• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suku Anak Dalam dan Rokok Kebiasaan atau (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Suku Anak Dalam dan Rokok Kebiasaan atau (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH ANTROPOLOGI Dosen Pengampu : Luqman Effendi , S.Sos, M.Kes

TUGAS AKHIR SEMESTER

“Suku Anak Dalam Jambi dan Rokok : Sekerdar Kebiasaan atau Budaya?”

Oleh

BALQIS HAFIDHAH 2013710019

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, serta hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Antropologi yang berjudul “Suku Anak Dalam Jambi dan Rokok : Sekerdar Kebiasaan atau Budaya?” tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat berdasarkan penilaian dalam bidang studi Antropologi pada semester empat sebagai pengetahuan bagi penulis maupun pembaca makalah ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Antropologi Kesehatan terutama budaya merokok pada Suku Anak Dalam di Jambi.

Penulis sangat menyadari akan kekurangan yang dimiliki begitu pula dengan pembuatan makalah ini. Karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna memperbaiki segala kekurangan dalam makalah ini.

Ucapan terimakasih tak lupa penulis haturkan kepada Bapak Luqman Effendi, S.sos, M.Kes sebagai dosen bidang studi Antropologi yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini serta teman-teman yang ikut membantu dalam pembuatan makalah baik secara langsung ataupun tidak.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun bagi penulis sendiri. Aamiin ya Rabbal’alamin

Serpong, 11 Juni 2015

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 2

1.3Tujuan Penulisan 2

1.4Metode Penulisan 2

1.5Sistematika Penulisan 2

BAB II SUKU ANAK DALAM JAMBI DAN ROKOK : SEKERDAR KEBIASAAN ATAU BUDAYA? 2.1Pengertian 4

2.2Merokok dalam Antropologi Keshetan 6

2.3Suku Anak Dalam dan Rokok 7

BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan 9

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tepat 13 Maret 2015 silam merupakan tanggal bersejarah yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia ini. Pada tanggal tersebut Menteri Sosial Republik Indonesia Khofifah Indar Parawansa memberi santunan yang salah satunya rokok berbagai macam merek sebanyak 15 slof pada Suku Anak Dalam Jambi.

“Lebih baik turun ke sana. Saya sih lebih banyak mengajak Anda turun ke sana, pahami adat istiadat mereka. Kenali bagaimana cara bersapa dengan mereka, jangan memotret atas nama multikultur lho ya. Kultur lokal dipotret dengan 'kacamata' Jakarta itu pasti tidak arif," ujar Mensos.

Beralasan pendekatan antropologis maka hal ini dianggap jalan terbaik. Tak heran Indonesia masih nyaman dengan posisi konsumen rokok terbanyak, hal yang seharusnya tabu ini masih terbilang lumrah bahkan dengan kacamata sekaliber Menteri Sosial. Penolakan atas tindakan pemberian rokok ini pun terjadi dari beberapa pihak. Maka tak heran kalau perjuangan pengendalian tembakau di Indonesia seperti tak berujung.

Suku Anak Dalam atau biasa juga disebut dengan orang rimba, terkenal dengan kebiasaan mereka nomaden dan masih mengandalkan perburuan dan bercocok tanam untuk bertahan hidup. Dari mana kebiasaan merokok ini berasal? Dalam satu berita dinyatakan suku anak dalam sudah mulai terpiggirkan dan banyak yang meninggal karena kelaparan. Pernah menonton film Sokola Rimba yang disutradarai oleh Riri Riza? Dari film tersebut tergambar jelas seperti apa kehidupan suku anak dalam.

(5)

merokok disebut sebagai budaya, perbuatan yang merugikan, tidak ada manfaatnya tak juga ada estetika di dalamnya. Apakah itu masih bisa disebut sebagai budaya atau tidak. Harus diluruskan apa itu kebiasaan apa itu budaya. Jangan sampai tumpang tindih, bahkan terjadi kesalah pahaman. Mungkin alangkah indahnya kebiasaan merokok suku anak dalam bisa digantikan dengan kebiasaan produktif lainnya. Misalkan menenun, membuat kerajinan tangan dari hasil alam dsb.

Adanya pernyataan dan pertanyaan diatas membuat penulis tergugah untuk mengangkat judul “Suku Anak Dalam Jambi dan Rokok : Sekerdar Kebiasaan atau Budaya?” pada makalah ini.

1.2Rumusan Masalah

1.2. 1 Apa itu antropologi kesehatan?

1.2. 2 Apa itu budaya? Dan apa perbedaan budaya dengan kebiasaan? 1.2. 3 Indikator apa saja syarat kebiasaan dapat disebut sebagai budaya? 1.2. 4 Bagaimana sejarah suku anak dalam terutama mengapa mereka

mempunyai kebiasan merokok?

1.2. 5 Bagaimana pandangan atropologi terhadap kebiasaan merokok? 1.2. 6 Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menanggulangi

kebiasaan tersebut? 1.3Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat berdasarkan penilaian dalam bidang studi sosiologi pada semester satu sebagai pengetahuan bagi penulis maupun pembaca makalah ini untuk lebih mengetahui lebih lanjut mengenai sosiologi kesehatan.

1.4Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah metode kepustakaan. Penulis mencari berbagai informasi dari buku, jurnal, ataupun majalah yang berhubungan dengan makalah ini.

1.5Sistematika Penulisan

(6)

Bab I : Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab III : Mengkaji teori, yaitu: pengertian antropologi kesehatan, budaya, merokok dalam antropologi kesehatan, dan suku anak dalam dan rokok budaya atau sekedar kebiasan.

(7)

BAB II

Suku Anak Dalam Jambi dan Rokok : Sekerdar Kebiasaan atau Budaya? 2.1Pengertian

2.1.1 Antropologi

Antropologi adalah ilmu yg memperlajari manusia, terutama masyarakat dan adat istiadat atau ilmu struktur dan evolusi manusia sebagai binatang menurut kamus Oxford. Antropologi bersal dari bahasa Yunani, Antropos berarti manusia dan Logos berarti pemahaman ilmu. Antropologi juga ditafsirkan menjadi ilmu tentang manfaat manusia dan perilakunya dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

Ada banyak anthropolog mengikuti Clifford Geertz untuk bersikeras bahwa antropologi adalah bukan ilmu eksperimental untuk mencari hukum, tetapi satu penafsiran untuk mencari makna (Geertz 1973); bahwa itu adalah lebih seperti sastra sibandingkan ilmu pengetahuan, dan bahwa interpretasi budaya lebih seperti memahami sebuah puisi atau novel dari menjelaskan hukum-hukum perilaku. Ada antropolog yang mempublikasikan temuan mereka sebagai risalah ilmiah, dan ada antropolog yang mempublikasikan temuan mereka sebagai puisi.

Keilmiahan ilmu antropologi ini sempat menjadi perdebatan di masa lampau. Namun pada akhirnya antropologi bahkan bisa menguatkan hipotesis-hipotesis imliah. Salah satunya juga mendukung ilmu epidemiologi dalam perkembangannya.

2.1.2 Antropologi Kesehatan

(8)

Maka dapat diasumsikan bahwa antropologi terdiri dari metode kualitatif yang memungkinkan akses relatif mudah ke aspek budaya masyarakat yang bermasalah dan setelah masalah diidentifikasi, intervensi dapat dikembangkan untuk mengubahnya. Dari perspektif antropologi, namun, budaya jauh lebih kompleks. Hal ini baik individu dan sosial, dan dapat dilihat sebagai seperangkat aturan atau kode mempengaruhi apa orang lakukan dan bagaimana mereka melakukannya. Namun, itu tidak cukup untuk 'menemukan' yang mendasari aturan-aturan sosial dari masyarakat atau kode budaya. Orang tidak hanya memberlakukan aturan, mereka berimprovisasi dan kreatif, dan untuk memahami apa yang dilakukan dan mengapa mereka melakukannya kita perlu mempelajari proses seperti yang berlaku, atau praksis.

Antropologi spesifik ini mempelajari dan memahami masyarakat dengan melakukan penelitian mengenai masalah kesehatan masyarakat. Penelitiannya untuk mengetahui pemahaman dan sikap penduduk tentang kesehatan, tentang sakit, dukun, obat-obatan tradisional, kebiasan dan pantangan makan. Hasil penelitian yang demikian untuk membantu tenaga kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.3.1 Apa sih itu budaya?

Kata budaya berasal dai kata Sansekerta yaitu buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Sedangkat kata culture yang berarti kebudayaan berasal dari bahasa Latin colere yang berarti “mengolah atau mengerjakan”.

(9)

2.2Merokok dalam Antropologi Kesehatan

Merokok adalah perilaku membakar rokok yang berbentuk silinder pada salah satu ujungnya yang dihisap pada ujung lainnya dan dihembuskan lewat mulut atau hidung. Perilaku ini dilakukan dari tua bahkan yang kecil sekalipun. Dan Indonesia juga pernah terkenal dengan adanya Aldy sang baby smoker yang pada waktu itu berumur 3 tahun.

Padahal telah jelas merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin seperti apa yang tertera pada bungkus rokok sebelum diterapkannya peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning). Apala lagi yang harus diargumentasikan?

Dari pandangan ekonomi kegiatan merokok ini tidak ada keuntungannya. Malah kebiasaan merokok membuat pergeseran proritas kebutuhan hidup pada hasil penilitian LDFEUI disebutkan setelah BBM, rokok merupakan kebutuhan pokok nomer 2 di Indonesia. Bahan pangan pokok seperti beraspun dikalahkannya.

Lumrah atau tidaknya suatu kebiasaan dikembalikan pada nilai-nilai yang diterapkan pada suatu suku atau kelompok. Masyarakat kini mulai menyadari bahwa merokok membahayakan kesehatan, namun tidak bagi sebagian yang lain.

Di Indonesia sendiri dari tahun 1970 sampai tahun 2000 konsumsi tembakau meningkat dari 33 milyar batang menjadi 217 milyar batang. Berarti dalam kurun 30 tahun peningkatan permintaan rokok di Indonesia mencapai tujuh kali lipat.

(10)

Kepercayaan inilah yang sepertinya menjadi batu besar untuk membuat orang menyadari bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan dan berhenti merokok.

2.3Suku Anak Dalam dan Rokok

Merokok tidak hanya terjadi di kota-kota metropolitan, namun sudah mengakar menyelusup ke desa-desa bahkan daerah terpencil sekalipun. Kebiasaan ini sudah terjadi dari berberapa dekade yang lalu. Bahkan katanya Indonesia menjadi negara pengkonsumsi rokok terbanyak di Asia. Tak terkecuali suku anak dalam di Jambi. Yang notabene kurang pendidikan dan kurang terjangkau oleh pemerintah.

Menurut Lawrence Green kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor reinforcing misalnya usia, pendidikan, pengetahuan, persepsi, sikap; kemudian faktor enabling misalnya karena zat tersebut mudah diperoleh dan terakhir faktor predisposing misalnya pergaulan, tak ada larangan, suasana.

Maka faktor-faktor diatas jika dialagogikan dengan keadaan suku anak dalam sebagai berikut. Faktor reinforcing : kurangnya pengetahuan dan pendidikan karena sultinya akses, faktor enabling : terjadinya barter rokok dengan hasil alam yang mereka dapatkan seperti yang tergambar pada film Sokola Rimba, fakor predisposing : tidak adanya petugas kesehatan yang mengawasi apalagi untuk melarang kebiasaan merokok suku anak dalam, kurangnya pendidikan kesehatan.

(11)

dikategorikan menjadi budaya? Jawabannya adalah tidak. Karna budaya merupakan yang berasal dari rasa, karsa, dan ciptaan murni dari suatu mayarakat. Tidak dengan merokok. Karna rokok sejatinya berasal dari luar negeri dengan sejarahnya yang panjang dan akhirnya masuklah rokok ke Indonesia.

Dengan pejelasan diatas maka disimpulkan merokok pada suku anak dalam bukanlah budaya namun hanya kebiasaan yang sulit lepas dari keseharian. Itulah adiktif yang tercipta dari kebiasaan merokok.

(12)

BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan

Kasus pembagian rokok ke Suku Anak Dalam Jambi menjadi kontroversial. Beralasan pendekatan antropologis maka hal ini dianggap jalan terbaik. Tak heran Indonesia masih nyaman dengan posisi konsumen rokok terbanyak, hal yang seharusnya tabu ini masih terbilang lumrah bahkan dengan kacamata sekaliber Menteri Sosial.

Penolakan atas tindakan pemberian rokok ini pun terjadi dari beberapa pihak. Maka tak heran kalau perjuangan pengendalian tembakau di Indonesia seperti tak berujung.

Merokok kebiasaan atau budaya? Budaya merupakan yang berasal dari rasa, karsa, dan ciptaan murni dari suatu mayarakat. Tidak dengan merokok. Karna rokok sejatinya berasal dari luar negeri dengan sejarahnya yang panjang dan akhirnya masuklah rokok ke Indonesia.

Dengan pejelasan diatas maka disimpulkan merokok pada suku anak dalam bukanlah budaya namun hanya kebiasaan yang sulit lepas dari keseharian. Itulah adiktif yang tercipta dari kandungan kimia pada rokok.

3.2Saran

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Barber, Sarah L. et al . Ekonomi Tembakau di Indonesia. Lembaga Demografi FEUI

Koentjaraningrat. (2009). PengantarIlmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Thabrany,Hasbullah ed. . Rokok Mengapa Haram? .Unit Pengendalian

Tembakau FKM-UI

Pool, Robert., & Geissler, Wenzel. (2005). Medical Anthropology. Berkshire England : Open University Press

http://jateng.tribunnews.com/2015/03/31/dikritik-beri-rokok-suku-anak-dalam-mensos-pahami-adat-istiadat-mereka

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/20/nlhnaa-mensos-bagikan-rokok-ylki-tragis

http://news.okezone.com/read/2015/03/14/340/1118537/mensos-santuni-rp55-juta-untuk-keluarga-orang-rimba-jambi

Referensi

Dokumen terkait

Rencana pembelajaran yang disusun oleh guru biasanya kurang mempertimbangkan ragam respon siswa atas situasi didaktis sehingga rangkaian situasi didaktis yang dikembangkan

Data yang diperoleh dari hasil observasi berupa RULA, REBA untuk mengetahui kondisi postur kerja saat ini, data antropometri pengrajin dalam menentukan

Kendala dari sistem pembuktian terbalik terbatas tersebut bisa menjadi bumerang untuk para Jaksa Penuntut Umum jika tidak hati-hati karena secara tidak langsung

Grafik Peringkat Provinsi Bali menurut Angka Melek Huruf dalam skala Nasional Tahun 2013. Sumber : Paparan BPS

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMP N 2 Rambah Hilir

Masyarakat harus menunggu pedagang pengumpul yang datang ke desa untuk membeli hasil panen, dan apabila mereka harus keluar desa maka semua kebutuhan hidup rumahtangga

Berdasarkan hasil pengamatan siklus II yang diperoleh maka pelaksanaan siklus II sudah baik dan guru sudah berhasil dalam usaha peningkatan hasil belajar peserta didik

Asas kenusantaraan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan