• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Error! Bookmark not defined.

C. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) atau Pendekatan Matematika Realistik (PMR) pertama kali diperkenalkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Hans Freudenthal. Filosofi yang mendasari PMR adalah matematika dan aktivitas manusia. Menurut Shadiq dan Mustajab (2010, 7), Pendekatan PMR merupakan suatu pendekatan yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika. Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian konsep-konsep matematika yang abstrak, dapat dipahami secara real oleh siswa karena konsep yang abstrak tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan mereka. Hal ini ditegaskan oleh konsep Freudenthal (dalam Suradi, 2001, 2) yang menyatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Oleh karena itu siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide – ide (reinvention) dan mengkonstruksi konsep – konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam hal ini dimaksudkan bukan sekedar berhubungan dengan dunia nyata saja, tetapi menekankan pada masalah nyata yang dapat dibayangkan oleh siswa. Jadi penekanannya adalah membuat sesuatu itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian, pada pendekatan realistik, dunia nyata digunakan sebagai titik pangkal untuk mengembangkankonsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dan pada akhir kita perlu merefleksikan solusi kembali ke dunia nyata. Proses pengembangan ide-ide dan konsep- konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata disebut matematisasi konsep De Lange (dalam Sunardi, 2001:3). Model skematis untuk proses belajar tersebut dilukiskan sebagai :

Gambar 2. 1 Model Skematis

Selanjutnya Treffer (dalam Depdiknas, 2005, 29) merumuskan dua tipe pematematikaan yaitu pematematikaan horisontal dan pematematikaan vertikal. Pematematikaan horisontal menunjuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke bahasa matematika. Jadi pada pematematikaan horisontal, siswa dengan pengetahuan yang telah dimilikinya diharapkan dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pematematikaan vertikal adalah proses organisasi dalam matematika itu sendiri. Singkatnya matematisasi horisontal berkaitan dengan perubahan dunia nyata menjadi simbol-simbol dalam matematika, sedangkan matematisasi vertikal melibatkan pengubahan ke simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Meskipun perbedaan antara dua tipe pematematikaan itu mencolok, tidak berarti dua tipe tersebut terpisah sama sekali. Berkaitan dengan dua tipe pematematikaan di atas, Treffer dan Freudenthal (dalam Yuwono, 2001) mengklasifikasikan pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan intensitas pematematikaannya, yaitu pendekatan mekanistik, empiristik, strukturalis, dan realistik.

Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional, dimana pembelajaran matematika lebih ditekankan pada tubian (drill) dan penghapalan rumus saja, sedangkan proses pematematikaan vertikal maupun horisontal tidak tampak.

Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana konsep – konsep matematika tidak diajarkan dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui pematematikaan horisontal, sehingga cenderung mangabaikan pematematikaan vertikal. Pendekatan strukturalis merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakansistem formal sehingga suatu konsep dicapai melalui pematematikaan vertikal dan cenderung mengabaikan pematematikaan horisontal.

Pendekatan realistik, memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan horisontal dan vertikal serta disampaikan secara terpadu kepada siswa, maksudnya suatu masalah kontekstual diambil sebagai titik awal dari belajar matematika, kemudian masalah itu akan dieksplorasi dengan kegiatan matematika horisontal. Kemudian dengan menggunakan pematematikaan vertikal, siswa akan mengembangkan ke konsep-konsep matematika.

Adapun perbedaan keempat pendekatan pembelajaran matematika tersebut secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. 1 Empat tipe Pendekatan Pembelajaran Matematika (dalam Marpaung, 2001,2)

Tipe Horisontal Vertikal

Mekanistik - -

Empiristik + -

Strukturalistik - +

Realistik + +

Dari uraian di atas, terlihat dengan jelas bahwa pendekatan PMR memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan horisontal maupun pematematikaan vertikal.

Jadi Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dimulai dari masalah – masalah nyata. Dari masalah nyata tersebut kemudian dilakukan pematematikaan horisontal yaitu transformasi masalah nyata

ke dalam masalah matematika. Kemudian dilakukan pematematikaan vertikal yaitu menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan kaidah- kaidah di dalam matematika itu sendiri.

Menurut De Lange (1995), pengajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik meliputi aspek-aspek yaitu:

a. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;

b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan.

Berdasarkan uraian aspek-aspek di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika realistik berlangsung secara interaktif, siswa mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru, dan memberikan alasan terhadap pertanyaan atau jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

2. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Adapun menurut Treffers (1987) merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (dalam Wijaya, 2012, 21-23), yaitu:

a. Penggunaan Konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak hanya berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pemikiran siswa. Melalui penggunaan konteks,

siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan.

b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika kongkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

c. Pemanfaatan hasil kontruksi siswa

Mengacu pada pendapat Freudental bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi.

d. Interaktivitas

Proses belajar seorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.

e. Keterkaitan

Konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep – konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Pendidikan Matematika

Realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, suatu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan pendekatan PMR adalah suatu pendekatan yang mengungkapkan dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika yang relevan sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Menurut Fauzi (2002), langkah – langkah dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR yakni:

1. Memahami masalah kontekstual, guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari – hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

2. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk – petunjuk berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian – bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal, guru memotivasi untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide – ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.

5. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

Dokumen terkait