untuk pertumbuhan tanaman di Indonesia. Selanjutnya, Hermanto et al., (2006) telah melakukan optimasi luasan ventilasi alamiah yang dirancang pada bubungan rumah tanaman untuk produksi tomat di daerah iklim tropis basah. Hasil optimasi melaporkan bahwa luas ventilasi 60% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan kondisi lingkungan yang baik sepanjang tahun.

2.5.2 Ventilasi Mekanis

(45)

11

kondisi lingkungan (iklim mikro) di dalam rumah tanaman menjadi ektrim bagi tanaman.

Fungsi utama dari fan dan blower yang berupa exhaust fan adalah menggerakkan udara yang terperangkap di dalam rumah tanaman keluar sehingga terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam dengan udara di luar. Adanya perbedaan tekanan dapat memicu pergerakan udara dari tekanan tinggi ke rendah, sehingga udara terdistribusi dengan sendirinya dan ruang rumah tanaman mendapat suplai udara dari luar. Berdasarkan hasil penelitian Norton et al.(2007) dilaporkan bahwa pengontrolan udara dengan menggunakan ventilasi mekanis dapat mengendalikan udara lebih presisi dibandingkan dengan ventilasi alamiah. Selain itu, pengendalian tidak tergantung pada kondisi iklim lingkungan (iklim makro), sehingga pengendalian dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan rancangan strategi pengontrolan iklim mikro.

2.6 Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse)

Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya akan menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam rumah tanaman. Aliran udara yang melewati screen ditentukan oleh jumlah dan bentuk strukturnya yang direpresentasikan dengan satuan mesh atau porositas. Ukuran mesh menggambarkan banyaknya lubang per inchi panjang screen. Sedangkan porositas menunjukkan rasio jumlah luas permukaan lubang screen yang dapat dilalui oleh udara terhadap permukaan screen per satuan luas.

(46)

12

screen 40 mesh kurang efektif dalam mencegah hama masuk, sehingga ukuran net 52-mesh lebih dianjurkan untuk digunakan dalam mencegah kenaikan suhu udara dan menurunnya laju ventilasi secara nyata.

Untuk daerah subtropika, Fatnassi et al. (2006) telah menguji screen anti-Bemisia (52 mesh) dan anti-Thrips (132 mesh) yang dipasang pada bukaan ventilasi di atap dan dinding rumah tanaman multi-span dan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban absolut udara di dalam rumah tanaman yang dipasang screen meningkat sebesar 2.7 °C dan 0.7 g/kg untuk screen anti-Bemisia (52 mesh) dan meningkat sebesar 4.7 °C dan 1.3 g/kg untuk screen anti-Thrips (132 mesh) dibandingkan dengan rumah tanaman yang tidak dipasangi screen pada bukaan ventilasinya.

Pola aliran udara yang melewati screen didekati dengan poros medium dan menghitung nilai kehilangan tekanan yang terjadi (Teitel, 2010). Perhitungan kehilangan tekanan pada kondisi incompressible dan aliran udara tunak (steady state) dapat diprediksi dengan persamaan Forcheimer:

| | (1)

dimana P merupakan tekanan udara yang hilang (Pa), x adalah ketebalan poros media (m), u merupakan kecepatan udara (ms-1), ρ adalah massa jenis udara (kg m-3), dan µ adalah viskositas dinamik (kg m-1s-1). Sedangkan K merupakan permeabilitas screen (m2) dan Y adalah faktor inersia (non-dimensional). Nilai permeabilitas screen atau poros media dan nilai faktor inersia biasanya digunakan sebagai parameter acuan dalam menganalisa karakteristik bahan poros terhadap aliran udaranya. Miguel (1998) dalam Teitel (2010), telah menguji beberapa jenis bahan poros dengan wind tunnel, hasilnya menunjukkan bahwa korelasi terbaik antara permeabilitas screen K dan faktor inersia Y terhadap porositas bahan α dapat direpresentasikan dengan pers 2.

dan (2)

(47)

13

(3)

dimana l merupakan panjang lubang void (poros) dalam m dan w adalah lebar lubang void dalam m, sedangkan d adalah diameter bahan material kasa yang berbentuk benang, dalam m.

2.7 Karakteristik Fan

Berdasarkan karakteristik alur dan pola aliran udara melewati fan, secara garis besar fan dapat dibedakan menjadi dua tipe; yaitu sentrifugal dan aksial (Anonimous, 1989). Kipas sentrifugal menggunakan perputaran impeller untuk meningkatkan kecepatan aliran udara. Pergerakkan udara dari pusat impeller ke ujung baling-baling menghasilkan energi kinetik. Energi kinetik ini akan menaikkan tekanan statik berupa aliran udara yang pelan sebelum dilepaskan.

Kipas sentrifugal dapat menghasilkan tekanan relatif tinggi yang biasa

digunakan pada aliran “kotor” (mengalirkan bahan-bahan khusus yang memerlukan penanganan dan kelembaban tinggi) dan pada sistem yang membutuhkan suhu tinggi (Anonimous, 1989). Oleh karenanya, kipas jenis ini paling umum digunakan oleh industri. Selain dapat menghasilkan tekanan tinggi, efisiensinya juga tinggi dan dapat dioperasikan lebih jauh untuk berbagai kondisi dengan tujuan tertentu.

Sedangkan kipas axial, sesuai namanya, menggerakkan aliran udara melalui sumbu kipas. Udara akan tertekan karena adanya gaya angkat aerodinamik yang dihasilkan dari baling-baling kipas seperti pada propeller dan sayap pesawat terbang. Walaupun dapat juga diganti dengan kipas sentrifugal, tetapi pada “udara

bersih”, tekanan rendah, aplikasi untuk volume tinggi, lebih umum digunakan

kipas axial. Keuntungan dari kipas axial adalah aliran yang dihasilkan lebih seragam, biaya rendah, dan ringan (Anonimous, 1989).

(48)

14

oleh Gambar 3 yang menunjukan performa kipas yang dipengaruhi oleh interaksi komponen sistem pada kipas.

Gambar 3. Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem pada kipas (Anonimous, 1989).

2.8 Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling)

(49)

15

2.8.1 Fan-pad System

Candra et al., (1989) telah melakukan penelitian tentang efektifitas penggunaan sistem pendingin fan pada rumah tanaman berbahan atap plastik seluas 24 m2. Dengan menggunakan fan, suhu udara di dalam rumah tanaman dapat diturunkan sekitar 4-5 °C dari kondisi suhu lingkungan luar. Hal serupa telah dilaporkan oleh Jain and Tiwari (2002) bahwa penerapan cooling pad pada rumah tanaman seluas 24 m2 sangat sensitif terhadap parameter panjang dan ketinggian dimensi rumah tanaman. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya analisa optimalisasi penerapan cooling pad pada rumah tanaman terhadap dimensi rumah tanamannya, sehingga dapat membantu rekomendasi dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman. Di sisi lain, Jamal (1994), menyatakan bahwa laju pertukaran volume udara sebesar 20 m3/jam merupakan kondisi terbaik bagi rumah tanaman yang berada di daerah tropis. Penelitian tersebut dilakukan pada saat musim kering dengan memanfaatkan cooling pad.

2.8.2 Sistem Pengabutan

Sistem pengabutan (fog system) merupakan sistem dimana air disemprotkan dengan tekanan tinggi pada nozzle sehingga bentuk air menjadi sangat kecil seperti kabut yang biasa disebut droplet, dengan diameter droplet sekitar 2-60µm (Kumar et al.2009). Kecilnya ukuran diameter droplet sangat memungkinkan air terbawa oleh udara, sehingga suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun dengan signifikan namun kelembaban udaranya menjadi meningkat.

(50)

16

lebih baik dari pada sistem fan atau pad, dimana suhu dan kelembaban udara yang dapat direduksi dengan sistem fan dan pad < 5 dan 20%.

2.8.3 Roof Evaporative Cooling

Proses roof evaporative cooling dilakukan dengan memercikkan air ke permukaan atap rumah tanaman sehingga menghasilkan lapisan air tipis yang dapat meningkatkan laju evaporasi pada permukaan atap tersebut agar suhu udara di sekitar atap dan di dalam rumah tanaman akan menurun (Kumar et al. 2009). Sutar and Tiwari (1995), telah mempelajari efek aliran air yang tipis (water film) dipermukaan atap rumah tanaman terhadap suhu udara di dalamnya. Material atap yang digunakan adalah material plastik untuk rumah tanaman yang relatif murah. Percobaan tersebut dilakukan pada kondisi iklim di Delhi India. Hasil dari percobaan menyatakan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun antara 4-5°C dari kondisi kontrol. Namun, ketika aliran tipis air dialirkan pada lapisan kain atau kasa yang tipis di atap rumah tanaman, maka suhu udara yang dapat direduksi dapat mencapai 10°C.

2.9 Pemodelan pada Rumah Tanaman

(51)

17

sederhana pendekatan model pada rumah tanaman dideskripsikan dengan diagram pengklasifikasian model simulasi yang disajikan pada Gambar 4.

(52)

18

persamaan-persamaan matematis yang diskrit agar dapat dieksekusi oleh komputer untuk dikomputasi. Hal ini merupakan bagian dari analisis numerik pada tahapan simulasi dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Metode diskritisasi dalam CFD terdiri dari 2 jenis pendekatan, yaitu metode volume hingga (finite volume method) dan metode elemen hingga (finite element method). Model CFD akan lebih akurat apabila digunakan untuk simulasi pada zona atau wilayah model yang mikro, namun tidak menutup kemungkinan dapat juga digunakan untuk mensimulasikan zona wilayah makro seperti visualisasi perubahana parameter iklim mikro pada satu ruang rumah tanaman (single zone) berbentuk 3D atau beberapa ruang rumah tanaman (multi zones). Multi zone rumah tanaman biasanya terdapat pada agroindustri yang memiliki beberapa rumah tanaman untuk proses produkdi budidaya.

2.10 Metode Komputasi Dinamika Fluida

Computational fluid dynamics (CFD) bisa berarti suatu teknologi komputasi yang digunakan untuk mempelajari dan sebagai alat untuk menganalisa fenomena dinamika fluida seperti aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, perubahan phasa, interaksi fluida dan solid (Norton et al., 2007). Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir.

(53)

19

2.11 Prinsip Diskritisasi

Secara umum, diskritisasi dapat dianalogikan sebagai upaya untuk membagi sistem dari problem yang akan diselesaikan (obyek) menjadi bagian bagian yang lebih kecil, atau dengan kata lain membagi bentuk objek yang kontinum menjadi diskrit. Diskritisasi ini muncul karena adanya kesulitan untuk mempelajari sistem secara keseluruhan. Secara tidak langsung, diskritisasi juga berarti pendekatan untuk sesuatu (problem) yang riil dan kontinu. Metode diskritisasi yang biasa digunakan dalam analisa CFD adalah metode elemen hingga (finite element method) dan metode volume hingga (finite volume method).

Menurut Molina-Aiz et al.,(2010) dalam kedua metode diskritisasi tersebut komputasi numerik dibangun berdasarkan dua tahapan proses. Tahap pertama adalah memformulasikan persamaan kesetimbangan dan metode pendekatan berdasarkan kondisi batasan tertentu. Sedangkan tahap kedua adalah pemisahan elemen variabel ke dalam bentuk matriks dan pencarian solusi algoritma secara sekuensial.

2.11.1 Finite Element Method (FEM)

(54)

20

Gambar 5. Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010). Pada metode diskrit ini, variabel φ dari setiap elemen diinterpolasi menggunakan polynomial Nj(xi).

(4)

Dimana Nj merupakan fungsi bentuk polynomial pada titik j, dan n adalah jumlah titik pada masing-masing elemen (3 untuk elemen triangular, dan 4 untuk elemen quadrilateral).

2.11.2 Finite Volume Method (FVM)

Menurut Apsley (2005) metode volume hingga (FVM) cocok diterapkan pada masalah aliran fluida dan aerodinamika. Selain itu, Molina-Aiz et al.(2010) mengungkapkan bahwa konsep kinerja FVM adalah setiap titik perhitungan dilingkupi oleh sebuah volume terkendali (control volume) atau volume atur. Domain komputasi dibagi menjadi volume atur yang berupa grid-grid dan tidak saling tumpang tindih (overlapping), sehingga proses komputasi pada FVM lebih didekatkan terhadap kontrol suatu volume terbatas, bukan komputasi pada suatu node dari masing-masing grid.

(55)

21

berdekatan pada suatu permukaan volume atur φf. Nilai masing-masing variabel φ yang merepresentasikan nilai rata-rata keseluruhan dari sebuah grid, diwakili dengan nilai titik pusat grid (P, N, S, E dan W ;Gambar 5.b).

Metode penghitungan dalam komputasi atau diskritisasi berdasarkan pada perbedaan nilai atau gradien dari masing-masing grid. Nilai perubahan variabel tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5).

∑ ⃗

⃗⃗ (5)

dimana Nfaces merupakan batasan permukaan pada elemen volume, dan ⃗ adalah nilai rata-rata hitung pada pusat grid terdekat (contohnya permukaan P dan permukaan E pada Gambar 5.b).

2.12 Perbandingan Teknik Diskritisasi FVM dan FEM

Dua metode diskritisasi (FVM dan FEM) telah diuji dan dibandingkan oleh Nakajima and Kallinderis (1994); Molina-Aiz et al.,(2010) pada grid yang tidak seragam untuk melihat sensitifitas dan akurasi dari hasil solving. Proses solving dilakukan pada aliran incompressible yang unsteady state 2 dimensi dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes. Hasilnya disimpulkan bahwa kedua metode dikritisasi tersebut stabil dan memiliki akurasi yang sama pada grid yang seragam. Namun, pada grid yang tidak seragam metode FEM menjadi kurang sensitif. Meskipun pendekatan metode FEM dan FVM membutuhkan waktu komputasi per grid dan step yang sama, FEM memerlukan kapasitas memori penyimpanan dua kali lebih besar dibandingkan FVM. Selanjutnya, Haindl et al., (1999); dalam Molina-Aiz et al.,(2010) membandingkan FVM dan FEM untuk mendiskritisasi model difusi 3D menggunakan software AMIGOS. Hasil diskritisasi dilaporkan bahwa FVM lebih stabil dibandingkan FEM.

(56)

22

untuk mensimulasikan fenomena ventilasi alamiah pada rumah tanaman. Hasil simulasi dilaporkan bahwa kedua metode tersebut sangat baik atau akurat ketika digunakan untuk memprediksi parameter suhu dari pada memprediksi parameter kecepatan udara. Selain itu, gambaran aliran udara pada setiap kasus yang dianalisa memiliki kesamaan kualitatif. Namun pada rumah tanaman tipe multi span, FVM mampu mensimulasikan aliran laju ventilasi udara yang lebih rendah dibandingkan FEM, meskipun nilai suhu hasil prediksi dengan FVM lebih rendah dari nilai faktualnya.

(57)

23

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011. Pengukuran dilakukan di rumah tanaman Standar Peak Leuwikopo, Lab. LBP Teknik Mesin dan Biosistem IPB, sejalan dengan pengambilan data penelitian

“Rekayasa Lingkungan Thermal Larutan Nutrisi pada Budidaya Tanaman Tomat

secara Hidroponik” oleh (Suhardiyanto dkk. 2010). Hal ini merupakan waktu yang dianggap strategis karena pengambilan data dilakukan tepat pada saat dimana kondisi rumah tanaman terdapat aktivitas pertumbuhan tanaman. Alat dan bahan yang digunakan adalah:

1. empat unit alat hidroponik NFT.

2. dua set Exhaust fan tipe strong axial blower dengan spesifikasi power 200 Watt, 220 volt, cycles 50 Hz dan 1400 r.p.m.

3. anemometer. 4. weather station.

5. hybrid recorder merk Yokogawa tipe MV Advance 1000. 6. thermokopel.

7. meteran.

8. pyranometer merek EKO tipe MS-401. 9. benih tomat dataran tinggi.

10.larutan nutrisi berupa campuran air dengan ABmix. 11.tali ajir.

12.bahan perekat.

(58)

24

Pengembangan simulasi distrubusi suhu dan pola pergerakan udara pada rumah tanaman dilakukan di Laboratorium Computer Center IPB, dengan menggunakan alat berupa:

1. perangkat lunak Solidworks lisensi IPB yang sudah terintegrasi dengan flow simulation.

2. satu set PC dengan spesifikasi CPU Intel Core i7, memory RAM 8 GB, Display VGA 3 GB, dan hardisk 1.6 TB. Dengan spesifikasi tersebut, diharapkan PC dapat melakukan proses iterasi secara maksimal, sehingga hasil yang diperoleh lebih optimal.

3.2 Rona Lingkungan Rumah Tanaman

Rona lingkungan lokasi penelitian dideskripsikan oleh kondisi topografi dan iklim lingkungan rumah tanaman yang menjadi objek penelitian. Rumah tanaman yang menjadi objek penelitian berlokasi di Lab. Lapangan Leuwikopo IPB, yang

terletak pada titik 6°33’50.82” LS dan 106°43’37.91” BT (app. googlemaps), dengan elevasi sekitar 182.3 m di atas permukaan laut. Oleh karena itu, secara umum wilayah Leuwikopo Kec. Dramaga tergolong ke dalam wilayah dataran rendah. Kondisi topografi lapangan berbentuk datar bergelombang dan sebelah selatan lereng karena berbatasan dengan sungai. Kondisi curah hujan di wilayah Dramaga mencapai 1000-1500 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata sekitar 25-33 °C dan kelembaban udara sekitar 80-86 % (Pusmairini, 2010).

(59)

25

Selanjutnya data arah angin dan kecepatan angin akan disajikan sebagai data sekunder dan akan digunakan sebagai parameter input simulasi, yaitu data dari BMKG Dramaga sepanjang tahun 2010 yang disajikan pada Lampiran 1.

3.3 Prosedur Kerja

Penggambaran geometri rumah ranaman dan parameter input dalam simulasi akan didasarkan pada dimensi dan data aktualnya agar dapat memudahkan proses validasi hasil simulasi. Data yang diukur mencakup iklim makro dan iklim mikro di dalam rumah tanaman serta geometri konstruksi rumah tanaman. Iklim makro merupakan kondisi lingkungan di sekitar rumah tanaman dengan parameter yang diukur berupa:

1) kecepatan dan arah angin, 2) suhu lingkungan,

3) radiasi matahari, 4) tekanan udara, dan 5) kelembaban udara.

Iklim mikro mewakili kondisi lingkungan sekitar tanaman di dalam rumah tanaman dengan parameter yang diukur berupa:

1) sebaran suhu, 2) radiasi matahari, 3) kelembaban udara,

4) kecepatan udara pada daerah sekitar blower.

Selain itu, juga dilakukan pengukuran dimensi dan pendefinisian bahan konstruksi rumah tanaman secara menyeluruh yang meliputi:

1) luasan dan tinggi bangunan, 2) kemiringan atap,

3) ketebalan bahan, 4) luasan ventilasi,

5) mesh dinding kassa GH,

6) emisivitas bahan konstruksi rumah tanaman, 7) konduktivitas panas bahan,

(60)

26

Pengkajian model atau simulasi dengan menggunakan CFD secara garis besar terdiri dari tiga proses kerja utama (Gambar 7), yaitu pra-pemrosesan (prepocessing), pencarian solusi (solving), dan pasca-pemrosesan (postprocessing). Tahap preprocessing diawali dengan pembuatan geometri, dimana dimensi model rumah tanaman digambarkan 1:1 terhadap dimensi yang sebenarnya di lapangan. Selain itu, hal penting dalam tahap preprocessing adalah mendefinisikan faktor fisik lingkungan sekitar rumah tanaman seperti turbulensi, arah dan kecepatan angin, radiasi surya dan nilai porous media. Tahapan penting lainnya adalah pendefinisian batasan kondisi yang menunjukkan kondisi awal sebagai nilai input besaran parameter untuk perhitungan dalam simulasi. Nilai karakteristik fluida seperti densitas dan kelembaban udara juga suhu awal udara merupakan parameter input yang penting dalam perhitungan.

Gambar 7. Proses kerja utama simulasi CFD.

Tahapan selanjutnya yaitu menentukan metode pendekatan solusi numerik yaitu dengan pendekatan kontrol volume hingga atau lebih dikenal dengan finite volume method (FVM) yang berbasis grid-center atau nilai pada titik pusat dari masing-masing grid. Pendekatan FVM digunakan untuk melakukan proses diskritisasi dalam pembuatan grid/ meshing agar komputer dapat menyelesaikan perhitungan-perhitungan dengan mudah dari persamaan-persamaan dinamika fluida yang kompleks. Grid yang dibuat berupa grid yang terstruktur berbentuk tetrahedral dengan besar volume yang beragam.

Proses selanjutnya adalah solving yaitu pencarian solusi dengan penyelesaian persamaan atur dinamika fluida yang telah didiskritisasi. Penyelesaian persamaan yang sudah didiskritisasi berbasis pada gradien atau

(61)

27

perbedaan nilai di titik pusat grid hingga mencapai kondisi yang konvergen. Konvergensi menunjukkan stabilitas atau konsistensi dari hasil perhitungan pada setiap tahap iterasi. Oleh karena itu, lamanya waktu perhitungan yang dilakukan oleh CPU (CPU time) pada proses solving dapat dilihat dari konvergensi iterasi.

Proses akhir dari simulasi adalah postprocessing, yaitu proses penyajian data hasil simulasi yang dapat berupa plot kontur, plot garis, plot vektor dan animasi. Plot kontur, plot garis dan plot vektor dapat menunjukkan nilai distribusi sebaran dari setiap parameter yang dihitung, sedangkan animasi berfungsi untuk menunjukkan dinamika dari setiap parameter yang dihitung, sehingga fenomena dinamika fluida dapat dengan mudah difahami secara visual dan mudah untuk dianalisa.

Simulasi CFD dengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks flow simulation memiliki prosedur kerja yang cukup sederhana dan dapat dideskripsikan dengan diagram alir seperti yang terdapat pada Gambar 8. Prosedur kerja tersebut merupakan tahapan yang harus dilakukan dalam setiap kali melakukan sebuah kasus simulasi, sehingga apabila simulasi yang dilakukan memiliki beberapa kondisi input data, maka prosedural pada Gambar 8 juga dilakukan berdasarkan jumlah kondisi yang dijalankan dalam simulasi. Namun, di sisi lain secara garis besar, simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman digolongkan menjadi 3 simulasi utama, yaitu:

1. Simulasi pengujian karakteristik komponen rumah tanaman yaitu pada dinding kasa.

2. Simulasi distribusi suhu dan aliran udara di dalam rumah tanaman pada saat tanaman masih kecil (pengukuran iklim rumah tanaman dilakukan pada tanggal 16 Juli 2010 dan dijadikan sebagia data input dalam simulasi).

3. Simulasi distribusi suhu dan aliran udara di dalam rumah tanaman pada saat tanaman sudah dewasa (pengukuran iklim rumah tanaman dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2010 dan dijadikan sebagai data input dalam simulasi).

(62)

28

Gambar 8. Diagram alir simulasi CFD.

mulai Pembuatan

CAD geometri

Pendefinisian material geometri

set kondisi awal

set domain, boundary condition

dan goal setting

diskritisasi dan iterasi

konvergen cek geometri tidak

oke

tidak

ya

Plot kontur, animasi, grafik dan data

simpulan dan saran selesai

Preprocessing

Solving

(63)

29

Gambar 9. Tahapan kerja penelitian.

(64)

30

3.4 Skema Pengukuran

Pengukuran dilakukan pada dua fase pertumbuhan tomat yaitu pada fase vegetatif dan fase generatif. Pengukuran tersebut dilakukan secara kontinu dan bersamaan dengan interval waktu 30 menit selama 7x24 jam pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Namun untuk input simulasi hanya 1 waktu saja dari setiap fase yang diamati dan dianggap steady selama perhitungan didalam simulasi. Skema titik pengukuran di dalam rumah tanaman disajikan pada Gambar 10, sementara skema titik pengukuran secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Keterangan Gambar:

11-14= Udara di dalam greenhouse 2 m di atas lantai.

15 = Atap greenhouse.

Gambar 10. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan tampak samping di dalam rumah tanaman.

(65)

31

Suhu udara di dalam rumah tanaman diwakili oleh 8 buah titik pengukuran yang berbeda dan titik tersebut menjadi sampel yang akan dibandingkan dengan nilai suhu hasil simulasi. Sementara itu, beberapa titik lainya menjadi parameter input pada simulasi dan berpengaruh pada nilai suhu ruangan

Analisis pindah panas yang terjadi dalam sistem secara umum antara lain pindah panas secara konveksi dari fluida ke bahan penutup, dan secara konduksi dari pertukaran energi antar medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung dan suhu yang berbeda.

3.5 Data Input

Data input pada simulasi diambil dari hasil pengukuran satu waktu untuk fase vegetatif dan fase generatif yang kemudian dikatakan sebagai kondisi 1 dan kondisi 2, seperti disajikan pada Tabel 2. Sementara itu, nilai karakteristik udara lingkungan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2 Data input kondisi awal dan kondisi batas

(66)

32

Tabel 3Karakteristik udara lingkungan

Parameter satuan Kuantitas

Massa jenis udara pada titik didih kg m-3 1.2

Koefisien difusifitas masa m2 s-1 0.799

Viskositas dinamik Kg m-1s-1 1.789 x 10-5

Konduktifitas termal W m-1K-1 2.394 x 10-2

3.6 Model Geometri Rumah Tanaman

Bentuk dan dimensi geometri rumah tanaman dibuat mendekati kondisi nyata di lapangan. Namun, pada bagian bentuk atap yang bergelombang dianggap plat datar tetapi tidak merubah nilai karakteristik bahan, sehingga proses pindah panas baik secara konduksi maupun konveksi diharapkan tetap mendekati nilai aktualnya. Titik origin yang menjadi acuan dalam penggambaran geometri terletak tepat pada posisi tengah bangunan geometri rumah tanaman di atas permukaan lantai. Sumbu x positif mengarah ke selatan, sedangkan sumbu y mengarah vertikal sekaligus merepresentasikan ketinggian ruang dan arah sumbu z mengarah ke arah barat. Sistem arah mata angin (pada gambar 6) yang diintegrasikan dengan arah sumbu koordinat (x, y, z) digunakan untuk menentukan arah angin sebagai input parameter kecepatan angin dalam simulasi. Geometri rumah tanaman untuk simulasi disajikan tampak trimetrik pada Gambar 11.

Gambar 11. Geometri rumah tanaman. 12

16

6 10

(67)

33

3.7 Pendekatan Numerik

Berdasarkan prinsip yang diutarakan oleh Zhang (2005), bahwa persamaan dasar dalam CFD terdiri dari hukum kekekalan massa, momentum dan energi, maka pendekatan numerik untuk merepresentasikan prinsip kontinuitas massa dengan asumsi kondisi alirannya steady (Norton et al., 2007) dapat dituliskan dengan persamaan Navier-Stokes berikut:

( ) ...(6)

dimana ρ merupakan massa jenis fluida (kg m-3), t menunjukkan waktu (detik), x adalah jarak pada koordinat kartesian (m), u adalah kecepatan udara (m s-1), dan i, j adalah indeks koordinat kartesian.

Secara teoritis persamaan 6 menunjukkan bahwa perubahan spesies massa pada fenomena aliran fluida terjadi sejalan dengan adanya pergerakan elemen massa fluida yang berubah terhadap waktu ke dalam suatu volume terbatas harus seimbang.

Hukum kekekalan momentum yang ditemukan oleh Newton menyatakan bahwa: jumlah aksi gaya eksternal pada partikel fluida sama dengan laju adalah kecepatan gravitasi (m s-2).

Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida sama dengan laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel (Norton et al., 2007), dituliskan dalam persamaan (8).

( ) (

(68)

34

dimana, Ca kapasitas panas spesifik (W kg-1K-1), T adalah suhu (C), adalah konduktifitas panas (W m-1K-1), dan sT adalah source atau sink panas (W m-3).

Formulasi model persamaan untuk memprediksi pola aliran fluida yang melewati benda solid baik yang bersifat rigid maupun elastis, biasanya didekati dengan persamaan RANS (Reynold-Average Navier-Stokes). Persamaan tersebut mempertimbangkan prinsip kekekalan dan model turbulensi k- , dimana model ini hanya berlaku untuk fluida yang bersifat incompressible, viscous, isothermal, newtonian serta udara bergerak dalam kondisi steady 3D (Endalew et al., 2009).

,

merepresentasikan nilai faktor difusi dan Su adalah nilai faktor momentum (kg m-2 s-2) yang bisa positif (source) maupun negatif (sink), tergantung dari sifat material yang dilewati oleh fluida. Sistem persamaan numerik yang dibangun dihitung dengan menggunakan metode finite control volume.

3.7.1 Model Aliran pada Kasa dan Tanaman

Majdoubi et al. 2009, melaporkan bahwa kecepatan udara u pada pendefinisian poros media dapat dilakukan dengan pendekatan model persamaan Darcy-Forchheimer (Pers. 10). Gaya tarikan yang disebabkan oleh kasa dan tanaman S dipengaruhi oleh sifat fluida berupa densitas udara (kg m-3) dan viskositas dinamik udara  (kg s-1 m-1), serta sifat geometri kasa berupa permeabilitas poros Kp (m2) dan CF(non-dimensional) adalah kehilangan momentum.

(69)

35

 ... (11)

dimana ILAV (m2 m-3) merupakan indeks luasan daun tiap satuan volume dan CD adalah drag coefficient atau resistansi udara pada kanopi tanaman. Untuk tanaman tomat yang sudah tinggi dan berbuah, Haxaire (1999) dalam Majdoubi et al. (2009) telah menentukan nilai CD = 0.32, menggunakan wind tunnel.

3.7.2 Pendekatan Poros Media pada Tanaman

Poros media pada tanaman didefinisikan sebagai kemampuan fluida atau dalam hal ini udara yang terlewatkan pada daerah sekitar tanaman. Rasio porositas adalah perbandingan antara volume yang mampu terlewatkan oleh fluida (void) terhadap volume total, dimana skema ilustrasi pendekatan nilai porositas pada tanaman ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Struktur porositas pada tanaman.

Pada Gambar 12; struktur daun, batang dan bunga didefinisikan sebagai solid, dimana struktur tersebut tidak dapat ditembus oleh aliran udara. Sedangkan area selain itu merupakan area fluida yang mampu ditembus oleh udara sebagai fluida medium tanaman. Nilai ∆x1 merupakan

∆X2

∆X1

Fluid

(70)

36

nilai maksimum tinggi tanaman, sedangkan nilai ∆x2 adalah nilai maksimum lebar tanaman.

Pengukuran tinggi maksimum dan lebar maksimum tanaman diperoleh dari hasil binerisasi dan thresholding pengolahan citra digital. Selain itu, luasan area solid juga dihitung dengan metode pengolahan citra digital. Data citra digital yang diolah merupakan data sekunder tanaman tomat yang telah diteliti sebelumnya. Hal ini dapat dilakukan karena varietas tomat yang akan dibudidayakan untuk penelitian ini adalah sama dengan varietas tomat yang dibudidayakan pada penelitian sebelumnya, sehingga pendekatan nilai porositas tanaman untuk simulasi ini dengan data sekunder tersebut dapat ditolerir, dengan catatan asumsi umur tanaman pada simulasi harus sama dengan umur tanaman pada data sekunder tersebut. Porositas tanaman є didefinisikan dengan Persamaan 12.

...………(12) Jika diasumsikan bahwa kerapatan udara yang mengalir di dalam rumah tanaman bersifat konstan dan gaya gravitasi diabaikan, maka komponen vektor atau arah kecepatan udara bergerak dipengaruhi oleh nilai viskositas dinamik , permeabilitas dalam m2, dan perubahan tekanan persatuan jarak arah udara bergerak xi dalam m (Zienkiewicz et al., 2005).

...

(13)

Kesetimbangan momentum udara yang melintas diantara struktur tanaman dapat dituliskan dengan Persamaan 14.

(71)

37

[ ]

... (15)

Persamaan energi pada aliran di sekitar tanaman dituliskan dengan persamaan 16.

[ ( ) ( ) ] ( ) ( ) ... (16)

Pada persamaan di atas, cp adalah panas spesifik pada kondisi tekanan konstan, T adalah suhu dan k adalah konduktivitas termal. Subscripts f menunjukkan bahwa panas spesifik dan densitas yang dimaksudkan merupakan panas spesifik fluida (udara) dan densitas fluida, sedangkan subscripts s menunjukkan panas spesifik solid (tanaman) dan densitas tanaman.

3.8 Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan menghitung nilai eror hasil simulasi yang disandarkan terhadap nilai hasil ukur di lapangan, sehingga nilai eror merupakan parameter akurasi dari hasil simulasi. Kalkulasi nilai eror untuk nilai sebaran suhu ditentukan dengan persamaan 17 pengukuran (°C). Penghitungan nilai eror parameter lain dapat juga menggunakan persamaan (17) dengan menggantikan parameter suhunya.

Keseragaman distribusi suhu dan parameter lainnya dari hasil simulasi dapat ditentukan dengan menghitung nilai koefisien keseragaman (coefficient of uniformity) data hasil simulasi. Hal ini menunjukkan kualitas keseragaman sebaran nilai parameter yang diukur dan disimulasikan. Koefisien keseragaman data hasil simulasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 18.

(72)

38

3.9 Batasan dan Asumsi

Batasan dan asumsi dalam simulasi penerapan exhaust fan untuk mengkaji distribusi suhu dan pola aliran udara dalam rumah tanaman sebagai dampak dari penerapan exhaust fan tersebut adalah sebagai berikut:

 Parameter input berupa suhu, radiasi, kelembaban udara dan kecepatan angin berada dalam kondisi tunak pada suatu waktu t tertentu.

 Sebaran nilai suhu pada dinding permukaan solid yang memancarkan nilai panas dianggap seragam sesuai dengan kondisi batasnya masing-masing.

(73)

39

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Iklim pada Rumah Tanaman

Kondisi iklim pada rumah tanaman direpresentasikan dengan data hasil pengukuran pada saat fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan fase generatif (tanaman tomat mulai berbuah). Pengukuran dilakukan selama 7 x 24 jam (7 hari) di lingkungan rumah tanaman yang berupa radiasi matahari, kecepatan udara, kelembaban udara dan suhu udara lingkungan. Namun untuk melakukan simulasi penulis hanya mengambil data 1 x 24 jam pada masing-masing fase dari 7 hari pengukuran yang telah dilakukan. Data yang diambil untuk diolah dalam simulasi merupakan data yang sekiranya menunjukkan kondisi cuaca normal atau cerah, mengingat iklim cuaca di daerah Bogor sangat fluktuasi. Pertimbangan pengambilan data pada cuaca cerah didasarkan pada pola dinamika radiasi matahari yang terukur.

Selain itu, simulasi yang dilakukan merupakan simulasi pada kondisi tetap (steady state), sehingga proses iterasi dalam simulasi hanya dilakukan pada satu waktu tertentu. Oleh karena itu, dari 24 jam per 30 menit pengukuran dipilih satu kondisi yang paling ekstrim dimana parameter kritisnya adalah suhu yang dominan dipengaruhi oleh radiasi matahari. Hal tersebut memiliki alasan bahwa pada kondisi ekstrim sangat memungkinkan kondisi iklim di dalam rumah tanaman memerlukan pengendalian, sehingga perlu adanya kuantifikasi parameter yang berpotensi untuk direkayasa. Hasil simulasi CFD dapat memudahkan untuk melakukan analisa kuantitatif parameter yang terdistribusi pada rumah tanaman. Dinamika parameter tersebut ditunjukkan per 30 menit oleh grafik yang disajikan pada Gambar 13.

(74)

40

Gambar 13. Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu lingkungan rumah tanaman; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus.

Fase generatif (Gambar 13.b), juga menunjukkan fluktuasi perubahan suhu di luar rumah tanaman dengan di dalam rumah tanaman dominan dipengaruhi

6:00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 6:00

Su

Radiasi surya Suhu rata-rata dalam GH Suhu rata-rata luar GH

0.0

6:00 10:00 14:00 18:00 22:00 2:00 6:00

Su

Radiasi Surya Suhu rata-rata luar GH Suhu rata-rata dalam GH

a

(75)

41

oleh radiasi matahari. Puncak radiasi sinar matahari hasil pengukuran pada fase generatif terjadi pada pukul 12:30 WIB yaitu sebesar 914 W m-2. Radiasi matahari redup pada pukul 16:30 WIB dimana pengukuran radiasi sudah menunjukkan nilai 0 (nol) sampai pukul 06:00 pagi di hari berikutnya. Hal serupa juga ditunjukkan oleh dinamika suhu di dalam rumah tanaman dan di luar rumah tanaman. Kondisi suhu tertinggi terjadi pada waktu yang sama dimana radiasi yang terpancar pada rumah tanaman adalah nilai radiasi paling tinggi sepanjang hari tersebut. Kisaran suhu yang tersebar di dalam rumah tanaman mulai dari 26.1°C sampai 32.4°C, sedangkan suhu di luar rumah tanaman berkisar antara 22.3°C sampai 33.0°C. Pola dinamika perubahan suhu baik di dalam maupun di luar rumah tanaman sebanding dengan pola dinamika radiasi matahari, sehingga dapat dikatakan bahwa korelasi perubahan suhu berbanding lurus dengan perubahan radiasi matahari.

(76)

42

pendek dan memiliki energi yang lebih kecil, sehingga tidak mampu menembus atap rumah tanaman dan tertangkap di dalamnya. Hal ini terjadi karena sebagian besar gelombang radiasi matahari diserap tanaman sehingga dapat mengurangi sifat panas yang berlebih akibat gelombang pendek yang dipantulkan oleh benda-benda yang ada di dalam rumah tanaman termasuk tanaman tomat yang dibudidayakan. Apabila dihubungkan dengan fenomena bahwa perbedaan suhu pada waktu pagi hari (pukul 06:00) sampai siang hari (pukul 12:00), maka perbedaan ketika fase generatif (tumbuhan sudah besar dan mulai berbuah), lebih kecil dibandingkan dengan perbedaan suhu ketika fase vegetatif (Gambar 14). Pada fase vegetatif perbedaan suhu terlihat tidak begitu fluktuasi dan cenderung stabil, karena aktifitas pertumbuhan tanaman belum begitu berpengaruh terhadap dinamika kondisi iklim mikro, sedangkan fase generatif perbedaan suhu inside dan outside berfluktuasi.

Gambar 14. Dinamika perbedaan suhu inside dan outside rumah tanaman. Hal menarik pada Gambar 14 adalah perubahan perbedaan suhu inside dan outside setelah pukul 12:30 siang pada fase generatif, dimana perubahan perbedaan suhu meningkat secara drastis kemudian bertahan di atas angka 3°C. Pada waktu yang sama, terjadi penurunan nilai radiasi matahari cukup drastis yang diikuti oleh penurunan udara lingkungan luar rumah tanaman. Penurunan udara luar dari pukul 12:30 sampai pukul 18:00 cukup signifikan, namun setelah

0.0

Gambar

Tabel 4 Batasan domain (region) untuk model simulasi rumah tanaman. ........ 47
Gambar 24. Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5
Gambar 1.
Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

telah diadakan Rapat Penjelasan Pekerjaan (aanwijzing) dengan e-procurement Pemilihan Penyedia Barang/Jasa untuk Pekerjaan Renovasi Ruang Bidang Mutasi, Ruang Sriwijaya

3) Prinsi-prinsip yang berkenaan dengan program layanan, yang mencakup: (1) bimbingan karier merupakan bagian integral dari pelayanan bimbingan

Yang menjadi indikator kinerja tersebut yaitu kualitas pekerjaan, kejujuran karyawan, kehadiran, sikap, kerjasama, tanggung jawab, pemanfaatan waktu, dan pencapaian target..

Dengan pejelasan diatas maka disimpulkan merokok pada suku anak dalam bukanlah budaya namun hanya kebiasaan yang sulit lepas dari keseharian. Itulah adiktif

Analisis yang terakhir adalah penyusunan matrix SWOT guna menentukan alternatif strategi. Matrix ini disusun oleh faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang

Atmosfer dari planet merkurius terdiri dari gas natrium dan kalium yang sangat tipis sehingga kadang-kadang dikatakan bahwa planet ini tidak memiliki atmosfer.. Jarak

2.Jumlah kata tiap baris 8-12 suku kata 3.Baris pertama dan kedua disebut sampiran 4.Baris ketiga dan empat disebut isi..

Pada Penulisan Ilmiah ini penulis mencoba untuk membahas tentang pembuatan Web Promosi Product, bagaimana kita memadukan gambar, teks dan animasi ke dalam perangkat komputer