• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1. Latar Belakang

Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden pada tanggal 11 Juni 2005 , bertekad untuk mewujudkan swasembada beras dalam upaya mencapai ketahanan pangan nasional. Usaha pemerintah dalam meningkatkan produksi padi telah dapat ditingkatkan dari 52,14 juta ton pada tahun 2003 menjadi 54,15 juta ton pada tahun 2005 atau dengan laju pertumbuhan produksi sebesar 3,74 % (Hamzirwan, 2007).

Keberhasilan dalam meningkatkan produksi padi, harus diikuti dengan pengembangan teknologi proses dalam bidang pasca panen, khususnya proses pengeringan. Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang aman untuk penyimpanan atau digunakan pada proses lainnya. Hampir seluruh pengeringan pada produk pertanian dilakukan dengan proses termal. Proses pengeringan produk pertanian yang banyak dilakukan oleh petani adalah dengan cara penjemuran yaitu dengan menghamparkan produk dilantai jemur atau di pinggir jalan. Cara ini memiliki banyak kelemahan, selain dibutuhkan lahan yang luas, juga terjadi kontaminasi produk oleh debu, kotoran dan polusi kendaraan (penjemuran di pinggir jalan). Selain itu, kondisi iklim sangat mempengaruhi proses pengeringan terutama pada keadaan mendung atau hujan sehingga produk harus dipindah-pindahkan dan ini sangat sulit, memerlukan waktu yang lama bila produk yang dikeringkan dalam jumlah besar.

3 Menyadari pentingnya proses pengeringan terhadap produk untuk keperluan penyimpanan dalam waktu lama, telah banyak peneliti melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengeringan produk pertanian dan perikanan, baik yang menyangkut aspek mutu maupun segi disain alat pengering serta penggunaan energi terbarukan dalam proses pengeringannya.

Guna mengatasi masalah yang timbul dalam pengeringan dengan cara penjemuran, berbagai penelitian telah banyak dilakukan dalam pengembangan pengeringan buatan. Abdullah, K (1993) memperkenalkan metoda pengeringan untuk mengganti metoda penjemuran yaitu dengan menerapkan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK). Ide dasar dari pengering surya ini adalah mengintregrasikan fungsi penyerap panas (kolektor surya) dan ruang pengering, sehingga biaya konstruksi dapat ditekan, selain menciptakan kondisi pengering yang bersifat hygienis dan dengan dibantu pemanas tambahan dari tungku biomassa dapat beroperasi secara kontinyu siang dan malam dan pada cuaca buruk. Pengering ERK terdiri dari bangunan berdinding transparan, yang dilengkapi dengan plat hitam sebagai pengumpul panas, bangunan transparan ini sekaligus berfungsi sebagai kolektor surya dan juga berfungsi sebagai pelindung dari hujan dan kotoran. Gelombang pendek dari sinar surya dilewatkan melalui dinding transparan dan selanjutnya diserap oleh plat hitam serta komponen-komponen lainya di dalam bangunan pengering, hal ini akan menyebabkan meningkatnya suhu udara dalam ruang pengering. Udara panas yang dihasilkan digunakan sebagai media pengering untuk memanaskan dan penguapan air produk.

Dalam perkembangannya, pengering ERK telah banyak dilakukan uji coba terhadap berbagai produk pertanian, seperti daun tembakau rajangan (Samsuri, 1992), gabah, benih tanaman hortikultura (Abdullah, dkk, 1994), panili (Mursalim, 1995), rumput laut (Sukarmanto, 1996), Kakao (Nelwan, 1997), kopi (Wulandani, 1997), dll.

Masalah utama yang terdapat dalam pengering ERK ini adalah distribusi aliran udara yang kurang merata, terutama pada pengeringan tipe rak. Untuk megatasi masalah pengaliran udara, Nelwan (2005) melakukan penelitian terhadap biji kakao dengan pengering ERK berbentuk silinder yang menggunakan rak berputar dalam mengkaji aspek keteknikan pengeringan dengan bantuan energi surya sebagai sumber energi termal. Pengering ini memiliki enam komponen utama yang terdiri dari dinding transparan, rak berputar, seng pelat hitam setengah

cangkang silindris, ruang pembakaran , penggerak putaran dan kipas ekshaus. Rata-rata suhu pengeringan berkisar antara 39.5 – 40.9oC, dengan rata-rata kelembaban relatif berkisar antara 58.4 – 61.6%.

Distribusi aliran udara panas merupakan faktor penting yang menjadi performansi suatu pengering. Studi yang dilakukan terdahulu memperlihatkan ketidak seragaman dari kecepatan udara, suhu dan RH udara pengering, Wulandani (1997) melaporkan bahwa perbedaan suhu yang terjadi dalam ruang pengering sekitar 6 oC antara bagian atas dan bagian bawah plat hitam yang dipasang horizontal diatas bak pengering tipe ERK. Guna lebih meningkatkan performansi alat pengering ERK dari segi teknis dan ekonomis, Wulandani (2005) melakukan penelitian terhadap komoditi cengkeh pada pengering ERK dengan cara mengatur letak komponen-komponen alat pengering (kipas, inlet, penukar panas dan outlet) untuk meningkatkan keseragaman kecepatan udara , suhu dan RH dalam ruang pengering. Skenario simulasi penataan posisi komponen-komponen alat pengering untuk melihat sebaran suhu, kecepatan udara dan RH dalam ruang pengering dilakukan dengan kajian CFD (Computational

Fluid Dynamics). Melalui simulasi aliran udara Wulandani (2005) melaporkan bahwa

dimensi pengering ERK dengan ukuran 3,6 x 3,6 x 2.4 m3 yang dilengkapi 3 buah kipas serta dua inlet dan dua outlet dapat menghasilkan keseragaman suhu, kecepatan dan RH. Dimana suhu yang dihasilkan seluruh rak ( 8 rak) adalah 45,3 oC dengan nilai ragam sebesar 1,6 oC dan nilai rata-rata kecepatan udara adalah 0,05 m/dtk.

5

Selain itu, Abdullah dkk (2004) juga memodifikasi bentuk pengering ERK dengan Tipe Limas Heksagonal geometri dari bangunan transparan diubah sedemikian rupa sehingga operator dapat melakukan pemuatan dan pengeluaran produk dari luar bangunan. Disamping itu, sel surya dapat diinstalasi untuk menggerakkan seluruh kipas pengeluaran sehingga pengering dapat dioperasikan pada daerah-daerah yang belum terjangkau oleh jaringan listrik nasional. Pengering tipe ini telah banyak diaplikasikan untuk berbagai produk seperti ikan, dendeng jantung pisang, rumput laut dan lain-lain. Untuk ikan pelegis (Nababan, 2005), mendapatkan fluktuasi suhu pengering berkisar antara 31-56 oC.

Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan terdahulu untuk mendapatkan aliran udara yang seragam dilakukan dengan perubahan bentuk geometri alat pengering EK serta mengatur tataletak komponen-komponen alat pengering, seperti kipas, penukar panas, inlet dan outlet. Sedangkan penelitian-penelitian dasar tentang sistem pengering yang sifatnya ingin mengkaji secara mendalam mekanisme dan karateristik pengeringan guna mendapatkan aliran udara yang seragam belum banyak dilakukan.

1.2.Perumusan Masalah

Pengeringan komoditi pertanian khususnya bahan pangan umumnya bertujuan untuk mengawetkan bahan sehingga mutu dapat dipertahankan selama penyimpanan atau untuk proses lainnya. Seperti yang telah dikemukakan diatas, guna mendapatkan distribusi aliran udara, suhu dan RH udara dalam ruang pengering yang seragam, Wulandani (2005) telah melakukan penelitian penegring ERK tipe rak dengan pengaturan letak kipas, inlet dan outlet pada bangunan alat pengering secara makro tentang energi, momentum dan kontinyuitas pada seluruh ruang pengering dengan mengasumsikan udara kering tanpa mempertimbangankan pengeruh penguapan air dari roduk. Berdasarkan hasil penelitian Wulandani (2005), pengering ERK mampu memberikan performansi

pengeringan yang cukup bagus. Namun demikian dalam pemodelan yang digunakan tidak mempertimbangkan pengaruh uap air hasil pengeringan dari produk. Wulandani (2005) mengasumsikan udara kering saja yang dianalisis di dalam ruang pengering, sehingga kadar air hasil produk kering hasil pengukuran masih terdapat perbedaan antar bagian dalam rak dan antar rak.

Guna mendapatkan hasil yang lebih mendekatikondisi sebenarnya dalam ruang pengering perlu dlakukan penelitian dasar tentang sistem pengering yang sifatnya ingin mengkaji secara mendalam mekanisme dan karakteristik pengeringan dalam kaitannya dengan aliran udara panas sebagai media pengering.

Pemecahan masalah dalam pengaliran udara panas akan diupayakan dalam penelitian dasar ini melalui kajian terhadap perpindahan energi, momentum dan massa secara simultan pada lapisan batas produk yang dikeringkan, sehingga pengaruh penguapan produk menjadi pertimbangan dalam penetuan parameter suhu, kecepatan udara dan perubahan massa uap air dalam lapisan batas produk.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap transpor momentum, energi dan massa secara simultan pada proses penguapan air dalam bahan padat ke dalam aliran udara panas.

Pada kajian ini dilakukan analisa mendalam terhadap masing-masing unit kondisi operasi dari sistem termal dan perubahan massa pada proses penguapan air dalam bahan padat.

Secara keseluruhan kajian dalam penelitian ini meliputi :

1. Penentuan parameter model struktural lapisan kering pada proses penguapan air bahan padat ke dalam aliran udara panas.

7 3. Untuk mendapatkan karakteristik kondisi operasional aliran udara panas

pada proses pengeringan produk melalui perpindahan massa, energi dan momentum secara simultan. Melalui kajian mendasar ini diharapkan dapat ditentukan metodologi operasi yang optimal pada sistem pengering.

1.4. Sistematika Disertasi

Garis besar disertasi ini membahas hasil kajian perpindahan massa, momentum dan energi secara simultan dalam proses pengeringan suatu produk pertanian (gabah). Secara keseluruhan disertasi ini terdiri dari 7 Bab dan setiap bab mengandung isi yang saling terkait dalam mengkaji permasalahan penelitian pengeringan yang dilakukan. Bab I meberikan uraian tentang latar belakang dan tujuan penelitian dan perkembangan penelitian pengering ERK yang telah dilakukan beberapa tahun belakangan untuk berbagai komoditi hasil pertanian dan perikanan. Uraian ini meliputi disain alat dan parameter pengeringan yang berkaitan dengan aliran udara panas dalam ruang pengering, yaitu kecepatan udara, suhu dan kelembaban udara. Bab II membahas tentang studi pustaka mengenai prinsip dasar pengeringan melalui uraian terhadap proses penguapan air bahan dalam suatu produk, uraian tentang anatomi gabah serta proses penguapan air gabah. Dalam bab ini juga diuraikan tentang aliran udara, kelembaban udara pengering dan model persamaan alat penukar panas radiator. Bab III membahas tentang teori perpindahan massa, momentum dan energi secara simultan dalam proses penguapan air pada permukaan bahan yang berbentuk slab (plat datar). Penjabaran persamaan yang berkaitan dengan teori lapisan batas (boundary layer), disamping itu juga diuraikan tentang teori pengeringan lapisan tipis untuk menentukan nilai difusivitas massa yang akan digunakan dalam model persamaan matematik lapisan batas, penentuan dimensi ring tranduser dalam kaitannya untuk mendapatkan perubahan kadar air produk selama proses penguapan. Bab IV

mengandung isi tentang teori CFD dan cara kerja software fluent sebagai alat validasi model matematik dan simulasi dinamika aliran fluida, bahasan tentang radiator yang digunakan sebagai alat penukar panas dalam sistem pengering. Bab V memberikan uraian tentang metoda percobaan yang dilakukan dalam penelitian yang meliputi penggunaan bahan dan alat, waktu dan tempat serta prosedur penelitian. Bab VI berisi uraian tentang hasil kajian dan analisis proses perpindahan massa, momentum dan energi secara simultan pada penguapan air produk (gabah), serta uraian tentang distribusi suhu, kecepatan udara dan RH pada posisi panjang dan lebar rak pengering, ketebalan lapisan batas dan koefisien gesek permukaan gabah terhadap aliran udara panas, aliran massa udara dalam lapisan batas. Disamping itu bab ini juga memberikan bahasan tentang validasi model matematik lapisan batas yang digunakan dalam kajian perpindahan massa, momentum dan energi secara simultan. Bab VII berisi tentang uraian kesimpulan dan saran dari hasil kajian dan analisis proses perpindahan massa, momentum dan energi secara simultan pada sistem pengering.

BAB II

Dokumen terkait