• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan kualitatif matriks SWOT ditampilkan delapan kotak seperti yang ditampilkan pada Gambar 3, yaitu dua kotak paling atas adalah kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.

27 \ Gambar 3. Kotak Pendekatan Kualitatif Matrik SWOT

Keterangan:

Sel A: Comparative Advantages

Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat. Sel B: Mobilization

Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.

Sel C: Divestment/Investment

Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi)

Sel D: Damage Control

Sel ini merupaka kondisi yang paling lemahdari semua sel karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.

28 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Gebang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Cirebon, secara topografi Kecamatan Gebang adalah daerah dataran rendah, dengan rata-rata ketinggian 6 meter dari permukaan laut. Suhu rata-rata Kecamatan Gebang adalah 30oC dengan suhu terendah mencapai 28o

Luas wilayah Kecamatan Gebang adalah seluas 31.68 km

C dan suhu tertinggi mencapai 32ºC. Kelembaban udara rata-rata pertahun sebesar 83.07% tertinggi pada bulan April dan Mei sebesar 86.1% dan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 80.6%.

2

Berdasarkan data dari UPTD Pertanian Gebang, luas tanah sawah di Kecamatan Gebang adalah 2147.55 hektar, yang terdiri dari 1526.05 hektar adalah tanah sawah dengan pengairan irigasi dan sisanya 622.94 hektar adalah sawah tadah hujan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2009).

dengan jumlah penduduk sebanyak 63,341 jiwa dan terdiri dari tiga belas (13) wilayah desa yaitu Desa Dompyong kulon, Dompyong Wetan, Kalimekar, Kalimaro, Gagasari, kalipasung, Gebang Kulon, Gebang, Gebang Udik, Gebang Ilir, Gebang Mekar, Pelayangan, Melakasari (Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2009).

Kondisi Umum Peternakan di Kecamatan Gebang

Peternakan domba di Kecamatan Gebang dapat dikatakan sebagai peternakan tradisional, hal ini dikarenakan sistem manajemen pemeliharaan ternak yang mereka gunakan merupakan sistem lama yang turun-temurun diwariskan dari leluhur mereka. Disamping itu, tradisionalnya pengobatan penyakit pada ternak semakin memperkuat opini bahwa peternakan domba di Kecamatan Gebang merupakan peternakan tradisional.

Menurut penyuluh peternakan setempat, secara umum peternakan di Kecamatan Gebang didominasi oleh ternak itik dan ruminansia kecil yaitu domba. Ternak itik untuk sebagian peternak merupakan mata pencaharian utama sedangkan kepemilikan ternak domba sendiri merupakan usaha sampingan dari para petani sawah. Ternak domba yang dimiliki para petani-peternak tersebut dijadikan sebagai simpanan atau bank hidup. Berdasarkan data UPT PUSKESWAN (2011) mengenai populasi ternak di Kecamatan Gebang dapat dilihat pada Tabel 2, ternak domba

30 adalah ternak ruminansia yang mendominasi populasi ternak ruminansia di Kecamatan Gebang. Hal ini dikarenakan kultur budaya masyarakat Jawa Barat yang lebih senang memelihara domba dibandingkan kambing atau ternak ruminansia lainnya.

Jenis Domba

Jenis domba yang dipelihara oleh masyarakat di Kecamatan Gebang adalah domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Menurut Djajanegara dan Rangkuti dalam Herman (2005), domba ekor pendek-kurus memiliki ciri-ciri jantan bertanduk dan betina tidak bertanduk, sedangkan domba ekor gemuk memiliki ciri-ciri tidak bertanduk baik pada jantan maupun betina.

Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan ternak domba di Kecamatan Gebang terdiri dari dua sistem pemeliharaan yaitu sistem pemeliharaan intensif dan semi-intensif. Sistem pemeliharaan semi-intensif banyak ditemukan pada zona-1 (0-1 km dari garis pantai). Pada sistem ini, peternak menggembalakan ternaknya pada siang hari mulai dari pukul 08.00 pagi dan akan mengandangkan ternaknya pada pukul 16.00 sore. Mereka memilih untuk melepaskan atau mengumbar ternaknya di pantai karena memang di pantai Kecamatan Gebang banyak terdapat hijauan rumput yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak dombanya.

Menurut Djajanegara et al. (1993), pada daerah beriklim tropis biasanya ternak domba dan kambing banyak dipelihara oleh peternak rakyat (petani-peternak) dengan manajemen pemeliharaan sistem semi-intensif. Para peternak menggembalakan atau mengumbar ternaknya pada siang hari dan mengandangkan ternaknya pada malam hari. Pengandangan ternak pada malam hari dilakukan dengan alasan keamanan dan agar ternaknya tidak hilang atau dicuri.

Sistem intensif banyak ditemukan pada zona pengamatan 2 dan 3 (zona-2: 2-3 Km dari garis pantai; zona-2-3: 2-3-4 Km dari garis pantai) dimana pada zona tersebut merupakan zona pertanian. Pada sistem pemeliharaan intensif, ternak dikandangkan sepanjang hari dengan alasan para petani-peternak sibuk di ladang sepanjang hari dan jika ternak diumbar dikhawatirkan akan merusak tanaman pertanian sekitar.

31

Gambar 4. Lahan Penggembalaan Ternak pada Zona-1

Sistem intensif banyak ditemukan pada zona pengamatan 2 dan 3 (zona-2: 2-3 Km dari garis pantai; zona-2-3: 2-3-4 Km dari garis pantai) dimana pada zona tersebut merupakan zona pertanian. Pada sistem pemeliharaan intensif, ternak dikandangkan sepanjang hari dengan alasan para petani-peternak sibuk di ladang sepanjang hari dan jika ternak diumbar dikhawatirkan akan merusak tanaman pertanian sekitar.

Penanganan Penyakit

Telah dibahas pada sub judul sebelumnya diatas bahwa Peternakan domba di Kecamatan Gebang merupakan peternakan tradisional, sehingga dalam penanganan atau pengobatan penyakit yang menyerang pada ternak dombapun dilakukan secara tradisional hal ini dikarenakan mahalnya harga obat sehingga sulit terjangkau oleh peternak.

Beberapa penyakit yang biasa muncul dan pengobatan tradisional yang dilakukan diantaranya adalah penyakit kudis (scabies) yang dapat diobati dengan menggunakan oli bekas, dan penyakit cacingan yang dapat diobati dengan memanfaatkan buah pinang sebagai obat cacing alami.

Perkandangan

Bentuk kandang untuk pemeliharaan ternak domba di Kecamatan Gebang adalah kandang panggung persegi panjang yang terbuat dari kayu, bambu, dan beton yang berkolong dengan jarak 1-1,5 meter agar memudahkan dalam pengumpulan kotoran dan pembersihan kandang. Atap terbuat dari genteng dan lantai kandang dibuat dari bilah-bilah bambu.

32

Gambar 5. Kandang Domba di Kecamatan Gebang

Menurut Djajanegara et al. (1993), selain untuk alasan keamanan, kandang juga digunakan untuk memudahkan manajemen pemeliharaan ternak seperti menghindari pengrusakan tanaman pertanian oleh ternak yang diumbar, memudahkan dalam pemberian pakan dan pengumpulan kotoran. Selain itu, di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, kandang diperlukan untuk melindungi ternak dari hujan, panas atau terik matahari yang cukup tinggi, serta kelembaban (Dramaja, 1993).

Peternak di Kecamatan Gebang mengandangkan ternak domba yang mereka miliki dalam satu kandang (tidak dipisahkan berdasarkan status fisiologis) dan kualitas serta kuantitas pakan yang diberikan pun secara merata (tidak dibedakan). Hal tersebut jelas tidak akan menguntungkan karena status fisiologis ternak yang berbeda memiliki kebutuhan akan pakan yang berbeda pula baik dalam hal kualitas dan kuantitasnya, disamping itu tidak menutup kemungkinan pula adanya gangguan dari ternak jantan terhadap ternak lainnya baik berupa gangguan terhadap ternak betina yang sedang bunting maupun penyerangan dan perebutan makanan dari ternak yang lebih lemah.

Pola Pemberian Hijauan

Pada zona yang berbatasan langsung dengan pantai (zona-1) ternak lebih banyak dipelihara dengan sistem semi-intensif. Ternak digembalakan atau diumbar pada siang hari dan dikandangkan pada sore hari. Ternak dibebaskan untuk memilih hijauan rumput sendiri yang banyak terdapat di pesisir pantai.

Bapak Tono, salah satu pemilik peternak domba pada zona-1 memiliki kebiasaan yang unik dalam pemberian makanan hijauan untuk ternaknya. Pada siang

33 hari dari pukul 08.00 WIB sampai dengan sore hari pukul 16.00 WIB ia mengumbar tenaknya di pesisir pantai, sedangkan pada malam harinya ia memberikan ternak mereka tambahan makanan hijauan berupa daun api-api (Avicennia marina) yang banyak tumbuh di areal pantai kecamatan Gebang. Berdasarkan penuturan beliau, pemberian daun api-api tidak memberikan pengaruh yang negatif pada ternak dombanya.

Pada zona atau jarak yang tidak berbatasan langsung dengan pantai (zona-2 dan zona-3), pola pemeliharaan ternak yang banyak dipakai adalah pemeliharaan sistem intensif. Pola penyediaan hijauan pada zona ini adalah menggunakan pola cut and carry. Ternak diberi pakan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Pakan yang diberikan pada ternak domba pada zona-2 dan zona-3 dengan sistem pemeliharaan intensif adalah berupa 100% rumput lapang yang banyak tumbuh disekitar pinggir jalan, pinggir sungai, sawah, dan perkebunan rakyat. Hijauan lapang dipotong dengan menggunakan arit atau sabit. Para peternak memasukan hasil pemotongan hijauan lapang kedalam karung-karung dan membawa hasil potongan rumput tersebut dengan menggunakan sepeda ontel dan becak.

Gambar 6. Tanaman Api-api (Avicennia marina)

Berdasarkan wawancara dengan beberapa peternak domba di Kecamatan Gebang (Tabel 3), terdapat tiga jenis hijauan rumput yang paling disukai yaitu tapak jalak (Dactyloctenium aegyptium), tuton (Echinocloa colonum), dan suket peronan (Eriochloa polystachya). Diketahui pula bahwa terdapat beberapa hijauan rumput dengan taraf disukai ternak domba diantaranya Brachiaria eruciformis (suket reketek), Brachiaria subquadripara, Chloris barbata, dan Paspalum conjugatum

34

Gambar 7. Peternak yang Sedang Memotong Rumput untuk Pakan Ternak

Secara umum, hijauan makanan berupa legum disukai oleh ternak domba (dapat dilihat pada Tabel 3). Namun, pemberian hijauan berupa legume seperti lamtoro (Leucaena leucocephala), gamal (Glricidia sepium), dan turi (Sesbania grandiflora) jarang mereka lakukan karena ketersediaannya yang sangat sedikit atau terbatas di Kecamatan Gebang.

Terkadang ternak diberi hijauan tambahan berupa hijauan sisa pertanian pada saat pasca panen karena ketersediaannya yang melimpah pada saat tersebut namun para peternak mengaku enggan untuk memberikan ternak mereka hijauan sisa pertanian karena sering menimbulkan masalah kesehatan pencernaan pada ternakseperti pemberian daun bawang yang sering mengakibatkan mencret pada ternak domba mereka.

Peternak domba di Kecamatan Gebang sangat jarang sekali memberikan ternak domba mereka pakan tambahan berupa konsentrat maupun ampas tahu karena menurut para peternak, pemberian konsentrat dan ampas tahu untuk pakan ternak domba mereka dirasa hanya akan menambah biaya pemeliharaan saja karena memang ternak domba yang mereka miliki bukanlah merupakan usaha utama melainkan hanya usaha sampingan dari usaha pertanian dan sebagai simpanan atau bank hidup saja.

Peternak akan langsung menjual ternak domba yang mereka miliki disaat terdesak oleh kebutuhan ekonomi maupun pada saat mendekati hari besar keagamaan seperti pada saat tahun ajaran baru, mereka akan menjual ternak mereka untuk kebutuhan biaya sekolah anak mereka maupun pada saat Idul Fitri dan Idul Adha dimana permintaan akan ternak dari masyarakat meningkat.

35 Tabel 3. Jenis Hijauan Pakan dan Limbah Pertanian Serta Taraf Kesukaannya oleh

Ternak

Nama Lokal Nama latin Famili Kesukaan

- Cyperus babakan Steud. Cyperaceae -

Waling Cyperus elatus L. Cyperaceae -

Teki Cyperus rotundus L. Cyperaceae +

Teki Cyperus scariosas R. Br. Cyperaceae +

Teki Cyperus trinervis R. Br. Cyperaceae +

Nyiur-nyiuran Cyperus iria (L.) Rikl. Cyperaceae -

- Ficinea Sp. Cyperaceae -

- Fimbristylis acuminata Vahl Cyperaceae - - Fimbristylis hookeriana Bacek Cyperaceae - - Fimbristylis schoenoides (Retz.) Cyperaceae - - Fimbristylis tomentosa Vahl Cyperaceae - - Fimbristylis vahlii (Lamarck) Link. Cyperaceae -

- Mapania Sp. Cyperaceae -

- Agropyron repens (L.) Beauv. Gramineae -

Suket reketek Brachiaria eruciformis (J. E. Smith) Griseb. Gramineae ++

- Brachiaria subquadripara (Tan) Hitche. Gramineae ++

- Chloris barbata Swartz. Gramineae ++

- Crysopogon aciculatus (Retz.) Trin Gramineae +

Grintingan Cynodon dactylon (L.) Pers. Gramineae +

Tapak jalak Dactyloctenium aegyptium (L.) Gramineae +++

- Digitaria ciliaris (Retz.) Koel. Gramineae +

Jampang piit Digitaria nuda Schuamch. Gramineae +

Tuton Echinocloa colonum (L.) Link. Gramineae +++

Jajagoan Echinocloa stagnina (Retz.) Beauv. Gramineae +

Godong ulo Eleucine indica (L.) Gaertn. Gramineae +

Bebekan Eragrotis tenella (L.) Beauv. Gramineae +

Suket peronan Eriochloa polystachya H. B. K. Gramineae +++

Meniran Panicum paludosum Roxb. Gramineae +

Lempuyangan Panicum repens L. Gramineae +

Paitan Paspalum conjugatum Berg. Gramineae ++

- Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi. Gramineae +

Lamtoro Leucaena leucocephala LAMK Leguminoceae ++

Gamal Gliricidia sepium (Jacq.) Steud. Leguminoceae ++

Turi Sesbania grandiflora L. PERS Leguminoceae ++

Kaliandra Calliandra calothyrsus Meissn. Leguminoceae +

Jerami padi Oryza sativa L. Gramineae +

Daun bawang Allium cepa L. Rank. Liliaceae -

Daun jagung Zea mays L. Gramineae -

Daun api-api Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Acanthaceae ++

Sumber: Pengolahan data primer 2011

Keterangan tabel: - : tidak disukai + : agak disukai ++ : disukai +++ : sangat disukai

36 Keanekaragaman Hijauan Rumput

Pembagian zona untuk pengambilan sampel rumput pada penelitian ini dibagi menjadi tiga zona berdasarkan jarak dari pesisir pantai Kecamatan Gebang dan pemilihan titik (tempat) pengambilan sampel hijauan rumput berdasarkan pertimbangan banyaknya peternak yang mencari rumput pada tempat tersebut. Zona 1 adalah zona pada jarak sekitar 0-1 km dari pantai, zona 2 adalah zona pada jarak sekitar1-2 km dari pantai, dan zona 3 adalah zona pengambilan sampel pada jarak 2-3 km dari pantai. hasil identifikasi disajikan pada Tabel 4, 5, dan 6.

Pada Tabel 4, 5, dan 6 dapat kita lihat bahwa terdapat pola persebaran jenis hijauan rumput lapang yang unik. Pada tabel diketahui semakin jauh jarak dari pantai akan lebih banyak ditemui hijauan lapang dengan famili gramineae dan sebaliknya semakin mendekati pantai akan lebih banyak ditemui hijauan lapang dengan famili cyperaceae, sehingga dapat kita gambarkan dengan grafik dan gambar pola persebaran jenis hijauan rumput (Gambar 8 dan Gambar 9).

Sumber: Pengolahan data primer 2011

Gambar 8. Pola Persebaran Jenis Hijauan Berdasarkan Jarak dari Pantai dan Jumlah Famili Hijauan Rumput Yang Ditemukan

Sumber: Pengolahan data primer 2011

Gambar 9. Grafik Pola Hubungan Jenis Hijauan Lapang (Rumput) dan Jarak dari Pantai Gramineae = 8 Cyperaceae = 9 Zona-2 Zona-1 Zona-3 laut Cyperaceae = 2 Cyperaceae = 4 Gramineae = 13 Gramineae = 12

38

Gramineae adalah salah satu anggota

ciri tumbuhan Gramineae berbatang beruas-ruas, bunga tak bermahkota, serta daun berbentuk pita. Famili teki-tekian atau Cyperaceae adalah salah satu anggota

dan memiliki banyak kemiripan. Perbedaan antara Gramineae dan Cyperaceae secara sederhana dapat dilihat pada bentuk penampang melintang pada bagian batangnya. Gramineae memiliki penampang batang yang berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan Cyperaceae memiliki penampang batang yang berbentuk segitiga.

Komposisi Botani Hijauan Rumput

Berdasarkan perhitungan komposisi botani “dry weight rank” didapatkan hasil komposisi hijauan lapang (rumput) yang tumbuh di Kecamatan Gebang tertera pada Tabel 7, 8, dan 9 sebagai berikut berdasarkan pembagian zona pengambilan sampel hijauannya.

Tabel 7. Komposisi Botani Hijauan Rumput Zona-1

No Hijauan lapang Komposisi botani (%)

1 Xerochloa cheribon 57,03 2 Fimbristylis acuminate 5,18 3 Eleocharis congesta 9,67 4 Chloris barbata 16,05 5 Ficinea Sp. 5,68 6 Eragrotis amabilis 6,38

Sumber: Pengolahan data primer 201

Tabel 8. Komposisi Botani Hijauan Rumput Zona-2

No Hijauan lapang Komposisi botani (%)

1 Eleucine indica 4,55 2 Paspalum conjugatum 33,68 3 Cynodon dactylon 41,83 4 Echinocloa colonum 0,37 5 Cyperus scariosas 15,18 6 Brachiaria eruciformis 4,40

Sumber: Pengolahan data primer 2011

Tabel 9. Komposisi Botani Hijauan Rumput Zona-3 No Hijauan lapang Komposisi botani (%)

1 Eleucine indica 15,44

2 Paspalum conjugatum 43,39

3 Cynodon dactylon 25,57

4 Echinocloa colonum 0,89

39 Sumber: Pengolahan data primer 2011

Hasil perhitungan komposisi botani metode “dry weight rank” dapat dilihat pada Tabel 7, bahwa hijauan lapang yang paling banyak terdapat pada zona-1 adalah Xerochloa cheribon dengan persentasi komposisi botani sebesar 57,03%. Pada Tabel 8, Dapat dilihat komposisi botani hijauan lapang pada zona-2 didominasi oleh rumput Cynodon dactylon (gerintingan atau bermuda) dengan persentasi komposisi botani sebesar 41,83%. sedangkan pada Tabel 9, diketahui hijauan lapang yang paling mendominasi pada zona-3 berdasarkan komposisi botani adalah Paspalum conjugatum (paitan) dengan persentasi komposisi botani sebesar 43,39%.

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kecamatan Gebang dihitung berdasarkan metode Nell dan Rollinson (1974) dengan pendekatan potensi lahan untuk hijauan makanan ternak.

Penghitungan pendekatan potensi lahan untuk hijauan makanan ternak di Kecamatan Gebang dilakukan dengan menganalisis data sekunder profil kecamatan, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon. Hasil perhitungan KPPTR di Kecamatan Gebang ditampilkan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Analisis KPPTR Nell dan Rollinsons di Kecamatan Gebang Desa Jumlah Ternak asumsi prod hijauan Kebutuhan Hijauan KPPTR efektif

ST ton BK/ha/tahun ton BK/ha/tahun ST

Dompyong Kulon 89,58 393,90 172,67 +83,09 Dompyong Wetan 35,28 205,92 90,27 +54,99 Kalimekar 85,68 170,07 74,55 -11,13 Kalimaro 26,20 197,10 86,40 +60,20 Gagasari 59,86 200,85 88,04 +28,18 Kalipasung 15,05 975,00 427,40 +412,35 Gebang Kulon 141,05 339,30 148,73 +7,68 Gebang 31,40 284,70 124,80 +93,40 Gebang Ilir 52,56 299,72 131,38 +78,82 Gebang Udik 25,81 515,78 226,09 +200,28 Gebang Mekar 15,05 175,01 76,72 +61,67 Playangan 195,49 324,00 142,03 -53,46 Melakasari 191,91 111,30 48,79 -143,12

40

Kec. Gebang 965,02 4192,64 1837,87 +872,85

Sumber: Pengolahan data sekunder 2011

Keterangan: + : Populasi dapat ditambah, - : Populasi harus dikurangi

Berdasarkan data hasil perhitungan KPPTR pada Tabel 10, dapat kita simpulkan secara umum bahwa Kecamatan Gebang memiliki potensi yang cukup besar dalam hal penambahan populasi ternak ruminansia. Nilai KPPTR efektif yang positif untuk Kecamatan Gebang menunjukkan bahwa di Kecamatan tersebut masih dapat dilakukan penambahan populasi ternak ruminansia sebanyak 872,85 berdasarkan satuan ternak (ST) atau dengan kata lain penambahan populasi ternak domba dewasa yang dapat dilakukan di Kecamatan Gebang adalah sebanyak 6235 ekor.

Selain itu dapat kita simpulkan juga bahwa terdapat dua desa di kecamatan gebang yang paling besar memiliki potensi untuk penambahan populasi ternak ruminansia yaitu Desa Kalipasung dan Desa Gebang Udik. Hal ini dapat kita lihat dari nilai KPPTR efektif pada Tabel 10, kedua desa tersebut memiliki potensi penambahan populasi ternak berturut-turut sebanyak 412,35 ST atau 2945 ekor domba dewasa untuk desa Kalipasung dan 200,28 ST atau 1431 ekor domba dewasa untuk desa Gebang Udik.

Nilai KPPTR efektif yang menunjukkan angka negatif pada desa Kalimekar, Playangan, dan Melakasari menunjukkan bahwa pada ketiga desa tersebut sudah kelebihan ternak karena produksi hijauan yang dihasilkan lebih sedikit daripada jumlah hijauan yang dibutuhkan.

Gambar 10. Ternak Domba di Desa Gebang Mekar dan Playangan a) Domba di Desa gebang Mekar (KPPTR positif), b) Domba di Desa Playangan (KPPTR negatif)

41 Walaupun nilai KPPTR di ketiga desa tersebut menunjukkan angka yang negatif, namun peternak di ketiga desa masih dapat bertahan karena untuk pemenuhan kebutuhan rumput untuk makanan ternak mereka, mereka tidak hanya bergantung pada sumber hijauan makanan ternak yang ada di desa mereka. Mereka akan mencari rumput untuk makanan ternak mereka ke desa-desa lain bahkan ke kecamatan lain yang masih memiliki produksi hijauan makanan ternak terutama rumput lapang yang melimpah. Dapat dilihat pada Gambar 10, bahwa tidak terdapat perbedaan berdasarkan tampilan tubuh domba (skoring) antara desa yang memiliki nilai KPPTR efektif yang positif (Desa Gebang Mekar) dan desa yang memiliki nilai KPPTR efektif yang negatif (Desa Playangan).

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengambilan keputusan. Analisis ini meliputi faktor internal kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal peluang dan ancaman yang dihadapi daerah yang bersangkutan.

Analisis Faktor Internal

Hasil analisis faktor internal pada Tabel 11. menunjukan nilai positif, ini berarti Kecamatan Gebang mempunyai kekuatan yang lebih menonjol dari pada kelemahan. Kekuatan terbesar terletak pada tersedianya sumber pakan hijauan dan merupakan daerah pertanian. Kelemahan berupa jumlah penduduknya yang padat, topografi dan klimatologi yang kurang sesuai untuk ternak ruminansia, peternakan tradisional, dan peternakan hanya dijadikan sebagai usaha sampingan.

Tabel 11. Evaluasi Faktor Internal (Pendekatan Kuantitatif)

Faktor internal bobot Skor Ranking

Kekuatan Adanya lembaga pendukung 0,80 2 1,60

Letak daerah strategis 0,80 3 2,40

Daerah pertanian 1,00 4 4,00

Tersedianya sumber pakan hijauan

0,90 4 3,60

Sub total 11,60

Kelemahan Penduduk padat 0,30 -3 -0,90

Topografi dan klimatologi tidak mendukung

0,90 -3 -2,70

42 Ternak sebagai usaha sampingan 0,90 -4 -3,60

Sub total -8,80

Total +2,80

Sumber: pengolahan data primer 2011 Analisis Faktor Eksternal

Hasil analisis faktor eksternal pada Tabel 12. menunjukan nilai positif, ini berarti Kecamatan Gebang mempunyai nilai peluang yang lebih besar dari pada nilai ancamannya. Peluang terbesar terletak pada permintaan pangan asal hewani yang tinggi dan mudahnya transportasi. Terdapat beberapa ancaman yang perlu diperhatikan di Kecamatan Gebang yaitu ekspansi sektor selain peternakan dalam penggunaan lahan, sedikitnya tenaga terdidik dibidang peternakan, daya tarik terhadap sektor diluar peternakan, dan mekanisasi pertanian.

Hasil identifikasi faktor internal dan eksternal yang telah dihitung menggunakan matrik perbandingan faktor internal dan eksternal kemudian disajikan dalam matrik analisis space. Berdasarkan analisis SWOT dapat dilihat pada gambar matrik analisis space (Gambar 9), diketahui bahwa Kecamatan Gebang didalam arah penentuan kebijakan pengembangan usaha peternakan harus menggunakan strategi agresif, yang berarti bahwa untuk meraih peluang yang ada dapat dilakukan dengan memanfatkan kekuatan-kekuatan yang sudah dimiliki.

Tabel 12. Evaluasi Faktor Eksternal (Pendekatan Kuantitatif)

Faktor eksternal Bobot Skor Ranking

Peluang tersedianya sumber modal 0,10 2 0,20 permintaan pangan asal hewani

tinggi

0,85 4 3,40

transportasi mudah 0,80 3 2,40

masih tersedia sumberdaya untuk pengembangan

0,70 3 2,10

Sub total 8,10

Ancaman ekspansi sektor selain peternakan dalam penggunaan lahan

0,70 -3 -2,10

sedikitnya tenaga terdidik dibidang peternakan

0,70 -2 -1,40

daya tarik terhadap sektor lain diluar peternakan

0,80 -2 -1,60

43

Sub total -6,30

Total +1,80

Sumber: pengolahan data primer 2011

Sumber: pengolahan data primer 2011

Gambar 11. Matrik Analisis Space Kecamatan Gebang Berdasarkan Hasil Analisis SWOT

Adapun strategi agresif yang dapat diterapkan di Kecamatan Gebang berdasarkan pendekatan kualitatif matrik SWOT (lampiran 3), adalah sebagai berikut:

1. Pengoptimalan daerah yang strategis dengan membuat kerjasama dengan pihak-pihak yang bersangkutan untuk memajukan sektor peternakan di Kecamatan Gebang dengan cara:

a. Letak daerah yang strategis harus dioptimalkan dengan membuat kerjasama

Dokumen terkait