• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Karakter dan Kehidupan Sosial

BAB V INTEGRASI NILAI-NILAI KARAKTER

B. Pendidikan Karakter dan Kehidupan Sosial

Pendidikan karakter/akhlak dalam Islam adalah pendi-di kan yang mengakui bahwa dalam kehidupan ini manusia meng hadapi adanya baik buruk, benar salah, adil dan tidak adil, serta damai dan kacau. Guna menghadapi hal-hal yang serba bertentangan itu, Islam telah menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip hubungan antarmanusia yang dapat mem buat manusia hidup damai dan harmonis di dunia ini. Di antara dasar kehidupan sosial yang terpenting dalam pan dangan

agama (Islam) adalah menciptakan hubungan antar se sama

makhluk di muka bumi, dengan cara memuliakan ma nusia

dan menghormati hak­haknya. Mahmud (2004: 112) menge­

mukakan Islam menganjurkan umatnya untuk menjaga hu bu-ngan baik antara sesama manusia, baik debu-ngan sesama muslim mau pun dengan nonmuslim. Oleh karena itu, Islam memberi per hatian yang besar terhadap pendidikan karakter/akhlak da-lam setiap level pendidikan.

Islam telah menentukan dasar-dasar kehidupan sosial yang menekankan pada keseimbangan antara kebutuhan indi-vidu dan kebutuhan masyarakat. Islam tidak mengizinkan jika kepentingan sosial menginjak-injak kepentingan individu, demi kian juga sebaliknya, Islam tidak memperkenankan ke-pen tingan individu mengalahkan kepentingan sosial. Islam menyeimbangkan dan menjaga keharmonisan dua kepen-tingan ini. Untuk menjaga keseimbangan dan keharmo nisan itu, diperlukan tata hubungan antarumat manusia yang men -jadi pedoman dalam inetraksi sosial, dan disitulah le tak

pe-ranan pendidikan karakter/akhlak. Soekanto (2002: 330)

me ngemukakan bahwa keserasian atau harmoni dalam mas-ya rakat (sosial equilibrium) merupakan keadaan yang diidam­

idamkan setiap masyarakat yaitu keadaan di mana lem baga-lembaga kemasyarakatan benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Dengan demikian, individu secara psikologis me ra-sakan akan adanya ketenteraman, karena tidak adanya per ten-tangan dalam norma-norma dan nilai-nilai.

Manusia tidak akan dapat hidup bermasyarakat dengan baik, kecuali jika mereka dapat berinteraksi dengan sesamanya de ngan baik pula. Interaksi itu terwujud di masyarakat dalam ben tuk aktivitas sosial dan ekonomi sehingga mereka dapat saling memberi manfaat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Agar hubungan antarsesama manu sia dapat tercipta dengan baik diperlukan empat tiang pen

yang-ga seperti yang dikemukakan Ilyas (2004: 223) yaitu, ta’aruf,

tafahum, ta’awun, dan takaful. Ta’aruf , saling kenal me ngenal,

tidak hanya sebatas kenal secara fisik, tetapi juga ta’aruf pen­

didikan, budaya, keagamaan, pemikiran, ide-ide, cita-cita, dan ta’aruf problem sosial yang dihadapi. Tafahum, saling me-mahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kele mahan masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalah pa ha-man dapat dihindari. Ta’awun, saling tolong-menolong, bantu membantu, bekerjasama dalam hal kebajikan. Yang kaya me-nolong yang miskin, yang kuat meme-nolong yang lemah, dan ya ng mempunyai kelebihan menolong yang kekurangan. Taka ful, saling memberikan jaminan keamanan, sehingga menim bulkan rasa aman dalam kehidupan sosial. Tidak ada

ra sa kekhawatiran dan kecemasan dalam menghadapi hidup ini karena ada jaminan mendapatkan pertolongan dari sesama war g a masyarakat.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hi-dup sendiri. Ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehi dupan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa interaksi de-ngan orang lain merupakan suatu keniscayaan yang harus dila-kukan oleh setiap orang, dan Allah menjanjikan pahala bagi orang-or-ang yang mau berinteraksi dengan baik. Interaksi dengan masyarakat sekitar sesuai dengan ajaran agama akan mem berikan manfaat dalam kehidupan, baik individu maupun

mas yarakat. Mahmud (2004: 103) mengemukakan manfaat dari interaksi sosial itu antara lain: (1) dapat menyampaikan dak­

wah kepada hamba Allah lainnya, karena Islam adalah agama dakwah. Dakwah itu tentu tidak akan terlaksana kecuali

de-ngan adanya interaksi dede-ngan sesama; (2) dapat bergerak di

tengah-tengah masyarakat untuk menyampaikan manfaat dan

kebaikan kepada mereka; (3) dapat bekerjasama dalam ketak­

waan dan kebaikan. Hal ini merupakan perintah Allah ke pada orang-orang mukmin dan tidak akan terwujud kecuali

ada-nya interaksi; (4) Islam adalah agama pendidikan yang terus

mendidik manusia hingga meninggal dunia. Pendidikan ada-lah proses belajar mengajar yang tidak akan terwujud kecuali

adanya interaksi antarmanusia; (5) Islam adalah agama yang

mengajak pemeluknya untuk menegakkan agama Al-lah di muka bumi dan memerintahkan mereka untuk kembali kepada aga ma Islam dalam memutuskan perkara di antara mereka.

Hubungan antarmanusia yang dijembatani oleh akhlak itu dapat menciptakan kehidupan yang harmonis berupa kese-nangan, kedamaian, kesesuaian, kesempurnaan, kepuasan, ke-haruan, dan kebenaran yang berujung akan membawa

keba-hagiaan dalam hidup seseorang. Nata (2006: 102) menjelaskan

bahwa kesempurnaan, keharuan, kepuasan, kesenangan, ke-be n aran, kesesuaian dengan keinginan mendatangkan rah mat, memberikan perasaan senang dan bahagia dan yang sejalan de ngan itu adalah sesuatu yang dicari dan didambakan serta

diu sahakan oleh manusia, karena semuanya itu dianggap sebagai sesuatu yang baik dan mendatangkan kebaikan bagi diri nya.

Perintah untuk menjaga hubungan yang harmonis itu ter-dapat dalam beberapa ayat Alquran, seperti hubungan dengan ke dua orang tua, hubungan dengan saudara, hubungan de-ngan jiran/tetangga, dan hubude-ngan dede-ngan sasama muslim pada umumnya. Hubungan dengan kedua orang tua terdapat da lam surah Al-Isra ayat 23, surah Lukman ayat 15 sebagai be-rikut:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik­baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua­duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka se kali­kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada me reka perkataan yang mulia.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka ja­ nganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di du­ nia dengan baik.

Perintah untuk menciptakan hubungan baik dengan sesama tercantum dalam Alquran surah An-Nisa: 36

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan­Nya de­ ngan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua or­ang ibu­bapa, karib­kerabat, anak­anak yatim, orang­orang miskin, tetangga yang de kat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan ham ba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang­orang yang sombong dan membangga­banggakan diri”.

Dan tolong­menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong­menolong dalam berbuat dosa dan pelang­ garan.

Kerjasama dan tolong menolong sangat diperlukan dalam mas yarakat guna mencapai kehidupan yang layak dan mapan sesuai dengan predikat manusia sebagai makhluk yang mulia.

Mahmud (2004: 96) mengemukakan tanpa adanya kerja sama

mus tahil manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sen-diri. Kerja sama ini tidak akan membuahkan hasil yang nyata, ke cuali dengan dorongan dan digerakkan oleh nilai-nilai akhlak. Karena nilai-nilai akhlak mengajak manusia untuk ber-buat baik demi kepentingan orang lain sehingga se tiap orang ingin berbuat baik untuk kepentingan orang-orang dise kitar-nya.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global se lalu me ngalami perubahan setiap saat. Secara teoretis Gre edler

dan tempat bermain individu, sangat kuat mempengaruhi sikap dan keyakinannya tentang seseorang, dunia, dan peri-laku. Teori-teori tersebut mengangkat isu konteks sosial

meli-puti teori sosial­cognitive (Bandura), teori atribusi (Weinner), dan teori sosiohistoris perkembangan psikologis (Vigotsky).

Akbar (2007: 51) dalam menguraikan teori sosial kognitif

menge mukakan bahwa asumsi dasar teori sosial cognitive

men cakup (a) hakikat proses belajar berada pada latar alamiah, dan (b) ada hubungan antara orang yang belajar dan ling ­

kungan. Dalam latar alamiah, siswa meniru perilaku yang ber-va riasi dan seperangkat perilaku yang abstrak dari aktivitas be berapa model.