• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendirian Parisada Hindu Dharma

Setelah KemerdekaanBa b

B. Perkembangan Agama Hindu Setelah Kemerdekaan

2. Pendirian Parisada Hindu Dharma

Gambar 2.7 SMP Dwijendra dijadikan tempat pesamuan agung yang kelima.

Tanggal 21 sampai dengan 23 Februari 1959 di-adakan pertemuan atau pesamuan agung. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pejabat pemerintah Provinsi dan Kabupaten, Kepala Kantor Agama Kabupaten serta pemimpin Organisasi dan Yayasan yang bercorak kehinduan. Pesamuan tersebut diadakan di Gedung Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar.

Dalam pesamuan agung itu diputuskan suatu dewan yang bernama “Parisada Hindu Dharma Bali”. Tugas pengurus adalah mengatur, memupuk dan mengembangkan kehidupan beragama di Bali. Sedang-kan tujuan didiriSedang-kannya Parisada adalah mempertinggi kesadaran hidup keagamaan di kemasyarakatan umat Hindu.

Parisada terdiri dari Brahmana ahli. Hal ini berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam kitab suci Manawa Dharma Sastra XII.110-114. Pesamuan agung I Parisada Hindu Dharma Bali (PHDB) di SMP Dwijendra diadakan pada tanggal 3 Oktober 1959. Pada saat itu diputuskan untuk menerbitkan buku Agama Hindu untuk sekolah-sekolah di Bali yang berjudul “Dharma Prawerti Sastra”.

Kemajuan Agama Hindu mulai tampak setelah buku tersebut tersebar di sekolah-sekolah. Tanggal 4 Juli 1959 berdirilah sekolah Pendidikan Guru Atas Hindu Bali (PGAH Bali)dan dinegerikan tahun 1968. Semua ini terjadi juga berkat dukungan yayasan Dwijendra. Tugas sekolah PGAH Bali ini mendidik generasi muda untuk menjadi guru Agama Hindu yang nantinya bertugas di sekolah-sekolah yang berada di Bali. Pada tanggal 19 Maret 1960 diadakan pesamuan agung II dibalai masyarakat kota Denpasar. Kemudian disusul pesamuan agung III dan IV tahun 1960. Tanggal 21 Oktober 1961 berlangsung pesamuan agung V bertempat di SMP Dwijendra Denpasar. Keputusan yang penting diambil pada pesamuan agung itu adalah rencana penyelenggaraan Karya Eka Dasa Rudra pada tahun 1963.

Pesamuan agung diselenggarakan di Campuhan Ubud di Pura Gunung Lebah pada tanggal 17 sampai 23 November 1961. Pertemuan yang dikenal dengan Paruman (Dharma Asrama) diprakarsai oleh Parisada Dharma Hindu Bali.Pertemuan ini diikuti oleh Sulinggih (Pandita) dan Walaka. Mereka bertemu untuk membicarakan masalah keumatan dan masalah keagamaan (Dharma Negara dan Dharma Agama).

Sumber:www.picasaweb.google.com, 2010

Keputusan terpenting saat itu adalah tentang “Piagam Campuhan Ubud” yang berisi tentang keputusan penting bagi perkembangan Agama Hindu selanjutnya.

Isi dari piagam Campuhan Ubud adalah :

1. Mengenai Dharma Agama meliputi tentang pengakuan Veda Sruti sebagai inti ajaran Hindu dan Dharma sastra Smerti sebagai tuntunan ajaran Susila. Tentang pendirian Perguruan Tinggi Agama, pendirian padmasana pada setiap Kahyangan Tiga, serta tentang Pedewasaan Hari Raya.

2. Mengenai Dharma Negara meliputi tentang kemerdekaan, per-cobaan senjata nuklir, menjunjung tinggi Pancasila, memperjuang-kan agama Hindu agar menjadi bagian dari Departemen Agama, memupuk semangat gotong royong dan membenarkan petugas dengan berpakaian dinas masuk dan melakukan persembahyangan di pura-pura.

Piagam Campuhan terdiri dari beberapa pasal. Pada bagian A butir II antara lain menyebutkan keinginan untuk membangun atau menyeleng-garakan Arsama Pengadyayan (Perguruan Tinggi Agama) tempat mem-pelajari Dharma. Butir inilah cikal bakal terwujudnya perguruan tinggi Hindu.

Isi pokok Piagam Campuhan yaitu Dharma Agama dan Dharma Negara. Dharma Agama yang dimaksud adalah bagaimana umat Hindu bisa menjalankan ajaran Dharma tersebut lewat kerangka dasar Agama Hindu (Tattwa, Susila, Upacara). Dharma Negara lebih menitikberatkan pada hubungan umat sebagai warga Negara Kesatuan RI. Umat mem-posisikan diri untuk dapat berperan aktif disetiap kegiatan kebangsaan atau kenegaraan. Umat juga diharap selalu menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pada tanggal 3 Oktober 1963 didirikan Mahawidya Bhawana Institut Hindu Dharma (IHD) dan sekarang berubah menjadi Universitas Hindu Indonesia (UNHI). Ini merupakan wujud isi piagam mengenai Dharma Agama tentang pendirian perguruan tinggi Agama.

Dengan adanya IHD dan Parisada Hindu Dharma Bali (PHDB) ajaran Hindu terus digali dan dirumuskan sesuai dengan dunia pendidikan. Sehingga Agama Hindu dapat dipelajari oleh semua orang.

Selanjutnya disetiap provinsi dan Kabupaten diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia berdirilah Parisada. Pada tanggal 7 sampai 10 Oktober 1964 dilaksanakan Mahasaba I yang dihadiri oleh utusan Parisada seluruh Indonesia. Dalam mahasabha ini diputuskan tentang penyempurnaan Lembaga Hindu Parisada Hindu Dharma Bali menjadi Parisada Hindu Dharma.

Parisada Hindu Dharma memiliki lambang khusus. Lambang tersebut berbentuk Padma (untaian daun bunga teratai yang lancip dan melingkar) berjumlah 22 helai. Jumlah ini melambangkan anggota dewan Parisada Hindu Dharma Pusat yang bukan pendeta/ pedanda. Di tengah-tengah untaian daun teratai itu terdapat lingkaran Padma berbentuk setengah bulatan berjumlah 11 helai yang melambangkan jumlah anggota Paruman Sulinggih. Di tengah-tengah 2 lingkaran Padma yang berbentuk lancip dan setengah bulatan terdapat swastika yang berjari-jari 4. Hal ini melambang-kan Dewan Harian Parisada Hindu Dharma Pusat. Seluruhnya berjumlah 4 orang yang disimbolkan oleh

tangkai atau jari-jari swastika yang menjalar ke kanan dan tangkai-tangkainya yang di tengah-tengah adalah lambang Sekretariat Parisada. Pada tanggal 2 sampai 5 Desember 1968 diselenggarakan Maha-sabha II di Denpasar. Pada MahaMaha-sabha II dihasilkan pula keputusan tentang tugas pandita, yaitu:

Gambar 2.9 Logo PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia)

Sumber: www.leler .com, 2010

Gambar 2.10 Para pemangku atau pinandita selalu mendapatkan pengarahan baik dari Bimas atau PHDI.

Sumber:www.jatim.depag.co.id, 2010 1. memi mpi n umat dal am

hidup dan kehidupannya untuk mewujudkan kese-jahteraan dan kebahagiaan lahir batin,

2. melakukan pemujaan penye-lesaian yajï a,

3. dalam memimpin upacara yajï a agar menyesuaikan dengan k etentuan sastra untuk itu,

4. pandi ta j uga di harapk an mampu membimbing para pinandita atau pemangku, 5. aktif mengikuti paruman

dalam rangka penyesuaian dan pemantapan ajaran agama sesuai dengan perkembangan masyarakat,

6. pandita juga memberikan bimbingan Dharma Upadeúa melalui Dharma Wacana, Dharma Tula, Tirtayatra, dan lainnya.

Kemudian dilanjutkan dengan Pesamuan agung yang dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 21 sampai 24 Februari 1971 yang menghasil-kan rumusan dibidang Dharma Agama dan Dharma Negara. Rumusan itu meliputi pengajuan usulan kepada Pemerintah pusat agar Perayaan Hari Raya Nyepi menjadi Hari libur Nasional.

Mahasabha III diselengarakan tanggal 27 sampai 29 Desember 1973 di Denpasar dan Mahasabha IV diselengarakan pada tanggal 24 sampai 27 Desember 1980 di Denpasar. Mahasabha ini menghasilkan beberapa keputusan penting yaitu perihal tempat suci dan kepanditaan. Akhirnya berdasarkan keputusaan pemerintah No. 3 tahun 1983, Hari Raya Nyepi diakui sebagai Hari libur Nasional.

Mahasabha V yang diselenggarakan pada tanggal 24 sampai 27 Februari 1986 memutuskan tentang ajaran agama dan pesantian Hindu atau Widyalaya. Selain itu dilakukan perubahan nama dari Parisada Hindu Dharma Bali menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Mahasabha VI diselenggarakan di Jakarta pada 9-14 September 1991. Mahasabha ini memutuskan pemilihan tempat kerja pengurus yaitu pengurus PHDI yang melaksanakan Dharma Negara berkedu-dukan di Jakarta dan yang menangani Dharma Agama berkedudukan di Bali. Pada Mahasabha VI dan VII terjadi perubahan struktur pengurusan PHDI.

Pada Mahasabha VI ditetapkanlah kewajiban Parisada, yaitu: a. mengembangkan dan membina kehidupan keagamaan sesuai

dengan kitab suci Veda,

Gambar 2.11 Hasil dari Mahashaba III adalah ditetapkannya Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional

Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia yang sampai sekarang terus berkembang. Untuk mengajegkan dan mengembangkan Agama Hindu banyak pembangunan-pembangunan yang bernuansa Hindu didirikan baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual.

Dengan tersebarnya umat Hindu di seluruh Indonesia, hal ini meru-pakan tantangan bagi Parisada. Parisada berkeinginan untuk dapat menyatukan visi dalam mengembangkan umat Hindu di seluruh Indo-nesia.

Satu langkah yang dibuat Parisada adalah dengan membuat model tempat ibadah (Pura) untuk luar Bali dan Lombok. Maka dibuatlah Pura Jagatnata di tengah-tengah kota Denpasar sebagai model tempat persembahyangan. Pura yang cukup sederhana (tidak terlalu banyak bangunan) akhirnya benar-benar menjadi contoh bangunan pura bagi masyarakat Hindu di luar Bali.

Hasil-hasil pembangunan lain yang bernuansa Hindu pun terus berkembang. Adapun hasil-hasil pembangunan tersebut adalah sebagai berikut:

b. meningkatkan pengabdian umat Hindu dalam ke-hidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, c. mengembangkan dan membina tri kerukunan hidup

umat beragama, yaitu kerukunan intern umat ber-agama, kerukunan umat beragama dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah,

d. mengembangkan dan membina hubungan baik dengan setiap orang dan badan-badan yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan.

Parisada betugas memberikan pemahaman tentang ajaran Agama Hindu kepada umat. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) adalah lembaga tertinggi yang berfungsi menata, merumuskan ajaran dan mengembangkan kehidupan beragama Hindu sehingga terus dapat berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Ceramah dan Dharma tula merupakan cara untuk memberikan pemahaman tentang Agama Hindu.

WARTA

Dharma Prawerti Sastra memuat ajaran Widhi Tattwa, Atma Tattwa, Karmaphala, Samsara, Moksa, pengertian dharma dan lainnya.

.

C. Hasil-Hasil Pembangunan Yang Bernuansa

Dokumen terkait