• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Teoritis

2. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran

2. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu interaksi positif antara pendidik dan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan suatu pemilihan model pembelajaran yang tepat. Ada banyak model pembelajaran yang bisa diterapkan untuk membangun interaksi dan komunikasi yang baik antara peserta didik dan pendidik.

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain (Joyce dan Weil, 1996: 1). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pikiran, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Teknik merupakan ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum alam dan aplikasinya dalam kehidupan. Bidang studi ini mengajak siswa untuk melakukan observasi, mengajukan permasalahan, membuat hipotesa, hingga meramalkan suatu gejala ilmiah. Pembelajaran di kelas ditujukan untuk memberikan pengalaman kepada siswa untuk memahami konsep dan prinsip-prinsip fisika secara sistematis dan ilmiah. Siswa yang telah belajar teknik diharapkan dapat memiliki sejumlah keterampilan untuk memahami gejala dan fenomena ilmiah di sekitarnya.

Banyak konsep kelistrikan di SMK yang melibatkan tingkatan berpikir abstrak. Pemahaman konsep adalah salah satu aspek kunci dari proses belajar yang melibatkan tingkatan berpikir ini. Siswa dibimbing untuk membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan stuktur konsepsi yang diperlukan selama proses pembelajaran. Para guru perlu memahami

24

proses berpikir sebagai aktivitas memanipulasi dan mengubah informasi dalam ingatan (memori). Siswa yang belajar tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang dipelajarinya atau yang diajarkan, melainkan menciptakan sendiri pengertian dalam benaknya. Pikiran atau benak siswa menjadi mediasi masukan-masukan dari dunia luar untuk menentukan apa yang dipelajarinya berupa konsep, prinsip dan azas fisika. Salah satu pendekatan yang sangat sesuai dengan materi teknik adalah pendekatan konstruktivisme (Suparno, 2007).

Konstruktivisme adalah pendekatan belajar yang menekankan individu belajar (siswa) untuk mengkonstruk pengetahuannya dan pemahamannya sendiri.

“…constructivism means that as we experience something new we internalize it through our past experiences or knowledge constructs we have previously established ” (Crowther, 1997 dalam Intan Irawati).

Konstruktivistik merupakan landasan teoritik pembelajaran kontekstual. Dasar pemikiran konstruktivisme adalah pengetahuan manusia merupakan hasil konstruksi (bentukan). Pembelajaran konstruktivistik beranggapan bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit kemudian hasilnya dikembangkan, jadi tidak sekonyong-konyong keberadaannya. Dengan kata lain pikiran siswa diajak aktif mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Menurut (http://pembelajaranguru.wordpress.com/2013/12/15/ konstruktivisme-perubahan-konsepsi/), pembelajaran konstruktivistik mempunyai ciri-ciri antara lain:

a. Mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience) b. Melibatkan interaksi sosial (social interaction)

25

c. Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making)

Pendekatan belajar konstruktivistik memiliki strategi dalam proses belajar. Strategi-strategi belajar tersebut menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007:127) adalah:

a. Top-down processing

Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan.

b. Cooperative learning

Cooperative learning merupakan strategi yang digunakan untuk proses belajar, dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi.

c. Generative learning

Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata. Sehingga dengan menggunakan pendekatan generative learning, diharapkan siswa menjadi lebih melakukan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus baru.

Beberapa strategi pembelajaran lain yang menerapkan pendekatan konstruktivistik antara lain: penggunaan peta konsep, pembelajaran kooperatif, siklus belajar, penggunaan analogi dan model, strategi perubahan konsep, pemecahan masalah, pendekatan Science-Technologi-Society (STS), dan penggunaan Information and Communication Technologi (ICT).

Selain strategi pembelajaran yang bersifat konstruktivistik, prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik telah melahirkan

26

berbagai macam model-model pembelajaran, diantaranya (Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2007: 127-139):

a. Discovery learning

Dalam model pembelajaran ini, siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mempunyai pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka sendiri.

b. Reception learning

Inti dari pendekatan ini adalah expository teaching, yaitu perencanaan pembelajaran yang sistematis terhadap informasi yang bermakna. Di sini, guru mempunyai tugas untuk menyusun situasi pembelajaran, memilih materi yang sesuai bagi siswa, kemudian mempresentasikan dengan baik pelajaran yang dimulai dari umum ke yang spesifik.

c. Assisted learning

Assisted learning mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan kognitif individu. Perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi dan percakapan seorang anak dengan lingkungan di sekitarnya, baik dengan teman sebaya, orang dewasa, atau orang lain dalam lingkungannya.

d. Active learning

Pembelajaran ini merupakan pembelajaran aktif. Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus.

27 e. The accelerated learning

Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan.

f. Quantum learning

Quantum learning merupakan cara penggubahan bermacam-macam interaksi, hubungan, dan inspirasi yang ada di dalam dan sekitar momen belajar. Pembelajaran ini mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu, akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. g. Contextual teaching and learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara Materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

Menurut Suparno (2007: 69) menyebutkan berbagai macam metode mengajar. Metode mengajar yang akan disebutkan dibawah ini adalah metode yang dapat membantu siswa aktif dan senang belajar. Pengelompokan metode tersebut berdasarkan tentang teori filsafat konstruktivisme, teori inteligensi majemuk, tingkat perkembangan kognitif seseorang, relasi guru dan siswa yang lebih dialogis. Berikut dibawah ini adalah metode mengajar diurutkan dari yang sangat konstruktivistik sampai dengan metode yang cukup konstruktivistik, dimana model pembelajaran analogi disebutkan didalamnya, atau dengan kata lain metode mengajar model analogi adalah masuk dalam ranah konstruktivistik. Metode tersebut antara lain:

28 a. Inquiry (penyelidikan)

b. Discovery (penemuan) c. Eksperimen (laboratorium) d. Simulasi (role play)

e. Model Fisika Aneh (Fun) – Misteri f. Permainan (Games)

g. Model Anomali h. Model Galileo i. Problem Solving j. Problem Composing k. Problem Based Learning l. Model POE

m. Kuis

n. Simulasi Komputer o. Internet – e-learning

p. Penggunaan Video, CDROM, Films. q. Karya Wisata atau Field Trip

r. Model Pasar Malam & Pasar Raya s. Lingkungan Hidup

t. Hands-on Activities u. Model Proyek v. Diskusi Kelompok w. Model Debat

x. Cooperative Learning (Belajar Bersama) y. Peer Tutoring (Tutor Sebaya)

z. Motode Demonstrasi

29 bb. Analogi & Bridging Analogi

cc. Permainan Kartu

dd. Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR) ee. Pembelajaran PAKEM

ff. Contextual Teaching Learning (CTL) gg. Ceramah Siswa Aktif

hh. Kegiatan Penunjang Lain 1) Seminar Ilmiah

2) Pameran Karya Cipta

3) Lomba mata pelajaran –Olimpiade Sains 4) Majalah Dinding – Jurnal Ilmiah

ii. Pertanyaan Diskusi

Harrison & Richard (2013: 13) mengatakan bahwa berfikir analogis adalah contoh yang sempurna dari pembelajaran konstruktif. Jelas bahwa analogi akan memacu seseorang untuk mengkonstruk dan membentuk gambaran pikirannya sendiri terhadap suatu ilmu. Dalam mengkonstruksikan pemikirannya terhadap materi ajar maka siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berimajinasi. Gagasan Piaget dalam Harrison & Richard (2013: 19) berpendapat bahwa terdapat perbedaan kemampuan berimajinasi seseorang terhadap umur mereka, semakin tua umur mereka maka akan semakin sulit mereka berimajinasi. Inilah mengapa analog harus benar-benar dikenal oleh murid.

Kebanyakan penelitian menunjukkan analogi bagian dari konstruktivisme. Hal yang harus ditekankan oleh para penganut teori konstruktivistik ialah para murid harus melihat dan memahami sifat-sifat bersama antara analog dengan target. Belajar adalah konstruksi pribadi terhadap pengetahuan baru yang dibangun di atas pengetahuan lama.