• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) didasari oleh pernyataan Freudenthal bahwa “Mathematics is human activity”. PMRI merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika di Belanda. Kata “realistik” sering disalah artikan sebagai

berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan”.8

PMRI adalah pendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan pada ketrampilan “proses of doing

matheatics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan

teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student

inveting sebagai kebalikan dari teacher telling) dan pada akhirnya

menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.9 Suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real world

problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Tetapi suatu masalah disebut “realistik” apabila masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa.

Perhatian pada pengetahuan informal dan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa sebagai dasar dalam mengembangkan pendidikan matematika realistik. Suatu pengetahuan informal siswa dapat berkembang menjadi pengetahuan formal siswa melalui proses pemodelan. Suatu prinsip utama PMR adalah siswa berpartisipasi

8

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik (Suatu Alternatif

Pendekatan Pembelajaran Matematika), (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),

hlm. 20

9

Saminanto, Aplikasi Realistic Mathematics Education, (Semarang: Walisongo Press, 2001), hlm. 1

secara aktif dalam proses belajar. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri.10

Treffers (1987) merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik, yaitu:

a. Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.

b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam PMRI, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika. d. Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.

10

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: KENCANA, 2014), hlm.205

Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.

e. Keterkaitan

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. PMRI menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. 11

Tim PMRI USD, menginterpretasinya, mengembangkannya dalam kondisi sosial dan budaya Indonesia, menjabarkannya dan mencoba mempraktekkannya di kelas. Berikut adalah karakteristik PMRI:12

a. Murid aktif, guru aktif (Matematika sebagai aktivitas manusia) b. Pembelajaran sebisa mungkin dimulai dengan menyajikan

masalah kontekstual/ realistik

c. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri

d. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan e. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau

besar)

11

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik ..., hlm. 21-23

12

Y. Marpaung, Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indnesia), hlm. 3

f. Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data)

g. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan siswa, juga antara siswa dan guru

h. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (Menggunakan model)

i. Guru bertindak sebagai fasilitator (Tutwuri Handayani)

j. Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan dan usaha mereka hendaknya dihargai.

Beberapa hal yang perlu dicatat dari karakteristik pendekatan matematika realistik di atas adalah bahwa pembelajaran matematika realistik itu:13

a. Termasuk “cara belajar siswa aktif” karena pembelajaran matematika dilakukan melalui ”belajar dengan mengerjakan;.” b. Termasuk pembelajaran yang berpusat pada siswa karena mereka

memecahkan masalah dari dunia mereka sesuai dengan potensi mereka, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator c. Termasuk pembelajaran dengan penemuan terbimbing karena

siswa dikondisikan untuk menemukan atau menemukan kembali konsep dan prinsip matematika

13

d. Termasuk pembelajaran kontekstual karena titik awal pembelajaran matematika adalah masalah kontekstual, yaitu

masalah yang diambil dari dunia siswa e. Termasuk pembelajaran konstruktivisme karena siswa diarahkan

untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika mereka dengan memecahkan masalah dan diskusi.

Adapun kelebihan pembelajaran matematika realistik Indonesia adalah sebagai berikut: 14

a. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

b. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar matematika. c. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang

jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya, dengan membandingkan cara penyelesaiannya yang satu dengan

14

Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum

yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut. d. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang

jelas kepada siswa bahwa mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dan orang harus menjalani sendiri proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru. Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

Setiap ada kelebihan pasti ada kelemahannya, adapun kelemahan pembelajaran matematika realistik Indonesia adalah sebagai berikut: 15

a. Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkan RME.

b. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, lebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

15

Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum

c. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.

Hasil penelitian di Belanda memperlihatkan bahwa PMR telah menunjukkan hasil yang memuaskan (Becher dan Selter, 1996). Bahkan Beaton (1996) merujuk pada laporan TIMSS (Third

Internasional Mathematics and Science Study), siswa Belanda

memperoleh hasil yang memuaskan baik dalam keterampilan komputasi maupun kemampuan pemecahan masalah.16

Dalam pendekatan PMRI memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan. Menurut Tran Vui dalam M Thobironi, konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain.17

16

Saminanto, Aplikasi Realistic Mathematics Education, hlm. 4

17

M. Thobroni, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), hlm. 91-92

Tujuan dari teori konstruktivisme adalah sebagai berikut: 18 a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan

dan mencari sendiri pertanyaannya.

b. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Adapun karakteristik pembelajaran secara kontruktivisme adalah sebagai berikut: 19

a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia nyata.

b. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan.

c. Mendukung pembelajaran secara kooperatif.

d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar.

e. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru. f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting

dengan hasil pembelajaran.

g. Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen.

18

M. Thobroni, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 92

19

Salah satu tokoh teori belajar kontruktivisme adalah Vigotsk. Kontruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky memiliki pengertian bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik.20

Dokumen terkait