5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.5 Pendugaan Model Komposit
Pendugaan model komposit atas variabel penyusun faktor dilakukan dengan metoda CMA (Composite Mapping Analysis). Pemanfaatan metoda ini didasarkan pada hasil analisis bahwa kepadatan hotspot ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor serta variabel-variabel penyusunnya. Pengkompositan skor variabel sebagai penyusun faktor diharapkan dapat meningkatkan kemampuan model untuk menerangkan kepadatan hotspot.
Pemilihan model terbaik mempertimbangkan nilai koefisien determinasi hubungan antara skor variabel-variabel terhadap kepadatan hotspot. Model terbaik
0.2514 0.0927 0.1008 0.0174 0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000 0-0.2 0.2-0.4 0.4-0.6 0.6-0.8 K ep a d a ta n h o ts p o t (H S/ k m ²)
dimungkinkan terjadi dengan memanfaatkan kombinasi variabel dengan nilai koefisien determinasi tinggi dan rendah apabila secara statistik lebih banyak menerangkan data. Nilai koefisien determinasi pada masing-masing variabel ditunjukkan oleh Tabel 30.
Tabel 30 Koefisien determinasi skor hasil rescalling terhadap kepadatan hotspot
No Variabel Koefisien
Determinasi (%)
Sig.
1. Jenis tutupan lahan 15.2 0.000
2. Tingkat PDRB per kapita 6.8 0.000
3. Jarak dari mangrove/laut 5.5 0.000
4. Tingkat pendidikan (rasio siswa terhadap jumlah penduduk)
3.7 0.000
5. Kepadatan penduduk 3.3 0.000
6. Kelerengan (slope) 2.6 0.000
7. Ketinggian (elevasi) 2.5 0.000
8. Suhu bulanan rata-rata 2.3 0.000
9. Curah hujan tahunan 1.9 0.000
10. Jarak dari kota kecamatan 1.4 0.000
11. Jarak dari sungai 0.8 0.000
12. Jarak dari jalan 0.4 0.000
13. Status kawasan 0.0 0.000
Pengujian model hubungan antara skor komposit terhadap kepadatan hotspot dilakukan dengan menggunakan metoda CMA (Composite Mapping Analysis). Berdasarkan hasil pengujian model yang dibangun dari beberapa skor komposit, nilai koefisien determinasi tertinggi diperoleh pada model yang melibatkan 9 kombinasi variabel sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 31.
Tabel 31 Pemilihan variabel dan model terbaik
Jenis Variabel Model Koefisien
Determinasi
Sig Penutupan lahan, PDRB per kapita,
jarak dari mangrove, kepadatan penduduk, kelerengan, ketinggian, suhu bulanan rata-rata, jarak dari kota kecamatan, jarak dari sungai
Y = 4.92E-6X3– 4.69E-4X2 + 0.014X-0.098.
25.8 % 0.000
Dimana : Y = Kepadatan hotspot; X = skor komposit rata-rata
5.5.2 Penyusunan Bobot dan Model Linier Berganda
Untuk menentukan bobot makro maka dilakukan analisis faktor dengan membentuk faktor-faktor baru yang saling bebas. Dalam proses ini terbentuk skor faktor untuk menggantikan nilai skor dari 9 variabel penyusun model. Pada hasil keluaran analisis faktor SPSS 16, terbentuk 3 faktor dengan nilai KMO 0.680 dan signifikansi 0.000. Pengelompokkan variabel menjadi 3 faktor ini memiliki nilai
Extraction Sums of Squared Loadings kumulatif 60.56 % dengan nilai eigen value 1. Hasil pengelompokkan variabel terlihat pada Tabel 32.
Tabel 32 Pengelompokkan variabel-variabel menjadi 3 faktor
Component Matrixa
Component Faktor Fisik Faktor Sosek dan
Penutupan lahan
Faktor terkait Air
Jarak dari kota kecamatan .052 .351 -.318
Suhu rata-rata bulanan .896 -.161 -.126
PDRB per kapita .344 .719 .032
Jarak dari mangrove .301 .187 .449
Kepadatan penduduk -.254 .724 -.014
Penutupan lahan .381 .580 .182
Slope .820 -.029 -.007
Elevasi .923 -.208 -.085
Jarak dari sungai -.007 -.152 .844
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 3 components extracted.
Analisis faktor membentuk 3 kelompok dengan penentuan variabel penyusun berdasarkan nilai loading faktor tertinggi, terdiri atas variabel-variabel yang berkaitan dengan faktor fisik (suhu rata-rata, slope, elevasi), faktor sosek dan penutupan lahan (jarak dari kota kecamatan, PDRB per kapita, kepadatan penduduk, penutupan lahan) dan faktor terkait air (jarak dari mangrove, jarak dari sungai). Bobot makro didekati dengan menghitung proporsi koefisien regresi linier berganda yang menyatakan hubungan antara skor masing-masing faktor (peubah bebas) terhadap kepadatan hotspot (peubah tak bebas). Nilai bobot makro ditunjukkan pada Tabel 33.
Tabel 33 Bobot makro faktor fisik, sosek dan penutupan lahan serta faktor terkait air
No Faktor Koefisien Std. Errorro Sig. Bobot
1. Faktor fisik 0.0514 0.05 0.000 0.20
2. Faktor sosek dan penutupan lahan
0.1534 0.05 0.000 0.60
3. Faktor terkait air 0.0503 0.05 0.000 0.20
Jumlah 1
Penentuan bobot mikro variabel didekati dengan menghitung nilai rata-rata kepadatan hotspot (Jaya, 2012). Jumlah seluruh bobot mikro variabel-variabel dalam satu faktor yang sama adalah 1. Dengan perhitungan ini maka bobot mikro
setiap variabel mempertimbangkan proporsi rata-rata kepadatan hotspot pada masing-masing faktor sebagaimana disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Bobot mikro variabel penyusun faktor
Faktor Variabel Rata-rata Kepadatan
Hotspot (HD/km²)
Bobot
Fisik Kelerengan (slope) (Z1) 0.0831 0.32
Ketinggian (elevasi) (Z2) 0.1111 0.42
Suhu bulanan rata-rata (Z3) 0.0687 0.26
Jumlah 1
Sosial
ekonomi dan penutupan lahan
Jenis tutupan lahan (Z4) 0.1413 0.27
PDRB per kapita (Z5) 0.1622 0.31
Kepadatan penduduk (Z6) 0.1109 0.21
Jarak darikota kecamatan (Z7) 0.1129 0.21
Jumlah 1
Faktor terkait air
Jarak dari mangrove/laut (Z8) 0.2382 0.65
Jarak darisungai (Z9) 0.1289 0.35
Jumlah 1
Berdasarkan nilai bobotnya, faktor utama yang mempengaruhi tingkat kerawanan kebakaran di wilayah studi adalah faktor sosial ekonomi dan penutupan lahan, sedangkan variabel yang paling berpengaruh adalah tingkat ekonomi masyarakat yang digambarkan oleh PDRB per kapita (bobot makro- mikro 0.186) dan tipe penutupan lahan (bobot makro-mikro 0.162). Pengendalian kebakaran akan lebih efektif apabila strategi yang dibuat memperhatikan penanganan terhadap elemen bahan bakar yang mudah terbakar (penutupan lahan savana) serta perekonomian wilayah (kemiskinan) sebagai 2 kelas variabel yang berperan besar terhadap tingginya kerawanan kebakaran di wilayah studi. Tingkat kerawanan kebakaran dengan mempertimbangkan pengaruh bobot dapat dirumuskan oleh model berikut ini :
Ym = 0.20*F1 + 0.60*F2 + 0.20*F3
Ym = [0.20* (0.32*Z1 + 0.42*Z2 + 0.26*Z3)] + [0.60* (0.27*Z4 + 0.31*Z5 + 0.21*Z6 + 0.21*Z7)] + [0.20* (0.65*Z8 + 0.35*Z9)]
Keterangan :
Ym= Skor komposit kerawanan kebakaran F1 = Faktor fisik
F2 = Faktor sosek dan penutupan lahan F3 = Faktor terkait air
Z1 = Kelerengan (slope) Z2 = Ketinggian (elevasi) Z3 = Suhu bulanan rata-rata
Z4 = Penutupan lahan Z5 = PDRB per kapita Z6 = Kepadatan penduduk Z7 = Jarak dari kota kecamatan Z8 = Jarak dari mangrove/laut Z9 = Jarak dari sungai
5.5.3 Validasi
Skor komposit kerawanan kebakaran berada pada interval 15.5 – 98.33. Mengacu kriteria pada Tabel 14, terdapat 3 kelas kerawanan kebakaran di wilayah
studi. Nilai interval skor komposit dan jumlah hotspot validasi tiap kelas kerawanan ditampilkan pada Tabel 35. Hotspot yang digunakan untuk validasi ini tidak sama dengan hotspot yang digunakan sebagai pembangun model.
Tabel 35 Pengkelasan kerawanan kebakaran
No Kelas kerawanan kebakaran
Interval skor komposit Luas (km²) Jumlah hotspot
1. Rendah 15.50-63.88 3 269 71
2. Sedang 63.88-79.63 401 55
3. Tinggi 79.63-98.33 205 71
Jumlah 3 875 197
Pada Tabel 35 terlihat bahwa hotspot terkonsentrasi pada kelas kerawanan tinggi dengan nilai rata-rata kepadatan hotspot 0.3463 hotspot/km². Kelas kerawanan kebakaran sedang dan rendah memiliki rata-rata kepadatan hotspot 0.1372 dan 0.0217 hotspot/km². Pola sebaran hotspot pada kelas kerawanan kebakaran tinggi umumnya saling berdekatan sedangkan kerawanan kebakaran rendah bersifat menyebar dan jarang. Posisi hotspot validasi terhadap peta kerawanan kebakaran ditunjukkan pada Gambar 21.
Pada peta terlihat bahwa model dapat menerangkan dengan baik area-area kelas kepadatan hotspot tinggi di bagian selatan dan tenggara wilayah studi (Kecamatan Mata Usu, Lantari Jaya dan Tinanggea), namun kurang baik dalam memprediksi sebagian kecil area kepadatan hotspot tinggi di bagian barat daya (Kecamatan Watubangga) dan timur laut (Kecamatan Puriala). Kawasan hutan mangrove sulit terjadi kebakaran, untuk itu peta kerawan kebakaran pada hutan mangrove yang dihasilkan oleh model perlu dikoreksi. Kepadatan hotspot dengan kategori rendah umumnya dapat diprediksi dengan baik oleh model, baik di bagian tengah maupun utara wilayah studi (sebagian besar wilayah kecamatan).
Hasil visualisasi model selaras dengan data temuan kejadian kebakaran di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2011-2012 berdasarkan data laporan Regu Pengendalian Kebakaran Hutan BTNRAW. Posisi kejadian kebakaran umumnya berada pada kelas kerawanan kebakaran tinggi dan sedang. Keterbatasan data temuan kejadian kebakaran ini adalah pada aspek posisi kejadian kebakaran dimana pada umumnya temuan ini banyak terkonsentrasi di area-area berdekatan dengan aksesibilitas jalan yang difungsikan sebagai jalur patroli petugas. Untuk area-area yang sulit diakses, data yang dimiliki sangat terbatas. Posisi temuan kejadian kebakaran terhadap model dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Posisi temuan kebakaran pada peta kerawanan kebakaran
Perhitungan akurasi juga dilakukan dengan cara membandingkan skor komposit yang dihasilkan oleh hotspot pembangun model terhadap skor komposit yang dihasilkan oleh hotspot validasi untuk setiap piksel area (Jumlah 3 872
piksel). Perbandingan nilai statistik dilakukan dengan dukungan software Arc GIS 9.3 untuk menghitung nilai minimum, maksimum, jumlah, rata-rata, standar deviasi, simpangan agregat, simpangan rata-rata, Root Mean Square Error (RMSE) dan bias pada kedua jenis data untuk mengetahui keakuratan model dalam menerangkan kerawanan kebakaran. Hasil perhitungan beberapa nilai statistik pada skor komposit model dan validasi ditampilkan pada Tabel 36.
Tabel 36 Perbandingan nilai statistik skor komposit hotspot model dan validasi
Parameter Statistik Model Validasi
Count 3872 3872 Minimum 15.4958 15.4705 Maksimum 98.3252 100.01 Sum 186 341.57 189 636.75 Mean 48.1254 48.9764 Standard Deviation 15.75 15.44
Berdasarkan nilai statistik pada Tabel 36, dihasilkan parameter statistik akurasi skor komposit yang dihasilkan oleh model sebagai berikut :
Simpangan Agregat (SA) = -0.0177 Simpangan Rata-rata (SR) = 0.000 % Root Mean Square Error (RMSE) = 2.53 %
Bias (e) = 2.67 %
Signifikansi = 0.000
Pada hasil perhitungan parameter akurasi di atas terlihat bahwa simpangan agregat berada di dalam kisaran -1 sampai dengan 1, simpangan rata-rata kurang dari 10 %, Root Mean Square Error (RMSE) kecil, bias rendah dan signifikansi < 0.05. Ini menunjukkan bahwa model sudah cukup baik menerangkan tingkat kerawanan kebakaran di wilayah studi. Visualisasi model yang diekstrak dari hotspot validasi dengan pembagian kelas mengikuti kriteria nilai interval skor komposit pada Tabel 35 memberikan hasil seperti pada Gambar 23.
5.6 Analisis Kerawanan Kebakaran Menurut Tata Ruang Zonasi