• Tidak ada hasil yang ditemukan

ax,Rk atau P = 7.850 G5/2DL pada sesaran sambungan 0,015 in., dimana P = beban maksimum (pounds); L = penetrasi paku kedalam kayu (in.); G = kerapatan atau berat jenis kayu berdasarkan berat per volume pada kadar air 12%; D = diameter paku (in.) (FPL, 1999). Berbeda dengan pendekatan standar Amerika (AWC, 2005), dimana pada percobaan II ini nilai kekuatan lentur leleh paku (Fyb) pada rumus Z digantikan dengan kekuatan lentur paku (Fb), sedangkan pada pendekatan standar Uni Eropa, EC5 (Porteous dan Kermani, 2007) penghitungan Z atau Fd,1 betul-betul menggunakan momen lentur pada batas leleh (My,Rk

).

Percobaan III - Pendekatan Empiris

Percobaan III dalam penelitian ini merupakan uji empiris (laboratorium) dalam rangka menentukan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda pada berbagai diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu tropis Indonesia.

Pada pengujian sambungan tarik sangat sulit menentukan beban maksimumnya. Dalam pengujian kekuatan kayu sebagai bahan pada saat mencapai beban maksimum (bahan telah mengalami kerusakan) umumnya tidak akan terjadi peningkatan beban lagi walaupun pengujian terus dilanjutkan. Keadaannya berbeda untuk pengujian sambungan tekan batang kayu, dimana beban akan meningkat terus walaupun telah dicapai beban maksimum atau kerusakan awal dari sambungan. Hal ini disebabkan karena setelah beban maksimum pertama dicapai dan pengujian tetap dilanjutkan terjadi pemadatan sel-sel kayu yang dapat menyebabkan penambahan beban lagi. Oleh karena itu pada pengujian sambungan geser ganda akibat beban uni-aksial tekan tersebut perlu

39 ditentukan berapa besarnya beban yang terjadi pada displacement (sesaran) tertentu. Pada penelitian ini ditentukan nilai Z tersebut pada beberapa sesaran, yaitu pada sesaran 0,38 mm (FPL, 1999); 0,80 mm (Standar Australia); 1,50 mm (PPKI,1961) dan pada sesaran 5,00 mm. Pada tiga sesaran yang disebutkan pertama diasumsikan bahwa beban yang bekerja pada sambungan masih berada di daerah elastis-linier dari kurva gaya-sesaran. Sedangkan pada sesaran yang disebutkan terakhir standar pengujian sambungan geser ganda mengindikasikan bahwa pada sesaran 5,00 mm baik single maupun double shear connections diasumsikan telah mengalami kerusakan/kehancuran/keruntuhan (daerah plastis-inlinier). Nilai disain lateral Z kekuatan sambungan geser ganda menurut berbagai sesaran ini diperoleh secara empiris melalui pengujian di laboratorium. Pengujian sambungan geser ganda disajikan pada Gambar 8.

Disamping nilai Z menurut berbagai sesaran yang diperoleh secara empiris tersebut dilakukan pula penentuan beban pada batas proporsional dan batas maksimum. Pendekatan untuk menetapkan batas proporsional dilakukan dengan cara memotong persamaan regresi linier sederhana pada daerah elastis (garis A) dengan persamaan regresi polynomial pada daerah plastis (garis B) dari kurva gaya-sesaran. Sedangkan beban pada titik ultimat/maksimum diperoleh dengan cara memotong persamaan regresi polynomial daerah plastis (garis B) dengan persamaan regresi linier sederhana daerah inelastis/plastis (garis C) dari kurva gaya-sesaran, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b) (c)

Gambar 8 Pengujian sambungan geser ganda dengan pembebanan uni-aksial tekan : (a) UTM Baldwin, (b) contoh uji dengan 6 batang paku dan (c) contoh uji dengan 10 batang paku

40 Beban (N)

Sesaran (mm)

Gambar 9 Batas proporsional dan maksimum pada kurva beban-sesaran

Nilai-nilai disain lateral Z yang diperoleh melalui pendekatan teoritis (percobaan I) dan pendekatan hibrida (percobaan II) diperbandingkan terhadap nilai Z hasil pengujian empiris (percobaan III), terutama yang didasarkan atas standar Amerika Serikat (AWC, 2005), Australia (SAA) dan Indonesia (PKKI 1961). Analisis perbandingan ini dilakukan untuk melihat sampai seberapa jauh deviasi nilai Z yang terjadi baik melalui pendekatan teoritis, hibrida maupun pendekatan empiris. Alur pemikiran penelitian sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja disajikan pada Gambar 10.

Untuk mengetahui perilaku dan menentukan besar pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu, maka data pengamatan diolah dan dianalisis dengan menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan kelompok/blok 3 x 4 x 10. Faktor ukuran diameter paku (A) terdiri dari 3 variasi, yaitu A1= 4,1 mm, A2= 5,2 mm, A3= 5,5 mm dan faktor jumlah paku (B) terdiri dari 4 variasi, yaitu B1=4 buah, B2=6 buah, B3=8 buah dan B4=10 buah. Sedangkan faktor jenis kayu (C) merupakan kelompok/blok terdiri dari 10 jenis, yaitu C1=sengon, C2=nangka, C3=meranti merah, C4=borneo super, C5=punak, C6=rasamala, C7=mabang, C8=kempas, C9=kapur dan C10

Y

=bangkirai. Dalam setiap satuan percobaan dilakukan tiga kali ulangan. Model umum statistik linier dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

41 Yijk

µ

= rataan umum

= nilai pengamatan pada factor A taraf ke-i factor B taraf ke-j pada ulangan ke-l

Ai

B

= pengaruh utama faktor A taraf ke-i

j

(AB)

= pengaruh utama faktor B taraf ke-j

ij

C

= pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

k

ε

ijkl = pengaruh kelompok/blok C taraf ke-k = kesalahan (galat) percobaan pada faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j kelompok/blok C taraf ke-k ulangan ke-l.

Apabila pengaruh faktor utama dan kelompok/blok atau interaksi antar faktor utama nyata pada tingkat kepercayaan 95% atau 99%, maka pengolahan dan analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji beda wilayah Duncan.

Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis regresi linier sederhana adalah MINITAB v.15.1 dan untuk analisis sambungan dengan metode elemen hingga menggunakan perangkat lunak ADINA v.8.5.2.

PERCOBAAN I (TEORITIS) PERCOBAAN II (TEORITIS-EMPIRIS) PERCOBAAN III (EMPIRIS)

Gambar 10 Diagram alir penelitian kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja sepuluh jenis kayu

42 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu

Berat jenis dan atau kerapatan kayu merupakan salah satu sifat fisik utama disamping kadar air kayu yang mempunyai korelasi kuat dengan sifat mekanik atau kekuatan kayu. Pada kayu kecil bebas cacat umumnya peningkatan BJ kayu berbanding lurus dengan kekuatannya. Sebaliknya kekuatan dan kekakuan kayu meningkat justeru dengan menurunkan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Rataan berat jenis dan kerapatan 10 jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 11. Sebaran rataan berat jenis tersebut sangat bervariasi dari terendah kayu sengon (0,27) sampai dengan tertinggi kayu bangkirai (0,76). Sebaran berat jenis ini sejalan dengan kerapatan kayu, dimana kayu sengon memiliki kerapatan rata-rata terendah (0,31 g/cm3) dan bangkirai tertinggi (0,89 g/cm3). Selain sengon kayu lainnya memiliki berat jenis dan atau kerapatan dengan klasifikasi sedang sampai tinggi. Berat jenis kayu yang ditentukan berdasarkan berat kayu tanpa air dapat dijadikan dasar dalam mengelompokkan kayu yang diteliti menjadi beberapa klasifikasi, yaitu sangat rendah (sengon), sedang (nangka, m.merah, b.super, punak dan rasamala), tinggi (mabang, kempas dan kapur) dan sangat tinggi (bangkirai).

Keterangan : Angka dalam kurung adalah KA kayu (%)

43 Gambar 11 memperlihatkan rataan kerapatan 10 jenis kayu tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rataan berat jenisnya. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh pengaruh kadar air contoh uji saat pengukuran. Sebaran rataan kadar air bervariasi dari terendah kayu sengon (13,28%) sampai dengan tertinggi kayu rasamala (22,54%). Kadar air seluruh jenis kayu yang diteliti berada dibawah kadar air titik jenuh serat (diasumsikan 30%) namun empat jenis diperkirakan belum mencapai kadar air kesetimbangan (KAK), yaitu kayu mabang, borneo super, rasamala dan kapur (Gambar 9). Kadar air kesetimbangan di daerah Bogor dan sekitarnya berkisar dari 12-18% tergantung suhu (T) dan kelembaban udara relatif (RH) saat itu. Perbedaan kadar air ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu, tempat tumbuh dan umur dari pohon. Tingginya kadar air rata-rata keempat jenis kayu tersebut (≥ 18%) menunjukkan bahwa waktu pengeringan alami selama 75 hari dianggap belum mampu menurunkan kadar air kayu tersebut hingga mencapai KAK dengan T dan RH lingkungan sekitarnya.

Hasil selengkapnya pengujian kadar air, berat jenis dan kerapatan jenis kayu yang diteliti disajikan pada Lampiran 1, 3 dan 5 serta hasil rataannya disajikan pada Lampiran 2, 4 dan 6. Gambar 12 berikut ini menyajikan sebaran rataan kadar air sepuluh jenis kayu yang diteliti.

44 Beban Ijin Tekan dan Tarik Sejajar Serat Kayu

Kekuatan tekan dan tarik maksimum sejajar serat kayu hasil uji laboratorium yang telah direduksi dengan faktor keamanan dinamakan sebagai tegangan ijin. Apabila tegangan ijin ini dikalikan dengan luas penampang batang kayu maka akan diperoleh beban ijin. Faktor keamanan untuk softwood adalah 1/(2,1) dan hardwood 1/(2,3). Rataan beban ijin tekan dan tarik sejajar serat kayu 10 jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 13. Sebaran rataan beban ijin tekan sejajar serat sangat bervariasi dari terendah kayu sengon 65.843 N dan tertinggi kayu bangkirai 196.114 N. Gambar 13 menunjukkan bahwa peningkatan beban ijin tekan ini tidak selalu berbanding lurus dengan bertambahnya kerapatan kayu. Pada penelitian ini kayu rasamala dengan kerapatan tinggi (0,71) menghasilkan rataan beban tekan maksimum sejajar serat (99.157 N) lebih rendah dibandingkan kayu nangka (129.077 N), meranti merah (124.520 N), borneo super (144.131 N) dan punak (129.674 N) walaupun empat jenis kayu yang disebutkan terakhir memiliki kerapatan ≤ 0,66.

Menurut Courney (2000) perilaku tekan bahan padat seluler seperti kayu diantaranya dipengaruhi oleh tebal dinding sel dan distribusi kerapatan kayu tersebut. Beery et al. (1983) menyatakan bahwa perilaku elastis lebih tergantung

pada kerapatan daripada karakteristik anatomi kayu. Perbedaan kuat tekan

penelitian ini disebabkan rataan KA dan juga berarti ρ rasamala lebih tinggi dibandingkan rataan KA dan ρ keempat jenis kayu tersebut. Pola sebaran ρ ini fenomenanya sama seperti BJ kayu tersebut. Selain faktor KA kayu rasamala bersifat regas. Gejala ini sama dengan kayu kapur walaupun kerapatannya (0,80) lebih tinggi dibandingkan kayu kempas (0,76) tetapi rataan beban ijin tekannya (166.477 N) lebih rendah dari kayu kempas (188.446 N). Perbedaan kekuatan antar jenis kayu ini menandakan bahwa ikatan antar sel penyusunnya terutama antar sel jari-jari kayu dan antara sel jari-jari dengan sel didekatnya diduga kurang kuat, sehingga ketahanan dalam mendukung atau menahan beban tekan menjadi rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerapatan atau berat jenis bukan merupakan satu-satunya peubah atau variabel utama semata dalam

45 menentukan kekuatan suatu jenis kayu. Walaupun secara umum terdapat tendensi yang sangat kuat bahwa kerapatan berbanding lurus dengan kekuatan kayu.

Keterangan : Angka dalam kurung adalah kerapatan kayu (g/cm3

Gambar 13 Beban ijin tekan sejajar serat dan tarik sejajar serat sepuluh jenis kayu )

Pada Gambar 13 terdapat kecenderungan pola sebaran rataan beban ijin tekan ini sejalan dengan beban ijin tarik, namun pada beberapa kayu masih terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Kayu nangka, meranti merah, punak dan rasamala memiliki rataan kuat tekan sejajar serat lebih rendah dibandingkan dengan kayu borneo super tetapi keempat kayu tersebut justeru memiliki kuat tarik yang lebih tinggi bahkan kayu punak perbedaan kekuatan tersebut sangat signifikan. Tampaknya kayu borneo super memiliki kerapatan dan kuat tekan sejajar serat yang tinggi tetapi tidak sebanding dengan kuat tariknya. Sebenarnya rataan beban ijin tarik ini bersifat mendekati linier karena diturunkan dan diperoleh dari persamaan empiris kekuatan tarik sejajar serat (Tjondro, 2007) Ft//

= 172,5 G1,05, dimana G adalah berat jenis kayu dimana volume contoh uji ditentukan pada rentang kadar air 12-15%. Namun dengan pertimbangan faktor penyesuaian kekuatan dan kekakuan kayu pada kadar air maksimal 19% dan 15% (ASTM D 143-2000) sebaran rataan beban tarik sejajar serat 10 jenis kayu menunjukkan pola yang lebih mendekati rataan beban tekan sejajar serat dibandingkan pola sebaran BJ atau kerapatan kayu. Adapun rataan beban ijin tekan sejajar serat kayu diperoleh dari uji empiris contoh kecil bebas cacat.

46 Kekuatan tekan maksimum sejajar serat mempunyai hubungan yang positif dengan kekuatan tarik. Dimana secara keseluruhan dari dua sifat ini, semakin tinggi kerapatan kayu maka kekuatan dalam menahan beban tarik dan tekan sejajar serat akan semakin besar pula. Besarnya nilai kerapatan kayu dan tekan maksimum sejajar serat digunakan untuk menduga kekuatan atau kemampuan paku sebagai alat sambung dalam menekan/membenam/melekat pada kayu. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu dengan kerapatan dan kekuatan tekan maksimum sejajar serat yang tinggi kekuatan paku untuk membenam/melekat dalam kayu yang dicirikan oleh nilai beban ijin total (nilai disain total T) dan beban ijin per paku (nilai disain lateral Z) pada pengujian kekuatan sambungan geser ganda seharusnya lebih tinggi pula. Akan tetapi pernyataan tersebut tidak selalu berbanding lurus, terbukti pada kayu rasamala meskipun memiliki kerapatan paling tinggi akan tetapi kekuatan sambungan geser ganda dan tekan maksimum sejajar serat yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kayu nangka, borneo super dan punak yang kerapatannya lebih rendah. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa selain dipengaruhi oleh kerapatan atau berat jenis kayu, kekuatan sambungan tarik dan kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu juga dipengaruhi oleh faktor kadar air, struktur anatomi dan kuat-tidaknya ikatan antar sel-sel penyusun kayu.

Nilai Disain Lateral Z Sambungan Geser Ganda Percobaan I - Pendekatan Teoritis

Rataan nilai disain lateral (Z) sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja sepuluh jenis kayu selanjutnya cukup disebut rataan Z sambungan geser ganda menurut diameter paku disajikan pada Lampiran 11. Hasil perhitungan rataan Z sambungan geser ganda pada Lampiran 11 yang diperoleh secara teoritis dari persamaan batas kekuatan memperlihatkan bahwa mode kerusakan IV (bentuk kerusakan sendi plastik pada kedua bidang geser) memberikan nilai Z minimum untuk semua diameter paku dan jenis kayu. Kecuali kayu sengon dengan diameter paku 4,1 mm (601 N) dan 5,2 mm (682 N) mode kerusakannya Im (kerusakan terjadi pada batang kayunya). Dengan demikian

47 batang kayu sengon dengan kerapatan 0,31 tidak mampu menahan kekuatan tumpu paku (diameter 4,1 mm dan 5,2 mm) disekitar lubang paku sehingga batang kayu tersebut robek atau belah sedangkan sumbu batang pakunya masih utuh. Pada prinsipnya gaya atau beban yang bekerja pada pengujian kekuatan tumpu paku adalah kombinasi antara gaya yang menggeser sejajar serat kayu dengan gaya yang mendesak atau menekan tegak lurus serat kayu disekitar lubang paku. Apabila kekuatan geser sejajar dan tekan tegak lurus serat kayu disekitar lubang paku lebih rendah dari kekuatan tumpu paku maka terjadi retak atau belah pada kayu tersebut. Gambaran pola sebaran rataan Z sambungan geser ganda menurut mode kerusakan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Pola sebaran rataan Z menurut mode kerusakan untuk setiap diameter paku

Gambar 14 juga menunjukkan bahwa mode Is (kerusakan pada pelat sisi baja) merupakan bentuk kerusakan yang kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi seperti ditunjukkan dengan nilai Z yang sangat tinggi (>23.800 N) untuk ketiga diameter paku dibandingkan tiga mode lainnya (<5.700 N). AWC (2005) menyediakan 4 mode kerusakan dari persamaan batas leleh (Z) sambungan geser ganda, sedangkan Tjondro (2007) menyatakan bahwa pada sambungan kayu dengan penyambung pelat baja ada tiga ragam keruntuhan (mode kerusakan) yang dapat terjadi, yaitu mode Im, IIIs dan IV. Dengan demikian pernyataan Tjondro sangat sejalan dengan penelitian ini, karena nilai Z yang diperoleh tidak logis atau

48 sangat tinggi. Nilai disain lateral minimum menunjukkan bahwa mode kerusakan yang terjadi pada sambungan geser ganda tersebut merupakan bentuk kerusakan yang paling kritis dan paling dulu terjadi dibandingkan mode kerusakan lainnya. Dengan demikian nilai Z minimun ditetapkan sebagai nilai disain struktural untuk praktek konstruksi kayu di lapangan pada sambungan yang sedang diamati.

Selanjutnya data dan pola sebaran rataan Z sambungan geser ganda dari

mode kerusakan IV disajikan pada Gambar 15. Pola sebaran Z seperti

diperlihatkan pada Gambar 15 menunjukkan adanya kecenderungan umum bahwa

semakin tinggi BJ atau kerapatan kayu maka semakin tinggi pula rataan Z

sambungan geser ganda untuk semua diameter paku kecuali kayu nangka. Kayu

nangka memiliki serat terpadu (interlocked grain) yang diduga dapat

meningkatkan nilai disain lateral Z.

Gambar 15 Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV)

Fenomena pada Gambar 15 memperlihatkan bahwa peranan tebal dinding sel kayu sangat tinggi dalam menentukan besar nilai disain lateral Z. Demikian halnya diameter paku, makin besar diameter paku maka semakin besar pula rataan

Z untuk semua jenis kayu. Pada percobaan I ini, model regresi polynomial

merupakan bentuk hubungan atau persamaan yang terbaik untuk menduga rataan

49 Gambar 16 Kurva model regresi polynomial hubungan antara nilai disain lateral Z

dengan berat jenis dari sepuluh jenis kayu

Pada Gambar 16 kurva nilai disain lateral Z diameter paku 5,5 mm berada diatas kurva diameter paku 5,2 dan 4,1 mm. Demikian halnya garis kurva 5,2 mm diatas kurva 4,1 mm. Berdasarkan kecenderungan ini dapat dikatakan bahwa rataan Z semakin meningkat dengan meningkatnya diameter paku.

Rasio beban ijin tarik sejajar serat kayu terhadap nilai disain lateral Z

sangat bervariasi dari 88 kali (kayu rasamala dengan Ø paku 5,2; 5,5 mm) sampai dengan 165 kali (kayu sengon dengan Ø paku 4,1 mm), tergantung dari kerapatan kayu dan diameter paku. Terdapat kecenderungan semakin besar diameter paku rasio tersebut semakin menurun untuk semua jenis kayu, sedangkan pengaruh kerapatan atau jenis kayu tidak berpola. Namun demikian rasio tersebut untuk paku berdiameter 5,2 mm relatif sama atau tidak berbeda nyata dengan paku 5,5 mm. Rasio ini menggambarkan bahwa untuk mencapai kekuatan terbesarnya sambungan geser ganda dengan paku berdiameter kecil membutuhkan paku dalam jumlah lebih banyak dibandingkan paku diameter besar. Walaupun angka-angka rasio beban ijin tekan sejajar serat kayu terhadap nilai disain lateral Z besarnya sekitar 0,5 kali bila dibandingkan dengan rasio beban ijin tariknya, namun demikian fenomena atau pola sebaran rasio tersebut relatif sama antara beban ijin tekan sejajar dengan tarik sejajar serat kayu.

50 Percobaan II - Pendekatan Teoritis dan Empiris

Formula Amerika Serikat

Data hasil perhitungan nilai disain lateral Z (lb) yang diperoleh

berdasarkan percobaan II (pendekatan teoritis dan empiris) didasarkan pada rumus/formula Amerika Serikat (AWC, 2005). Nilai disain lateral Z tersebut dan nilai rataannya dalam Newton (N) masing-masing disajikan pada lampiran 15 dan 16. Sama halnya dengan percobaan I, maka hasil perhitungan rataan Z (Lampiran 16) memperlihatkan bahwa mode kerusakan IV (bentuk kerusakan engsel/sendi plastis pada kedua bidang geser) memberikan nilai Z minimum untuk semua diameter paku dan tujuh jenis kayu yang diteliti. Selanjutnya data dan pola sebaran rataan Z dari mode kerusakan IV diperlihatkan pada Gambar 17.

Gambar 17 Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda tujuh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(AWC, 2005)

Pola sebaran Z pada Gambar 17 menunjukkan adanya kecenderungan

umum bahwa semakin tinggi BJ atau kerapatan kayu maka semakin tinggi pula rataan Z untuk semua jenis kayu kecuali kayu kapur-diameter paku 5,2 mm dan 5,5 mm nilai Z-nya lebih rendah dibandingkan kayu kempas. Perbedaan tersebut terutama disebabkan kempas memiliki serat terpadu (interlocked grain) sehingga untuk paku berdiameter besar dapat meningkatkan embedding strength (kekuatan

51 lekat/benam paku). Fenomenanya hampir sama untuk kayu mabang-diameter paku 5,5 mm dibandingkan dengan kayu punak.

Fenomena pada Gambar 17 membuktikan bahwa peranan tebal dinding sel kayu sangat tinggi dalam menentukan besar nilai disain lateral Z sambungan geser ganda. Pola sebaran rataan Z sedikit berbeda menurut diameter paku, dimana semakin besar diameter paku tidak selalu diikuti dengan peningkatan rataan Z untuk semua jenis kayu. Pada empat jenis kayu yang tergolong memiliki

BJ tinggi (mabang, kempas, kapur dan bangkirai) rataan Z sambungan geser

ganda dengan paku 5,2 mm justeru lebih tinggi dibandingkan paku diameter lebih besar (5,5 mm). Paku dengan diameter besar bila ditekan dengan beban merata sepanjang sumbu batang pakunya dimana arah beban sejajar serat kayu maka cenderung menggeser atau membelah kayu lebih besar dibandingkan paku diameter kecil. Kualitas fisik paku salah satunya BJ paku juga mempengaruhi nilai disain lateral Z sambungan geser ganda. Paku diameter 5,2 mm memiliki BJ (8,05) jauh lebih tinggi dibandingkan dua paku lainnya. Paku diameter 4,1 mm

dan 5,2 mm masing-masing memiliki BJ 7,15 dan 7,37. Perbedaan BJ ini

menunjukkan bahwa kualitas paku berdiameter 5,2 mm lebih baik dibandingkan paku 4,1 mm dan 5,5 mm karena kemungkinan kandungan unsur bajanya lebih tinggi.

Formula Uni Eropa

Data hasil perhitungan nilai disain lateral Z (N) yang diperoleh

berdasarkan percobaan II (pendekatan teoritis dan empiris) didasarkan pada standar Uni Eropa (EC5) (Porteous dan Kermani, 2007). Rataan nilai disain lateral

Z tersebut disajikan pada lampiran 18. Dibandingkan standar Amerika (AWC,

2005) maka nilai-nilai disain lateral Z menurut EC5 sedikit lebih tinggi, yaitu berkisar dari terendah 2736 N (sengon - Ø paku 4,1 mm) sampai dengan tertinggi 6638 N (bangkirai - Ø paku 5,5 mm). Pola sebaran Z seperti diperlihatkan pada Gambar 18 juga menunjukkan adanya kecenderungan umum bahwa semakin tinggi BJ atau kerapatan kayu maka semakin tinggi pula rataan Z untuk semua jenis kayu kecuali kayu kapur-diameter paku 4,1; 5,2; dan 5,5 mm nilai Z-nya lebih rendah dibandingkan kayu kempas. Perbedaan ini terutama disebabkan

52

kempas memiliki serat terpadu (interlocked grain) sehingga untuk paku

berdiameter besar dapat meningkatkan kekuatan tumpu paku atau embedding

strength (kekuatan lekat/benam paku kedalam batang kayu). Hal yang sama atau fenomena yang serupa juga terjadi pada kayu mabang–diameter paku 5,5 mm nilai disain lateral Z-nya lebih rendah dibandingkan kayu punak, walaupun BJ kayu yang disebutkan terakhir lebih rendah dibandingkan kayu mabang.

Gambar 18 Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda tujuh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(EC5; Porteous dan Kermani, 2007)

Gambar 18 juga memperlihatkan fenomena yang berbeda dimana sebaran nilai Z untuk paku diameter 5,5 mm lebih tinggi dibandingkan paku diameter 5,2

mm untuk semua jenis kayu. Disamping itu nilai disain lateral Z semakin

meningkat dengan meningkatnya diameter paku untuk hampir semua jenis kayu (EC5, 2007). Fenomena ini berbeda menurut AWC (2005) dimana nilai disain lateral Z paku diameter 5,2 mm lebih tinggi dibandingkan paku 5,5 mm.

Apabila variabel momen lentur paku didasarkan atas beban maksimum, maka garis kecenderungan nilai-nilai Z yang diperoleh menurut EC5 (Porteous dan Kermani, 2007) berada diatas atau akan lebih besar lagi dibandingkan pendekatan AWC (2005), baik untuk semua jenis kayu menurut masing-masing diameter paku. Nilai disain lateral Z yang diuraikan di atas didasarkan atas

53 momen lentur leleh paku karakteristik atau characteristic nail fastener yield

Dokumen terkait