• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

E. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

PMRI adalah sutu gerakan yang berusaha memperbaiki kualitas

pendidikan matematika, teristimewa pendidikan matematika di sekolah.

paradigma mengajar ke paradigm belajar. PMRI merupakan adaptasi

(bukan adopsi) dari Realistic Mathematics Education (RME) yang telah lama dikembangkan oleh Belanda, yaitu sekitar 37 – 40 tahun lalu

(Marpaung,2010). RME dikembangkan di Belanda berdasarkan ide

Freudenthal yaitu (Marpaung:2009):

1. Matematika adalah aktivitas manusia

2. Matematika harus dikaitkan dengan realitas, dalam arti real bagi siswa:

konteks dunia nyata yang dipakai sebagai sumber pengembangan

konsep dan sebagai lahan aplikasi, melalui proses matematisasi baik

secara horizontal maupun vertikal.

Dari prinsip dasar RME itulah, PMRI dikembangkan di Indonesia

dengan konteks dan budaya Indonesia. Perkembangan teori tentang

pengetahuan seperti konstruktivisme, teori pembelajaran seperti CTL, dan

pengalaman masing-masing dalam bidang penelitian serta wawasannya

dalam bidang psikologi dan pedagogi ikut membentuk caranya

memandang RME dan adaptasinya dalam wujud PMRI. Maka dari itu

munculnya karakteristik-karakteristik PMRI dalam berbagai variasi, dalam

penelitian ini peneliti mengacu pada karakteristik menurut Marpaung

(2009):

1. Guru harus mengusahakan bahwa murid aktif dalam pembelajaran

Keaktifan siswa di kelas dapat mengakibatkan siswa mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri, sehingga siswa akan lebih mudah memahami

2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah

kontekstual/realistik.

Realistik artinya siswa dapat membayangkan situasi yang disajikan

dalam masalah (Marpaung 2009). Masalah yang disampaikan kepada

siswa hendaknya bersifat realistik atau kontekstual. Misalnya: dalam

mempelajari relasi suatu fungsi, guru dapat mengawali dengan silsilah

keluarga siswa. Siswa diminta untuk menceritakan silsilah

keluarganya, kemudian melihat relasi yang terjadi di dalam silsilah

keluarganya.

3. Guru memberikan kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah

dengan caranya sendiri

Dalam pembelajaran hendaknya siswa diberi kebebasan dalam

memecahkan suatu masalah yang diberikan. Biarkan siswa

menyelesaikan masalah dengan kerangka berfikirnya sendiri sesuai

dengan potensi yang ia miliki. Cara-cara siswa seperti memeragakan

alat peraga, kemudian menggambarkannya, lalu menuliskannya dalam

bahasa matematika, yang berdasarkan pemikirannya itu, akan melatih

siswa dalam melakukan proses matematisasi antara lain abstraksi dan

generalisasi. Sehingga ketika terjadi negoisasi hasil pemikiran dengan

siswa lain, masing-masing individu mengetahui apa yang harus

diperbaiki dalam hasil pemikirannya (siswa mengkonstruksi

4. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negoisasi, baik antara siswa

dan siswa, juga antara siswa dan guru.

Guru dapat menghadirkan suatu permasalahan dalam kelas. Kemudian

meminta siswa untuk mengupas masalah tersebut dengan berdiskusi

dengan siswa yang lain. Misalnya dalam mempelajari fungsi, dapat

dengan memberikan 2 jenis relasi yang merupakan fungsi dan bukan

fungsi, dari sana siswa diminta untuk menemukan ciri fungsi, tentunya

dengan bimbingan guru. Adanya interaksi dan negoisasi yang baik,

siswa akan melengkapi pikirannya dengan pengetahuan lain yang

didapat dari teman atau guru.

5. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan

Guru hendaknya mengusahakan pembelajaran yang dapat

menimbulkan antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran. Sesuatu

proses yang diawali dengan keinginan dari dalam diri, akan

mengakibatkan hasil dari proses tersebut menjadi baik. Begitu pula

dalam pembelajaran di kelas, jika siswa merasa senang dalam

mengikuti pembelajaran, akan lebih mudah bagi siswa dalam terlibat di

dalamnya dan tentunya pengalaman yang menyenangkan akan lebih

membantu siswa dalam mengingat apa yang telah dipelajari.

6. Guru harus dapat memilih dan mengembangkan materi ajar sehingga

sifat intertwinment (kesalingterkaitan) dapat terlaksana.

Dalam belajar, pengalaman atau pengetahuan awal menentukan

disimpan dalam memori saling terkait maka akan lebih mudah

memanggilnya kembali untuk diolah bersama informasi baru untuk

memperoleh pengetahuan baru yang lebih kompleks (Marpaung 2009).

7. Pembelajaran harus berpusat pada siswa

Dalam proses pembelajaran, siswa diberi kesempatan dan kebebasan

cara dalam memecahkan suatu masalah, dan kesempatan dalam

mengungkapkan idenya. Guru tidak mengajari siswa (tidak

menunjukkan caranya, apalagi memberikan solusi), tetapi memotivasi

dan membantu melalui pertanyaan-pertanyaan atau komentar.

8. Guru bertindak sebagai fasilitator (Tut Wuri Handayani)

Guru hendaknya tidak mengajari siswa bagaimana menyelesaikan

masalah tetapi memberi bimbingan dan dorongan agar siswa mau

berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan strateginya

sendiri.

9. Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan

dimarahi tapi dibantu dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

Guru berusaha secara empatik membantu siswa. Matematika bukan

sesuatu yang mudah dipelajari. Jadi wajar bila siswa melakukan

kesalahan. Siswa perlu dibimbing agar mau belajar dari kesalahan.

Dalam membantu, guru dapat berkomunikasi sedemikian rupa

sehingga siswa menangkap bahwa dia melakukan kesalahan tetap tidak

10.Guru perlu menghargai keberanian siswa mengutarakan idenya,

termasuk kemungkinan bahwa idenya keliru atau tidak sesuai dengan

yang diharapkan guru.

Guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dari ide atau

pemikiran yang disampaikan oleh siswa. Dari situ guru dapat

membimbing siswa dalam memperbaiki hasil pemikirannya.

Pada tahun 2009, telah disusun Standar Pembelajaran PMRI, sebagai

acuan para guru atau sekolah dalam menerapkan pembelajaran PMRI,

yaitu:

1. Pembelajaran materi baru diawali dengan masalah realistik sehingga

siswa dapat mulai berpikir dan bekerja

2. Pembelajaran memberi kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi

masalah yang diberikan guru dan bertukar pendapat sehingga siswa

dapat saling belajar dan meningkatkan pemahaman dan konsep

3. Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat

pembelajaran lebih efisien

4. Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk memberi

kesempatan bagi siswa belajar matematika secara utuh, yaitu

menyadari bahwa konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan

5. Pembelajaran materi diakhiri dengan proses konfirmasi untuk

menyimpulkan konsep matematika yang telah dipelajari dan