• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong

Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi (Suryanti, 2010).

Selanjutnya Suryanti (2010) mengemukakan bahwa, pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income. Menurut Standar Akuntasi Keuangan kata “income diartikan sebagai penghasilan dan kata revenue sebagai pendapatan. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan.

Sedangkan pendapatan menurut Soeharjo (1978), menyatakan bahwa selisih antara nilai produksi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pendapatan kotor usaha tani dalam jangka waktu tertentu merupakan nilai produksi total usaha tani, baik dijual maupun tidak. Jadi pendapatan kotor adalah pendapatan yang diperoleh dalam proses produksi dengan menghitung pengeluaran yang diberikan pada waktu pengelolaan lahan peternakan.

Besarnya produksi dan pendapatan yang diterima petani tidak hanya ditentukan oleh besarnya lahan usaha tani, tetapi kombinasi cabang usaha tani serta cara memilih cabang usaha tani mana yang menguntungkan dan memegang peranan penting dalam menentukan upaya petani untuk mempertimbangkan pola pengelolaan usaha taninya. Petani dalam mengelola usaha taninya selalu berupaya untuk mempertinggi hasil produksinya. Selain itu, tenaga kerja dan efisiensi produksi juga mempengaruhi tingkat pendapatan. Untuk mengetahui tingkat pendapatan yang dapat diterima atau yang dapat diperoleh dari suatu kegiatan usaha tani dapat diukur dengan suatu alat analisis. Kegunaan alat analisis ini penting bagi pemilik faktor produksi, karena ada dua tujuan analisis pendapatan yaitu, menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan dan menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha. Bagi petani, analisis pendapatan berguna untuk memberikan bantuan atau mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak (Soeharjo, 1978).

Selanjutnya Soeharjo (1978), perlunya analisis usaha tani bukan saja untuk kepentingan petani, tetapi juga untuk para penyuluh pertanian. Dalam melakukan analisis usaha tani berarti ingin mengetahui berapa besar keuntungan yang diperoleh petani dalam mengusahakan usaha taninya. Analisis biaya seringkali berguna bagi petani dan pengelola hasil-hasil pertanian dalam membuat keputusan, menentukan apakah suatu usaha tani menguntungkan atau tidak dan memungkinkan luas usaha yang akan dikelola. Biaya dalam unit usaha tani, mempunyai peranan yang amat penting dalam pengambilan keputusan. Besarnya

biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sesuatu, menentukan besarnya harga pokok dari produk yang dihasilkan.

Menurut Surya (2009), menyatakan bahwa beberapa karakteristik sosial peternak yang diduga berpengaruh terhadap penentu pendapatan usaha sapi potong para peternak yaitu:

1. Skala Usaha/Jumlah Ternak

Usaha yang bersifat tradisional diwakili oleh petani dengan lahan sempit yang mempunyai 1-5 ekor ternak. Berdasarkan kepemilikan lainnya, petani Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) petani yang tidak memiliki lahan (landless labor); (2) petani pemilik lahan; dan (3) petani pemilik penyewa penggarap, artinya selain menyewa lahan juga memiliki lahan sendiri.

Tipe lahan yang akan digunakan untuk usahatani, termasuk usaha peternakan harus diselidiki dahulu tingkat kesuburannya. Pada dasarnya lahan yang baik dapat ditingkatkan kesuburannya, tetapi lahan yang kurus juga dapat ditingkatkan kesuburannya. Lahan harus sesuai untuk ditanami jagung, rumpur-rumput dan leguminosa.

2. Umur Peternak

Semakin tinggi usia seseorang semakin kecil ketergantungannya kepada orang lain atau semakin mandiri. Semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun ) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengedopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. Para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan

pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Petani ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru.

3. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu, dengan semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan akan semakin berkembang.

Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia. Seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mampu memanfaatkan potensi didalam maupun diluar dirinya dengan lebih baik. Orang itu akan menemukan pekerjaan yang paling tidak setara dengan pendidikannya kerja.

4. Pengalaman Beternak

Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap penerima inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian. Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputam atau penguat, disamping itu

faktor pengalaman yang memiliki peternak masyarakat sangat mencantunkan pula perkembangan peternakan didaerah itu.

5. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Tenaga kerja berikan erat dengan konsep penduduk, dalam hal ini pengertian tenaga kerja adalah semua penduduk usia kerja (17-65 tahun) yakni penduduk yang potensial dapat bekerja dan yang tidak bekerja tetapi siap untuk bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja pria, wanita, dan tenaga kerja anak-anak yang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga.

6. Biaya Produksi Usaha Peternakan

Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Selanjutnya biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk pengadaan prasarana dan sarana produksi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi serta menjadikan barang tertentu menjadi produk, dan termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar.

Biaya mencangkup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya usaha tani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu: (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap

ini dibeli dimasukkan dalam biaya tunai, sedangkan untuk sarana produksi yang tidak dibeli, dimasukkan dalam biaya diperhitungkan.

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya minimal yang harus dikeluarkan oleh suatu perusahaan agar dapat memproduksi barang atau jasa. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh banyak sedikitnya produk atau jasa yang dihasilkan, nilainya tetap dan tidak berubah.

Biaya tetap (fixed cost) merupakan total rupiah yang harus dikeluarkan perusahaan, walaupun tidak berproduksi, biaya tetap tidak dipengaruhi oleh setiap perubahan kuantitas output. Biaya tersebut terdiri dari biaya seperti pembayaran kontrak atas bangunan sewa peralatan, pembayaran bunga atas utang, pembayaran gaji pegawai tetap dan lain sebagainya.

b. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya tergantung dari sedikit atau banyaknya produk dan jasa yang akan dihasilkan. Semakin besar produk yang ingin dihasilkan, biaya tidak tetap akan semakin tinggi dan sebaliknya. Contoh dari biaya ini adalah biaya material produksi. Semakin banyak produk yang ingin dihasilkan, maka material yang dibutuhkan juga akan semakin banyak dan biaya nya otomatis ikut menjadi banyak.

Biaya variabel adalah biaya yang berubah dalam jangka pendek menurut besarnya produksi seperti upah, bahan mentah, bahan bakar, tenaga, biaya, pengangkutan dan sebagainya.

7. Modal Usaha

Modal merupakan segala sesuatu baik berupa uang maupun keseluruhan barang-barang yang masih ada dalam proses produksi dan digunakan untuk biaya usaha. Dalam melakukan suatu usaha perlu ada modal untuk menjelaskan usaha tersebut seperti usaha peternakan sapi potong membutuhkan modal yang cukup.

Keuntungan yang diperoleh petani merupakan hasil pengurangan dari penerimaan total dengan biaya total, yang ditulis dengan rumus sebagai berikut :

П = TR – TC ... (Soekartawi, 1994) Dimana :

П = Keuntungan/Pendapatan

TR = Total Penerimaan (Total Revenue) TC = Total Biaya (Total Cost)

Berdasarkan rumus tersebut, maka harus diketahui terlebih dahulu berapa total penerimaan (total revenue), dimana penerimaan itu sendiri adalah hasil perkalian dari jumlah produksi dikalikan dengan harga produksi, dengan rumus sebagai berikut :

TR = Y.Py ...(Soekartawi, 1994) Dimana :

TR = Total penerimaan (Total Revenue) Y = Jumlah produksi

Sedangkan biaya total (total cost) yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan dari proses usaha tani itu sendiri, yang dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :

TC = TVC + TFC ...(Prawirokusumo, 1990) Dimana :

TC = Biaya total (Total Cost)

TVC = Biaya total variabel (Total Variable Cost) TFC = Total biaya tetap (Total Fixed Cost)

Yang dimaksud dengan TVC (Total Variable Cost) adalah biaya yang berubah jika luas usaha tani berubah, atau mempengaruhi besar kecilnya produksi. Sedangkan TFC (Total Fixed Cost) adalah biaya yang tidak mempunyai kaitan dengan besar kecilnya produksi. Penentuan yang termasuk dalam biaya tetap dan biaya variabel tergantung pada sifat dan waktu pengambilan keputusan. Dengan mengetahui jumlah penerimaan total dan jumlah pengeluaran total, maka seorang petani akan dengan mudah untuk mengetahui apakah usaha tani yang dikelolanya menguntungkan atau merugikan (Prawirokusomo, 1990).

Selanjutnya Prawirokusomo (1990), pendapatan kotor usaha tani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual atau yang tidak dijual. Selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total usaha tani disebut pendapatan bersih usaha tani (net farm income). Pendapatan bersih usaha tani, mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktornya masih bisa diubah dalam batas-batas kemampuan petani, tetapi ada faktor-faktor yang tidak bisa

diubah, yaitu iklim dan jenis tanah. Kemampuan petani untuk mempengaruhi iklim dan jenis tanah masih terbatas.

Dokumen terkait