• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Negara

Dalam dokumen 10 calk pendahuluan lk wilayah (Halaman 57-61)

Boks 3. BUMN dan Pengembangannya

1. Pendapatan Negara

Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2006 mencapai Rp637,9 triliun atau 96 persen dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN-P TA 2006. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar Rp142,7 triliun jika dibandingkan dengan realisasi tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp495,2 triliun. Sumbangan terbesar berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp80 triliun.

Realisasi Penerimaan Perpajakan dalam TA 2006 adalah sebesar Rp409,2 triliun atau mencapai 96 persen dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN-P TA 2006. Hal ini berarti meningkat sebesar Rp62,2 triliun atau 18 persen dibandingkan dengan realisasi TA 2005. Meningkatnya Penerimaan Perpajakan sejalan dengan upaya pemerintah meningkatkan

tax ratio yaitu peningkatan penerimaan perpajakan dan rasionya terhadap PDB melalui langkah-langkah yang dilakukan pada tahun 2006 yaitu peningkatan efektivitas dan efisiensi pada sistem perpajakan diantaranya dengan melakukan evaluasi dan penyempurnaan atas kebijakan perpajakan (tax policy) dan administrasi perpajakan. Walaupun tax ratio

tahun 2006 tidak banyak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan tahun 2005, namun secara nominal penerimaan perpajakan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Dalam TA 2006, realisasi Penerimaan Perpajakan berada di bawah sasarannya, sehingga tax ratio sedikit mengalami penurunan. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlambatan kegiatan ekonomi di sektor- sektor tertentu, penurunan impor barang modal, dan transaksi di sektor perumahan yang menyebabkan beberapa jenis pajak seperti PPN Impor, Bea Masuk, dan BPHTB terkena dampaknya. Realisasi PPN Impor TA 2006 adalah sebesar Rp43,1 triliun atau turun 6 persen dari realisasi TA 2005 sebesar Rp45,8 triliun. Sedangkan realisasi Bea Masuk TA 2006 adalah sebesar Rp12,1 triliun yang berarti mengalami penurunan yaitu sebesar Rp 2,6 triliun atau 20 persen dibanding realisasi TA 2005.

Beberapa faktor yang menyebabkan Bea Masuk tidak tercapai adalah adanya penurunan tarif atas kebijakan internasional, dan menurunnya volume impor tahun 2006. Selain itu penurunan disebabkan adanya penurunan tarif terkait dengan perjanjian antara ASEAN-Cina yang memberikan pengaruh signifikan bagi bea masuk. Adanya penurunan tarif secara umum tidak terlalu berpengaruh terhadap realisasi Penerimaan Cukai tahun 2006 yang terbukti meningkat sebesar Rp37,7 triliun atau 13 persen dibandingkan TA 2005.

Meskipun demikian, secara nominal, kinerja penerimaan perpajakan TA 2006 lebih baik dibandingkan TA 2005, walaupun realisasinya masih lebih rendah dari target APBN-P TA 2006. Penurunan sektor pajak yang terbesar adalah pada sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor yang turun secara absolut dari pertumbuhannya. Hal ini mengakibatkan PPh Impor dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

(nama UAPPA-W)... Tahun 200X 2007676 (Unaudited/UnAaAudited) Realisasi transfer untuk daerah Rp226,2 triliun

Impor turun. Realisasi PPnBM impor turun 43 persen yaitu hanya sekitar Rp1,7 triliun dibanding dengan realisasi TA 2005 Rp 2,5 triliun.

Peningkatan PNBP sebesar Rp 80 triliun diperoleh dari peningkatan yang signifikan dari penerimaan SDA sebesar Rp61,2 triliun, penerimaan bagian laba BUMN 2006 sebesar Rp10,1 triliun, dan peningkatan penerimaan PNBP lainnya sebesar Rp8,7 triliun. Bagian Laba BUMN yang berkontribusi cukup signifikan terhadap kenaikan PNBP dipengaruhi oleh beberapa hal: (i) jumlah kepemilikan saham pada BUMN; (ii) laba bersih setelah pajak (earning after tax); (iii) besarnya pay out ratio; (iv) rencana strategis BUMN dalam melakukan ekspansi usaha, privatisasi, dan merger serta (v) kondisi perekonomian nasional yang mempengaruhi kinerja masing-masing BUMN. Adapun penyumbang terbesar pada bagian laba BUMN adalah sektor pertambangan yang salah satunya berasal dari PT Pertamina (Persero) yang menyumbang sebesar Rp7,9 triliun. Selain itu peningkatan signifikan terdapat pada sektor jasa lain-lain yang meningkat 373 persen dari TA 2005. Dalam sektor ini, bagian laba terbesar yang diterima oleh Pemerintah berasal dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA). Setoran PT PPA TA 2006 sebesar Rp188,54 miliar meningkat tajam 377 persen dibanding dengan setoran tahun 2005 yang sejumlah Rp39,44 miliar. Peningkatan setoran PT PPA ini antara lain disebabkan karena tingginya laba bersih tahun 2005 (Setoran Hasil Pengelolaan) yang dibagikan pada TA 2006.

Sedangkan sumber PNBP yang berasal dari penerimaan SDA meliputi SDA minyak bumi dan gas alam, SDA pertambangan umum, SDA kehutanan, dan SDA perikanan. Kenaikan sumbangan penerimaan SDA terhadap PNBP tahun 2006 antara lain dipengaruhi berbagai faktor seperti tingkat lifting migas, harga minyak mentah di pasar internasional serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kontribusi penerimaan SDA berasal dari Pendapatan pertambangan yang meningkat lebih dari 100 persen dibanding dengan tahun 2005 (tahun 2006: Rp6,8 triliun dan tahun 2005: Rp3,1 triliun) dan pendapatan minyak bumi yang naik sekitar 70 persen dari tahun 2005 (tahun 2006: Rp125,1 triliun dan tahun 2005: Rp72,8 triliun). Penerimaan SDA pertambangan umum bersumber dari iuran tetap (landrent), dan iuran produksi/eksploitasi

(royalty). Penerimaan PNBP mencapai sasaran meskipun lifting minyak di bawah asumsi dan apresiasi nilai tukar rupiah membawa konsekuensi penurunan PNBP yang berasal dari migas. Sementara itu, realisasi PNBP non-migas, khususnya PNBP Non-Migas dan dividen BUMN melebihi sasaran. Perkembangan dan perbandingan Penerimaan Perpajakan, PNBP, dan Peneriman Hibah dari TA 2004 s.d. 2006, dapat dilihat pada Grafik 7.

(nama UAPPA-W)... Tahun 200X 2007676 (Unaudited/UnAaAudited) Defisit anggaran sebesar Rp29,1 triliun Realisasi pembiayaa n sebesar Rp29,4 triliun

Grafik 7: Perkembangan Pendapatan Negara dan Hibah

TA 2004 - 2006

Meningkatnya penerimaan perpajakan sejalan dengan upaya pemerintah meningkatkan tax ratio yaitu peningkatan penerimaan perpajakan dan rasionya terhadap PDB melalui langkah-langkah yang dilakukan pada tahun 2006 yaitu peningkatan efektivitas dan efisiensi pada sistem perpajakan diantaranya dengan melakukan evaluasi dan penyempurnaan atas kebijakan perpajakan (tax policy) dan administrasi perpajakan. Langkah-langkah tersebut diambil untuk memperbaiki administrasi perpajakan dalam mengatasi rendahnya rasio pajak yang dipengaruhi oleh (i) sistem perpajakan yang rumit dan cenderung terjadi tumpang-tindih peraturan; (ii) kecenderungan wajib pajak untuk membayar kewajiban pajaknya; (iii) dan kondisi perekonomian yang didominasi sektor informal. Upaya nyata yang saat ini sedang dilakukan adalah perubahan UU perpajakan agar pelaksanaan sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien. Tercapainya prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan, kesederhanaan dan keadilan akan mampu meningkatkan kapasitas fiskal dan merangsang perkembangan ekonomi makro yang lebih baik dengan menghapuskan hambatan berinvestasi. Dampak reformasi perpajakan lihat pada Box 1.

Box 1: Dampak Reformasi Perpajakan terhadap Perekonomian

Perubahan UU perpajakan akan berdampak pada penerimaan negara dan perekonomian, baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, hal tersebut akan menyebabkan penurunan penerimaan perpajakan (tax potential loss) yang diakibatkan rencana penurunan tarif dan penyederhanaan lapisan tarif, serta penerimaan PPN dan PPnBM, yang sebagian besar disebabkan oleh adanya rencana pemberian fasilitas dan perluasan basis pajak, terutama untuk komoditi ekspor. Sedangkan perubahan UU KUP, UU Kepabeanan,

(nama UAPPA-W)... Tahun 200X 2007676 (Unaudited/UnAaAudited) Target SUN neto ditetapkan sebesar Rp35,77 triliun dan surplus sebesar Rp214 miliar Realisasi pembayara n bunga dan biaya penerbitan SUN berdominas i Rupiah senilai Rp54,1 triliun Sumbanga n RDI selama

dan UU Cukai diperkirakan akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan, berkaitan dengan meningkatnya kepatuhan wajib pajak sebagai akibat dari menurunnya beban pajak, dan meningkatnya denda dan penalti. Dampak positif dari perubahan UU perpajakan terhadap perekonomian berkaitan dengan meningkatnya daya beli masyarakat akibat turunnya beban pajak yang akan meningkatkan permintaan domestik, dan selanjutnya akan meningkatkan produksi dalam negeri.

Dalam jangka panjang, reformasi tersebut diharapkan dapat menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan kompetitif, serta dapat lebih meningkatkan kepatuhan pajak dan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif di Indonesia. Dengan demikian, pada gilirannya akan dapat memberikan dampak pada meningkatnya penerimaan perpajakan, dan mendorong berkembangnya perekonomian dalam jangka panjang.

(Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2007).

Realisasi penerimaan pajak tersebut di atas ditentukan oleh beberapa faktor penentu yaitu indikator-indikator ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan nilai tukar. Selain itu penerimaan perpajakan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti harga minyak internasional. Harga minyak internasional yang yang mengalami kenaikan dari USD 51,8 per barel pada tahun 2005 menjadi USD 56,8 per barel TA 2006, tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak dari sektor pertambangan, khususnya PPh, PPN dan PBB. Hal ini karena terkompensasi oleh menurunnya realisasi

lifting minyak Indonesia. Tingkat suku bunga yang menurun di tahun 2006 secara keseluruhan tidak terlalu berpengaruh terhadap penerimaan perpajakan secara keseluruhan mengingat kontribusi yang relatif rendah dari PPh dari transaksi keuangan.

Yang perlu dicatat adalah walaupun penerimaan pajak TA 2006 meningkat, namun kontribusi penerimaan perpajakan terhadap total penerimaan dalam negeri hanya sekitar 64 persen atau lebih kecil dibandingkan dengan TA 2005 sebesar 70 persen. Dalam jangka panjang, diharapkan sumbangan sektor perpajakan semakin dominan terhadap penerimaan negara yang dapat mendukung ketahanan fiskal.

Perkembangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TA 2006 dipengaruhi juga oleh perkembangan berbagai variabel ekonomi makro dan langkah-langkah kebijakan Pemerintah antara lain: (i) optimalisasi dan intensifikasi PNBP, baik yang bersumber dari SDA, baik migas, pertambangan umum dan kehutanan, maupun non-SDA seperti telekomunikasi, kepolisian, pertanahan, pengembalian pinjaman RDI; (ii) peningkatan kesehatan dan kinerja BUMN yang disertai dengan penerapan good corporate governance; dan (iii) peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan dan penyetoran PNBP oleh kementerian negara/lembaga ke kas negara.

Realisasi PNBP TA 2006 adalah sebesar Rp226,9 triliun, atau meningkat sekitar Rp80 triliun dibanding dengan realisasi PNBP TA 2005

(nama UAPPA-W)... Tahun 200X 2007676 (Unaudited/UnAaAudited) tahun 2006 sebesar Rp8.877,99 miliar ke kas Negara dan realisasi pembiayaa n luar negeri minus Rp19,3 triliun

yang hanya sebesar Rp146,9 triliun. Jika kontribusi perpajakan terhadap penerimaan dalam negeri TA 2006 menurun 6 persen dibanding TA 2005 (TA 2006 sebesar 64 persen dan TA 2005 sebesar 70 persen), maka kontribusi PNBP TA 2006 meningkat sebesar 35 persen dibanding dengan kontribusi pada TA 2005 yang sebesar 30 persen. Rasio realisasi PNBP terhadap PDB adalah 6,8 persen. Kontribusi PNBP yang meningkat ini diharapkan dapat berlangsung terus dalam jangka panjang sehingga dapat mendukung kesinambungan fiskal. Rasio Penerimaan Perpajakan dan PNBP terhadap Pendapatan Negara pada TA 2005 dan 2006 dapat dilihat pada Grafik 8.

Grafik 8: Rasio Penerimaan Perpajakan dan PNBP terhadap Pendapatan Negara TA 2005 dan 2006

Realisasi Penerimaan Hibah TA 2006 mencapai Rp1,83 triliun atau 43,3 persen dari sasaran yang ditetapkan APBN-P TA 2006. Jika dibandingkan dengan TA 2005, realisasi Penerimaan Hibah TA 2006 meningkat tajam sebesar 41 persen dari sejumlah Rp1,3 triliun. Perkembangan hibah yang diterima oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga tahun terakhir terkait erat dengan terjadinya bencana alam yang melanda berbagai daerah khususnya di tahun 2006 seperti bencana alam dan gempa bumi dan gelombang tsunami yang menerpa sebagian besar wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias pada penghujung tahun 2004, yang kemudian disusul dengan gempa bumi di Pulau Simeuleu pada Maret 2005 dan gempa bumi yang melanda Provinsi DI Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 serta letusan gunung berapi.

Dalam dokumen 10 calk pendahuluan lk wilayah (Halaman 57-61)

Dokumen terkait