• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 35-41

1. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

empiris. Yuridis adalah meninjau dan melihat serta menganalisa suatu masalah

menggunakan prinsip-prinsip dan asas-asas hukum.Dalam penelitian ini yuridisnya mengenai pembatalan perkawinan karena adanya pemalsuan identitas. Sedangkan pengertian empiris adalah menganalisa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif saja, akan tetapi hukum dilihat sebagai perilaku masyarakat, selalu berinteraksi dan berhubungan aspek kemasyarakatan. Dan dalam hal ini peneliti berinteraksi langsung dengan responden dan informan yang berkaitan langsung dengan perkara pembatalan perkawinan.

Dengan demikian pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana hubungan hukum dengan masyarakat dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hukum dalam masyarakat.

2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis, yaitu prosedur atau pemecahan masalah penelitian dengan cara memaparkan keadaan obyek yang diselidiki sebagaimana adanya fakta-fakta aktual yang tampak sebagaimana adanya.

Dikatakan bersifat deskriptif, karena penulisan ini dimaksudkan untuk memberi dan menganalisa data yang seteliti mungkin tentang suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya. Sedangkan analitis berarti megelompokkan, menghubungkan,

membandingkan dan memberi makna pada aspek yang dapat saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.

Sumber data adalah benda, hal atau orang, dan tempat di mana peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang data. Lofland (Moleong, 2002:22) menyatakan bahwa, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Adapun jenis sumber data penelitian ini meliputi:

a. Data Primer

Sumber data primer merupakan data yang diperlukan dalam penelitian yang berasal dari responden dan informan dan merupakan sumber data utama. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dengan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan. Tulisan-tulisan yang ada kaitanya dengan masalah yang akan diteliti guna mendapatkan landasan teoritis dan informasi yang jelas. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:

a) Kitab UU Hukum Perdata

b) UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

c) PP No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

d) Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) e) UU No, 3 Tahun 2006 tentang Kependudukan

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan UU, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum.

3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data a. Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Soerjono Soekanto, di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dengan nara sumber. Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara. Wawancara ini diadakan secara langsung kepada para pihak yang berkompeten untuk menyampaikan informasi yang diperlukan kepada peneliti.

Untuk mendukung keberhasilan wawancara diperlukan instrumen yang dalam penelitian ini terdiri dari instrumen utama dan instrumen penunjang, dan yang dimaksud dari instrumen utama adalah peneliti sendiri sedangkan instrumen penunjangnya adalah daftar pertanyaan atau rangkaian pertanyaan dan catatan lapangan.

b. Analisis Data

Analisis data adalah “proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah semua yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, fotodan sebagainya. Setelah data sudah terkumpul cukup diadakan penyajian data lagi yang tersusunnya dibuat secara sitematik sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan berdasarkan data tersebut. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu:

1) Pengumpulan Data

Penelliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan yang meliputi observasi dan wawancara.

2) Reduksi Data

Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Tujuannya untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang terkumpul.

3) Penyajian Data

Data yang telah dikategorikan tersebut diorganisir sebagai bahan penyajian data. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dilaksanakan dengan cara deskriptif yang didasarkan kepada aspek yang diteliti. Hal tersebut kemungkinan dapat mempermudah gambaran seluruhnya atau bagian tertentu dari aspek yang diteliti.

4) Simpulan atau verifikasi

yaitu suatu kegiatan konfigurasi yang utuh. Simpulan ini dibuat berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang telah disajikan dan dibuat dalam

pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan menguji pada pokok permasalahan yang diteliti.

Berikut ini adalah analisis data kualitatif

Gambar 1.1 Analisis Kualitatif Menurut Milles dan Huberman

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah pembatalan perkawinan karena adanya pemalsuan identitas suami dalam perkawinan poligami. Berdasarkan permasalahan tersebut akan dianalisa mengenai apa yang seharusnya dilakukan yang kemudian dikaitkan dengan realitas empiris.

Cara ini cenderung menggunakan cara-cara deduktif dilain pihak, dan beberapa hal juga dilakukan cara-cara induktif, yakni diawali dengan menelaah pada suatu realitas yang ada sebagai fakta sosial dan selanjutnya baru dikaitkan dengan teori-teori, pendapat-pendapat, pandangan-pandangan, ide atau gagasan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Setelah analisis data selesai dilakukan, hasilnya akan disajikan secara diskriptif yang kemudian dapat ditarik suatu

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

kesimpulan guna menjawab apa yang menjadi pokok permasalahan dalam peneltian ini.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Pengadilan Agama Sungguminasa

1. Sejarah Pengadilan Agama Sungguminasa

Pada mulanya Kabupaten Gowa adalah sebuah Kerajaan di Sulawesi Selatan yang turun temurun diperintah oleh seorang Kepala pemerintah disebut “Somba” atau “Raja”. Daerah TK.II Gowa pada hakikatnya mulai terbentuk sejak beralihnya pemerintah Kabupaten Gowa menjadi Daerah TK.II yang didasari oleh terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, yang diperkuat Undang –Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II di Sulawesi (Tambahan Lembaran Negara RI No. 1822).

Kepala Daerah TK.II Gowa yang pertama “Andi Ijo Dg Mattawang Karaeng Lalowang “ yang juga disebut nama Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin Tumenanga Rijongaya, dan merupakan Raja Gowa yang terakhir (Raja Gowa ke XXXVI).

Somba sebagai Kepala pemerintah Kabupaten Gowa didampingi oleh seorang pejabat di bidang agama Islam yang disebut “kadi” (Qadli). Meskipun demikian tidak semua Somba yang pernah menjadi Raja Gowa didampingi oleh seorang Qadli, hanya ketika agama Islam mulai menyebar secara merata dianut oleh seluruh rakyat kerajaan Gowa sampai ke pelosok-pelosok desa, yaitu sekitar tahun 1857 M. Qadli pertama yang diangkat oleh Raja Gowa bernama Qadli Muhammad Iskin. Qadli pada waktu itu berfungsi sebagai penasehat Kerajaan atau Hakim Agama yang bertugas memeriksa dan memutus perkara-perkara di bidang agama, demikian secara turun

temurun mulai diperkirakan tahun 1857 sampai dengan Qadli yang keempat tahun 1956.

Setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 terbentuklah Kepala Jawatan Agama Kabupaten Gowa secara resmi, maka tugas dan wewenang Qadli secara otomatis diambil oleh Jawatan Agama. Jadi Qadli yang kelima, setelah tahun 1956, diangkat oleh Depertemen Agama RI sebagai Kantor Urusan Agama Kecamatan Somba Opu (sekaligus oleh Qadli) yang tugasnya hanya sebagai do‟a dan imam pada shalat I‟ed.

Berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 87 Tahun 1966 tanggal 3 Desember 1966, maka Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa secara resmi dibentuk dan menjalankan tugas-tugas peradilan sebagaimana yang ditentukan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 . Peresmian Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa ialah pada tanggal 29 Mei 1967. Sejak tanggal 29 Mei 1967 tersebut dapat dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah K.H.Muh. Saleh Thaha (1967 s/d 1976) Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa menjalankan kekuasaan kehakiman di bidang Agama membawahi 18 Kecamatan yang terdiri dari 46 Kelurahan dan 123 Desa.

Ketua Pengadilan Agama Sungguminasa dari tahun ke tahun : 1. K.H. Muh. Saleh Thaha, (1966-1976)

2. K.H. Drs. Muh. Ya‟la Thahir, (1976-1982) 3. K.H. Muh. Syahid, (1982-1984)

4. Drs. Andi Syamsu Alam, S.H, (1984-1992) 5. K.H. Muh. Alwi Aly (Tidak Aktif), ( - ) 6. Drs. Andi Syaiful Islam Thahir, (1992-1995)

7. Drs. Muh. As‟ad Sanusi, S.H., (1995-1998) 8. Dra. Hj. Rahmah Umar, (1998-2003) 9. Drs. Anwar Rahman, (4 Peb s/d Sep 2004) 10. Drs. Kheril R, M.H. (4 Okt s/d 14 Des 2007)

11. Drs. H.M. Alwi Thaha, S.H., M.H. (14 Des 2007 s/d 2012) 12. Drs. H. Hasanuddin, M.H. (2012 s/d 2015)

13. Dra. Nur Alam Syaf, S.H., M.H. (2015 s/d 2017) 14. Drs. Ahmad Nur, M.H. (2017 s/d Sekarang) 2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Sungguminasa

a. Visi :

Terwujudnya lembaga pengadilan agama sungguminasa kelas I B yang agung. b. Misi :

Adapun yang menjadi Misi Pengadilan Agama Sunguminasa Adalah : 1) Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Sungguminasa

2) Memberikan pelayanan hukum bagi Pencari Keadilan

3) Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Pengadilan Agama Sungguminasa

4) Meningkatkan kinerja Pengadilan Agama Sungguminasa yang berbasis teknologi informasi

3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Sungguminasa a. Tugas Pokok

Pengadilan Agama Sungguminasa melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

1) Perkawinan

Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain :

a) Izin beristri lebih dari seorang;

b) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;

c) Dispensasi kawin; d) Pencegahan perkawinan;

e) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; f) Pembatalan perkawinan;

g) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; h) Perceraian karena talak;

i) Gugatan perceraian;

j) Penyelesaian harta bersama; k) Penguasaan anak-anak;

l) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;

m) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;

n) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; o) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;

p) Pencabutan kekuasaan wali;

q) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;

r) Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum Cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya; s) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada

di bawah keuasaannya;

t) Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;

u) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;

v) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain

2) Waris

siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohoonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris

3) Wasiat

Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.

4) Hibah

Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

5) Wakaf

Perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.

6) Zakat

Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

7) Infak

Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, muniman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.

8) Shodaqoh

Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah swt. dan pahala semata. 9) Ekonomi Syari‟ah

Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi Bank syari'ah, Lembaga keuangan mikro syari'ah,

Asuransi syari'ah, Reasuransi syari'ah, Reksa dana syari'ah, Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah, Sekuritas syari'ah, Pembiayaan syari'ah, Pegadaian syari'ah, Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah, dan Bisnis syari'ah,

4. Fungsi Pengadilan Agama Sungguminasa

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut :

a) Fungsi mengadili (judicial power) Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).

b) Fungsi pembinaan Memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

c) Fungsi pengawasan Mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita / Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajaranya (vide : Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administarsi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide : KMA Nomor : KMA/080/VIII/2006).

d) Fungsi nasehat Memberikan pertimbangan dan nasehat hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vidwe : Pasal 52 ayat (1) Undang-undang nomor 3 tahun 20060.

e) Fungsi administrative Menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administratsi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan). (vide : KMA Nomor : KMA/080/VIII/2006).

f) Fungsi lainnya Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait.seperti DEPAG, MUI,Ormas Islam dan lain-lain (vide : Pasal 52 A Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006), serta pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penilitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

B. Implikasi Hukum Yang Ditimbulkan Dari Pembatalan Perkawinan

Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Sungguminasa dengan dasar keterangan saksi-saksi, alat bukti surat serta pertimbangan diatas dipandang dari hubungan dan persesuainya, maka kesalahan Tergugat II telah terbukti melakukan pemalsuan identitas dalam perkawinan dan dapat diancam pidana serta perkawinannya batal.

Implikasi dari pembatalan perkawinan sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu hakim PA Sunguminasa yang bernama Bapak abd rasyid antara lain:

“Perkawinan yang telah dibatalkan tidak mendapatkan akta cerai, hanya surat putusan bahwa pernikahanya dibatalkan. Dan akta kelahiran si anak (jika ada) tidak dibatalkan walupun antara ibu dan bapak dibatalkan perkawinanya”. Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa perkawinanya dibatalkan oleh hukum dan tidak dinyatakan sebagai akta cerai. Karena dianggap bahwa kedua belah pihak tidak pernah melakukan pernikahan, sehingga pihak pengadilan hanya mengeluarkan surat pernyataan pembatalan perkawinan bukan akta cerai. Akibat dari batalnya perkawinan tidak berlaku surut terhadap pihak-pihak yang tertuang dalam Pasal 28 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 dan Pasal 75 Kompilasi Hukum Islam.

Namun jika pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas, dimana pemalsuan adalah bentuk pelanggaran formil bukan materil, maka akibatnya juga formil. Dan yang dimaksud akibat secara formil adalah hanya surat pernyataan bahwa perkawinan tersebut dibatalkan, dan pembatalan tersebut tidak berlaku surut bagi si anak dimana si anak masih tetap mendapatkan hak waris dari ayahnya.

Suatu perkawinan yang kemudian dibatalkan mempunyai akibat perdata terhadap suami isteri maupun anak-anak asal perkawinan itu oleh suami isteri, keduanya dilakukan dengan itikad baik, namun jika itikad baik itu hanya ada pada satu pihak saja maka bagi pihak yang beritikad buruk akibatnya akan ditanggung juga. Sebagaimana yang terdapat dalam hukum Nasional yaitu UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 28 ayat (2) dan Kompilasi Hukum Islam pasal 75 dan pasal 76 yang mempunyai rumusan berbeda.

Pasal 28 ayat (2) UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 meneyebutkan bahwa putusan tidak berlaku surut terhadap:

a. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah dibatalkan tetap dianggap sebagai anak yang sah yang mempunyai hubungan perdata dengan kedua orag tuanya yaitu ayah dan ibu, meskipun perkawinan kedua orang tuanya dibatalkan.

b. suami atau isteri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.

c. Orang-orang ketiga lainnya termasuk dalam poin a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap. Misalnya dalam perkawinan tersebut si laki-laki dan si wanita berhutang kepada seseorang diwaktu masih menikah, sehingga pembayaran hutang masih harus dibebankan kepada kedua belah pihak.Jadi, apabila diajukan gugatan pembatalan perkawinan dikarenakan oleh salah satu pihak melakukan perkawinan dengan orang lain lebih dulu, maka dalam hal ini apabila terjadi putusan pembatalan perkawinan tidak dikenal adanya harta bersama. Pasal 75 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa putusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap:

1) Perkawinan yang batal karena salah satu sumai atau isteri murtad; 2) Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;

3) Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beritikad baik, sebelum putusan pembatalan perkawinan kekutan hukum yang tetap.

Akibat perkawinan terhadap harta bersama dari suami istri apabila pada waktu perkawinan berlangsung tidak membuat perjanjian perkawinan, maka terjadi persatuan harta kekayaan suami istri secara bulat. Sehingga pembagian harta kekayaan dibagi dua sama besar antara suami isteri. Dan mengenai Peraturan tentang pemalsuan identitas dan berakibat pada pemberian sanksi diatur dalam KUHP.

Namun yang secara khusus membahas tentang pemalsuan identitas yang berakibat pada tidak sahnya perkawinan diatur dalam KUHP bab XIII tentang Kejahatan Terhadap Asal Usul Dan Perkawinan, mulai Pasal 277 sampai Pasal 280, peraturan tersebut berbunyi:

a. Barang siapa dengan salah satu perbuatan sengaja menggelapkan asalusul orang, diancam karena penggelapan asal-usul, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

b. Pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 No. 1-4 dapat dinyatakan.Pasal 279 menjelaskan:

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:

a) Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;

b) Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.

2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan Pasal 1 butir a menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada

menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 280 menjelaskan bahwa :

“Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah”.

Bab XIII KUHP diatas menjelaskan tentang pemalsuan asal-usul dan perkawinan. Pemalsuan asal-usul secara administrasi bisa diketahui dari identitas si pelaku yaitu KTP ataupun surat lain yang menunjukkan asal-usul.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa di PA Sungguminasa terdapat pemalsuan identitas yang berupa KTP (kartu tanda penduduk), dimana KTP tersebut merupakan salah satu bukti adanya pemalsuan identitas. Oleh karena itu menurut Pasal 277 KUHP orang melakukan pemalsuan asal-usul dengan sengaja maka diancam dengan penjara selama enam tahun. Begitu pula dengan Pasal 280 KUHP yang menjelaskan secara rinci akibat hukum pidana terhadap pemalsu identitas pada bidang perkawinan juga diancam penjara selama lima tahun.

Pada umumnya para korban tidak menuntut terhadap pelaku pemalsuan identitas perkawinan, agar fenomena pemalsuan identitas hanya dengan maksud untuk poligami. Akan tetapi masyarakat serta tetangga disekitar korban menyerahkan semua kepada yang bersangkutan yang terbaik buat kedua belah pihak karena yang berhak melaporkan dan mengadukan perkara ini ke Pengadilan Negeri untuk mempidanakannya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tugas dan kewenangan Pengadilan Agama Sungguminasa adalah hanya memberikan putusan bukan mempidanakan, akan tetapi pihak Pengadilan Agama menyerahkan sepenuhnya kepada pribadi masing-masing, apakah mereka akan menindak lajuti, meminta ganti rugi atau hanya ingin perkawinan atas dasar pemalalsuan identitas dibatalkan oleh Pengadilan Agama.

Dokumen terkait