• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Klaster dalam Pengembangan Agroindustri Gambir

5 PERBAIKAN AGROINDUSTRI GAMBIR

3. Pengembangan Produk Hilir Gambir dan Diversifikasi Produk

5.6 Pendekatan Klaster dalam Pengembangan Agroindustri Gambir

Hasil survei dan diskusi dengan berbagai pihak memberikan gambaran tentang permasalahan dalam agroindustri gambir yang sangat kompleks serta meliputi berbagai aspek seperti pemasaran, pemodalan, teknologi, kelembagaan dan sebagainya. Selain itu, persoalan dalam bisnis yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama tersebut memerlukan keterlibatkan berbagai pihak baik swasta, pemerintah maupun lembaga yang bertugas mengembangkan teknologi seperti perguruan tinggi maupun lembaga penelitian. Untuk pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang, diperlukan penanganan permasalahan dan perencanaan yang menyeluruh dengan keterlibatan berbagai pihak.

Mengingat kegiatan produksi gambir melibatkan banyak petani yang berada dalam wilayah yang berdekatan, maka dalam penyusunan rencana pengembangan pendekatan klaster industri diharapkan dapat menghasilkan perbaikan mendasar yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Di samping itu, keterlibatan berbagai pihak dalam klaster diharapkan dapat mendukung keberlanjutan agroindustri gambir Indonesia pada masa yang akan datang. Berbagai pihak yang terlibat dalam klaster serta peran masing-masing pihak dapat dilihat pada model klaster agroindustri gambir pada Gambar 35.

Dalam pengembangan klaster, perlu disiapkan kelembagaan yang solid dan mampu mengkaji berbagai permasalahan dalam agroindustri gambir, melakukan perencanaan pengembangan, memperluas pasar dan sebagainya. Lembaga tersebut bekerja dalam rantai pasok gambir serta membantu dalam perolehan bantuan permodalan bagi anggota dari kerjasama dengan lembaga keuangan dan perbankan dalam klaster. Selain itu, lembaga tersebut juga dapat berfungsi sebagai penyangga kebutuhan keuangan anggota terutama pada saat ada masalah yang terkait dengan produksi (misal rendahnya produksi daun gambir) ataupun saat anggota terdesak oleh kebutuhan yang penting.

Dalam pengembangan klaster gambir dipertimbangkan untuk mengembangkan sistem kerja sama permodalan berdasarkan konsep bagi hasil dan bagi resiko yang memungkinkan resiko terbebankan secara seimbang di antara

111

anggota klaster. Dengan klaster yang kuat, maka petani dan pengolah akan memiliki posisi yang seimbang dengan pedagang dalam kedudukannya sebagai anggota klaster. Terkait dengan pedagang pengumpul hingga eksportir, perlu dibangun sistem yang lebih pendek dan kepada pedagang yang ada saat ini diberi pilihan untuk ikut dalam klaster dengan sistem yang disiapkan. Jika pihak pedagang tersebut tidak bersedia mengikuti sistem yang ditawarkan, maka otomatis yang bersangkutan tidak terikat kerja sama dengan petani dan pengolah gambir yang ada.

Gambar 35. Model Klaster Agroindustri Gambir (diadaptasi dari Pahan, 2007)

Pemerintah Pusat

Kebijakan investasi asing Kebijakan ekspor

Kebijakan pendanaan khususnya industri Mikro dan Kecil

Penyediaan infrastruktur Standarisasi dan Sertifikasi

Pemasaran Dalam negeri Ekspor MANAJEMEN KLASTER Industri Hulu Perkebunan Pengolah gambir masyarakat Pengolah gambir lainnya Industri Inti Katekin Tanin Nano gambir Nano Katekin Pewarna alami Senyawaan lain Industri Hilir Farmasi Kosmetika Penyamak Kulit Pewarna Batik dan tekstil Industri lainnya Industri Terkait

Perbengkelan, penyedia alat dan mesin pertanian/pengolahan Transportasi

Pergudangan Bibit gambir Pupuk dan pestisida

Pemerintah Daerah Administrasi dan regulasi daerah Koordinasi lintas sektor Penyediaan sarana dan prasarana Penyusunan master plan dan tata ruang wilayah Kebijakan pengembangan SDM dan inkubator bisnis Asosiasi Pengusaha Pengembangan pasar Pembinaan petani/pengolah Institusi Pendukung Perguruan tinggi, Litbang Lembaga Keuangan

Pada Gambar 35 dapat dilihat berbagai pihak yang berperan dalam pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang. Pada Gambar 35 tersebut dapat diketahui bahwa inti klaster agroindustri gambir adalah Industri Inti yang memperoleh bahan baku dari Industri hulu dan menyediakan produk bagi Industri Hilir. Karena itu, pendirian industri inti tersebut diharapkan akan menarik industri hulu, pemasok dan juga industri hilir yang akan memanfaatkan produk mereka. Hasil evaluasi peran masing-masing pihak saat ini, disajikan pada Tabel 22.

Berdasarkan Tabel 22, untuk pengembangan agroindustri gambir Indonesia umumnya dan Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, maka upaya strategis yang harus dilakukan pada tahap awal adalah pendirian industri yang menghasilkan katekin dan tanin sebagai produk antara yang terpenting (Gumbira-Sa’id, et al., 2009; Gumbira-Sa’id, et al., 2010). Di samping itu, maka sangat diperlukan perbaikan kelembagaan yang dapat menyiapkan rencana strategis pengembangan agroindustri gambir, melaksanakan koordinasi dengan berbagai pihak serta mengembangkan pasar produk gambir, khususnya produk katekin dan tanin. Pada tahap selanjutnya, perlu dilakukan pengembangan berbagai produk akhir serta pendirian industrinya secara bertahap. Langkah-langkah tersebut mutlak diperlukan untuk mendapatkan produk- produk hilir bernilai tambah tinggi yang diharapkan akan meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pada akhirnya mampu menjamin keberlanjutan agroindustri gambir Indonesia (Tabel 23).

113

Tabel 23. Evaluasi Kondisi Pelaku dalam Agroindustri Gambir Saat Ini dan Rekomendasi untuk Perbaikan

No Pelaku Kondisi Saat Ini Rekomendasi

1 Industri Hulu Dalam jangka waktu yang lama, industri hulu relatif tidak mengalami perubahan yang berarti, karena kondisi pemasaran dan tuntutan mutu yang tidak memaksa mereka melakukan perbaikan

Perlu dikembangan industri hilir gambir dan perbaikan

kelembagaan untuk perbaikan teknologi, peningkatan mutu serta penguatan pemodalan industri hulu.

2 Industri Inti Belum ada industri yang mengolah gambir menjadi produk- produk hilir bernilai tambah tinggi

Secara bertahap, industri produk antara dari gambir ini perlu dikembangkan karena dapat menarik industri hulu dan mendorong berkembangnya industri penghasil produk-produk akhir dari gambir.

3 Industri Hilir Belum ada industri yang memanfaatkan komponen dalam gambir untuk menghasilkan produk-produk hilir

Perlu dikembangkan setelah industri penghasil produk antara yang merupakan industri inti berkembang. Pengembangan industri hilir akan memperluas pasar dan menyeimbangkan pemasaran domestik dan pasar ekspor dari industri inti sehingga dapat memperbaiki posisi tawar Indonesia dalam bisnis gambir global

4 Pemerintah Pusat

Kebijakan investasi asing dan ekspor yang ada belum mendukung bagi pengembangan industri hilir gambir

Berbagai kebijakan pemerintah pusat termasuk kebijakan industri nasional yang mendukung bagi pengembangan industri di daerah harus dijabarkan untuk pengembangan agroindustri gambir yang merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Lima Puluh Kota maupun Provinsi Sumatera Barat. Dengan demikian program pemerintah pusat dapat sejalan dengan program pemerintah daerah.

5 Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah masih belum memiliki blue print

pengembangan agroindustri gambir dalam jangka panjang. Kegiatan pengembangan agroindustri gambir masih ditangani dalam program pemerintah yang umumnya bersifat proyek jangka pendek.

Di samping itu, ketika pelaksanaan proyek tersebut, pemerintah seringkali belum menemukan SDM yang cocok (misalnya tenaga ahli) untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.

Kegiatan pengembangan agroindustri gambir harus merupakan kegiatan berkelanjutan yang perlu ditangani oleh berbagai institusi terkait. Karena itu, diperlukan adanya program jangka panjang yang dijabarkan menjadi program jangka pendek dan jangka menengah yang memiliki target-target yang dapat diukur dengan perencanaan waktu yang baik. Karena menuntut koordinasi berbagai sector dan pelaku, maka sangat diperlukan perbaikan kelembagaan agar dapat dibangun kesatuan tujuan antar berbagai institusi dalam pengembangan agroindustri gambir.

Tabel 23. (Lanjutan)

No Pelaku Kondisi Saat Ini Rekomendasi 6 Industri Terkait Dengan pola pengembangan yang diharapkan terjadi secara

“alami”, agroindustri gambir belum mampu membangkitkan berbagai industri terkait.

Industri terkait akan berkembang sejalan dengan perkembangan industri produk antara (industri inti) dan industri hilir.

7 Institusi Pendukung

Perguruan tinggi dan lembaga penghasil teknologi belum mampu melakukan penelitian berkelanjutan untuk kegiatan pengembangan agroindustri gambir karena persoalan ketersediaan dana penelitian. Masyarakat kurang

merasakan peran perguruan tinggi dan lembaga penelitian dalam menangani persoalan yang mereka hadapi dalam agroindustri gambir.

Berbagai keterbatasan petani maupun pengolah menyebabkan mereka sulit mengakses permodalan dari lembaga keuangan dan perbankan dengan sistem konvensional.

Institusi pendukung akan dapat bekerja dengan baik memalui perbaikan kelembagaan yang akan memperjelas berbagai tugas yang harus dilaksanakan masing-masing pelaku.

8 Asosiasi Pengusaha

Pengusaha belum mampu mengembangkan pasar baru, dan hanya bergantung kepada eksportir. Kondisi pemasaran tersebut menyebabkan tidak adanya dorongan bagi kegiatan pembinaan kepada petani

Posisi asosiasi pengusaha yang hanya sebagai pedagang perlu ditingkatkan menjadi salah satu agen dalam pengembangan agroindustri gambir. Hal ini memerlukan perbaikan kelembagaan.

9 Manajemen Klaster

Lembaga ini belum ada. Lembaga ini harus dibentuk untuk melakukan perencanaan (jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek), melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pengembangan agroindustri gambir. Lembaga ini akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah serta berbagai pihak terkait. Disamping itu, lembaga ini akan melakukan upaya intensif untuk pengembangan pasar domestik maupun ekspor

115

Tabel 24. Evaluasi Kondisi untuk Pengembangan Klaster Agroindustri Gambir

No Evaluasi Komponen Kondisi Saat Ini

1 Kinerja Klaster Industri

Biaya transaksional

Biaya transaksional masih tinggi karena belum ada mekanisme koordinasi antar pelaku dalam pengadaan kebutuhan yang memungkinkan perolehan quantitave discount akibat pembelian dalam jumlah besar.

Dalam pengiriman produk gambir, masing-masing pelaku menggunakan sarana pengangkutan secara sendiri-sendiri, serta tidak ada konsolidasi untuk pengiriman dengan alat angkut yang lebih besar dan murah.

Pengaruh jejaring kerja

Jejaring kerja yang ada bersifat lemah dan tidak formal, baru sebatas pembelian langsung berbagai kebutuhan pengolah-pemasok, serta pembelian gambir oleh pedagang pengumpul, di samping adanya keterikatan utang petani/pengolah dengan pedagang pengumpul.

2 Integrasi Rantai Pasokan Pemasok Perkebunan Pengolah Pemasar

Pemasok berbagai kebutuhan dalam pengolahan/pemasaran gambir berjalan sendiri-sendiri, tidak ada keterikatan antara pemasok dengan pengolah/pedagang

3 Infrastruktur pendukung

Universitas/ Litbang

Karena keterbatasan dana penelitian, universitas dan lembaga penelitian/pengembangan tidak dapat melaksanakan penelitian berkelanjutan sampai hasil penelitan benar-benar diterapkan di lapangan

Lembaga keuangan

Lembaga keuangan yang ada belum memiliki pola pendanaan khusus terkait dengan keterbatasan petani dalam mengakses perbankan. Karena itu, banyak permasalahan yang dihadapi petani ketika mereka berusaha mendapatkan pendanaan dari bank. Kondisi tersebut menyebabkan banyak petani bergantung kepada para pedagang pengumpul baik untuk dana penyiapan kebun gambir, rumah kempa ataupun produksi gambir serta konsumsi.

Ketersediaan bakat (SDM)

Banyak petani yang sangat mengharapkan pembinaan, namun dengan keterbatasan dana, program pemerintah seringkali tidak mampu menjangkau masyarakat yang cukup luas. Di samping itu, petani sangat membutuhkan pendampingan dalam upaya peningkatan agroindustri gambir, namun tidak tersedia tenaga pendamping dan penyuluh yang cukup banyak untuk menjangkau berbagai daerah.

Lembaga

techno-preneur

Belum ada lembaga yang menghubungkan antara penyedia teknologi dengan petani/pengolah, pedagang serta eksportir untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan delam pengembangan agroindustri gambir.

Tabel 24. (Lanjutan)

No Evaluasi Komponen Kondisi Saat Ini

Infrastruktur fisik

Ketiadaan sumber energi listrik di rumah kempa yang berlokasi di tepi hutan dan lereng-lereng bukit yang jauh dari pemukiman menjadi pembatas bagi inovasi berbagai teknologi

pengolahan. 4 Lingkungan ekonomi dan bisnis Efisiensi pemerintahan

Belum tersedianya program pemerintah yang berkesinambungan menyebabkan pembinaan agroindustri gambir hanya bersifat program-program yang terputus. Di samping itu, kebijakan pemerintah menyangkut investasi asing maupun ekspor belum mampu mendorong

berkembangnya agroindustri gambir yang hampir tidak mengalami perubahan yang berarti dalam jangka waktu yang lama.

Efisiensi bisnis Dengan teknologi sederhana yang dimiliki, sulit bagi petani dan pengolah gambir meningkatkan perolehan dari pengeluaran mareka dalam bisnis gambir. Berbeda dengan masyarakat, dengan teknologi yang dimiliki, perusahaan PMA mampu bekerja dengan sedikit tenaga kerja dan kapasitas produksi yang relatif tinggi.

Kinerja ekonomi

Berbagai kelemahan yang dihadapi dalam agroindusti gambir yang menyangkut para pelaku langsung dalam bisnis gambir maupun berbagai pihak terkait menyebabkan bisnis gambir belum memberikan nilai yang manfaat maksimal bagi masyarakat banyak terutama petani dan pengolah gambir. Dengan berbagai kesulitan dan resiko yang mereka hadapi,banyak petani hanya mampu bertahan dan tidak mampu mengembangkan bisnis gambir mereka.

Efisiensi infrastruktur

Dalam penyediaan teknologi, lembaga penelitian maupun perguruan tinggi belum mampu memanfaatkan fasilitas yang ada untuk pengembangan agroindustri gambir karena terbatasnya kemampuan untuk mengakses pasar. Akibatnya, teknologi yang dihasilkan untuk perbaikan proses serta peningkatan mutu belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bahkan beberapa pabrik pengolah gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota maupun kabupaten lain tidak

berfungsi. Di samping itu, pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota juga mendirikan

Agrotechno Park di Kecamatan Mungka yang hingga saat ini belum beroperasi dengan baik.

117

Dari Tabel 23, beberapa perbaikan yang perlu dilakukan adalah pendirian industri katekin dan tanin dari gambir asalan, dilanjutkan dengan pembentukan manajemen klaster. Pembentukan manajemen klaster diperlukan untuk perbaikan jejaring kerja dan peningkatan kinerja klaster agroindustri gambir pada masa yang akan datang.