• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

A. Deskripsi Teoritik

2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik, adalah sebuah pendekatan belajar

19

matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.24 Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905–1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah. Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru.

Zulkardi, mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai berikut:

Pendekatan pendidikan matematika realistik adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok.25

Soedjadi dalam Turmuzi mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu.26 Realita yang dimaksud yaitu hal-hal nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat membayangkan, sedangkan lingkungan yang dimaksud yaitu lingkungan yang berada dalam kehidupan sehari-hari siswa.

24

Yusuf Hartono, Pendekatan Matematika Realistik. Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD), hlm. 3

25

Zulkardi dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, dalam Seminar Sehari Realistic Mathematics Education,

(Bandung, 4 April 2001), hlm. 2 26

Muhammad Turmuzi, Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pokok Bahasan Perbandingan Di Kelas II SLTP, dalam Jurnal Kependidikan. No. 2 Volume 3. November, h. 184.

Dunia nyata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan PMR digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange sebagai lingkaran yang tak berujung.

Dunia Nyata Matematisasi dan aplikasi Abstraksi dan formalisasi Matematisasi dan refleksi Gambar 1 Matematisasi Konseptual

Filosofi PMR mengacu pada pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting beliau adalah matematika harus dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas manusia. Pertama, matematika harus dihubungkan dengan realitas, artinya materi yang diberikan berdasarkan konteks atau hal-hal yang real (nyata atau pernah dialami/diketahui siswa) dan dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi dan beraktivitas dalam pembelajaran (siswa berdiskusi dalam mencari strategi/langkah penyelesaian soal).

21

b. Komponen Matematisasi dalam PMR

Menurut Trefers, ”pendekatan matematika realistik menggunakan dua komponen matematisasi dalam proses pembelajaran matematika yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.”27 1) Matematisasi Horizontal

Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri.28

2) Matematisasi Vertikal

Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks.29

Dua tipe matematisasi pada PMR tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:30

Gambar 2

Proses matematisasi pada PMR

27

Muhammad Turmuzi, Pembelajaran... hlm. 184. 28

Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 29

Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 30

Hongki Julie, Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik dan Beberapa Contoh Pembelajarannya, dalam Widya Dharma, No. 1 Tahun XIII (Vol. 13), Oktober 2002, hlm. 30. Model matematika Matematisasi horizontal Masalah nyata Matematisasi vertikal Matematisasi vertikal Matematisasi horizontal

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal, sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal.

c. Prinsip Utama PMR

Gravemeijer dalam Yuwono, merumuskan tiga prinsip pokok dalam PMR, yaitu:

1) Penemuan Kembali Terbimbing dan Matematisasi Progresif (Guided Reinvention dan progressive mathematization)

Ini mengandung arti bahwa belajar dengan PMR membimbing siswa dalam belajar untuk menemukan sendiri strategi/cara penyelesaian permasalahan sesuai dengan tingkat kognitifnya, karena dengan menemukan sendiri lebih dipahami dan lebih lama diingat oleh siswa. Peranan guru hanyalah sebagai pendamping yang akan meluruskan arah pikiran siswa, sekiranya jalan berpikir siswa melenceng jauh dari pokok bahasan yang sedang dipelajari.

2) Fenomenologi Didaktis (Didactial phenomenology)

Fenomenologi didaktis mengandung arti bahwa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain dalam matematika, para peserta didik perlu bertolak dari masalahmasalah (fenomena-fenomena) realistik, yaitu masalah-masalah yang berasal dari dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari masalahmasalah yang dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah yang nyata. Masalah yang dipilih untuk dipecahkan juga harus disesuaikan degan tingkat berpikir peserta didik.

23

3) Mengembangkan Model-model Sendiri (Self developed models)

Self-developed models mengandung arti bahwa dalam mempelajari konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan melalui masalah-masalah yang realistik peserta didik mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan berbekal pengetahuan penunjang yang telah dimiliki.

d. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik

Menurut Suryanto dalam Hartono, beberapa karakteristik pendidikan matematika realistik adalah sebagai berikut: 31

1) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.

2) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.

3) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).

4) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

5) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya.

6) Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasilhasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit.

7) Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai

31

kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

Pendidikan matematika realistik mempunyai lima karakteristik utama sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:32

1) Menggunakan masalah kontekstual

Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.

2) Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.

3) Menggunakan kontribusi murid

Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.

4) Interaktivitas

Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain,

32

25

bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.

5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya

Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

Pendekatan matematika realistik secara prinsip merupakan gabungan pendekatan konstruktivisme dan kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk (mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual).33

e. Langkah-langkah PMR

Zulkardi dalam Hartono menjelaskan secara umum “langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah (1) persiapan, (2) pembukaan, (3) proses pembelajaran, dan (4) penutup.”34

1) Persiapan

Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

2) Pembukaan

Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

3) Proses pembelajaran

Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau

33

Yusuf Hartono, Pendekatan…..hlm. 8 34

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

4) Penutup

Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal. 35

Sedangkan Turmuzi menjelaskan secara rinci ”langkah-langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran matematika realistik adalah (1) memahami masalah /soal kontekstual, (2) menjelaskan masalah kontekstual, (3) menyelesaikan masalah kontekstual, (4) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (5) menyimpulkan.”36

1) Memahami masalah/soal kontekstual.

Guru memberikan masalah/soal kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang pertama.

2) Menjelaskan masalah kontekstual.

Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipahami siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang ke empat.

35

Yusuf Hartono, Pendekatan…., hlm.7-20 36

27

3) Menyelesaikan masalah kontekstual.

Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan soal. Guru memotivasi siswa dengan memberikan arahan berupa pertanyaan-pertanyaan. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang ke dua.

4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, untuk selanjutnya secara diskusi di kelas. Langkah ini merupakan karakteristik PMR yang ke tiga.

5) Menyimpulkan.

Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur, selanjutnya guru meringkas atau menjelaskan konsep yang termuat dalam soal itu.

f. Kekuatan Pembelajaran Matematika dengan Pendidikan

Matematika Realistik (PMR)

Beberapa kekuatan pembelajaran dengan pendidikan matematika realistik, antara lain:37

1) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

2) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksikan/dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang ”biasa” yang lain, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain.

4) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru).

Dokumen terkait