• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Parameter Genetik Karakter Agronomi dan Kualitas Galur Galur Mutan Sorgum di Lahan Masam

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Agronomi dan Kualitas Galur Galur Mutan Sorgum di Lahan Masam

Materi genetik yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil penapisan dari galur-galur mutan di lahan masam (Sungkono 2010). Percobaan menggunakan 7 galur toleran dan 3 galur moderat lahan masam. Lokasi penapisan memiliki karakteristik tanah dengan pH 4.7 dengan tingkat kejenuhan Al 30-33% dan Al-dd 1.11-1.35 me/100 mg.

Keragaan Karakter Agronomi Galur Mutan Sorgum di Lahan Masam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar genotipe sorgum di lahan masam pada semua karakter agronomi yang diamati. Hal ini menunjukkan terdapat keragaman pada semua karakter agronomi genotipe sorgum yang digunakan pada penelitian ini. Menurut Falconer dan Mackay (1996), hasil sidik ragam dapat memberikan informasi perbedaan nyata antar genotipe yang digunakan. Rekapitulasi hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil sidik ragam karakter agronomi genotipe sorgum toleran lahan masam

Karakter KT Genotipe KT Galat %KK

Tinggi tanaman 2528.46** 116.25 6.67 Jumlah daun 6.64** 0.60 8.38 Diameter batang 0.15** 0.03 13.64 Bobot batang 19175.72** 1280.05 21.68 Bobot biomasa 71126.53** 4907.36 19.90 Panjang malai 17.75* 5.06 9.50 Bobot biji/tanaman 1211.50** 147.15 22.64 Bobot 100 biji 0.79** 0.17 15.10 Kadar nira 5.07* 1.63 24.78 Indeks panen 0.003* 0.01 20.39

Keterangan: *) = berbeda nyata pada α = 0.05, **) = berbeda nyata pada α = 0.01

Keragaan tinggi tanaman genotipe sorgum di lahan masam memiliki kisaran 96.50-217.80 cm. Tinggi tanaman mencerminkan proporsi alokasi fotosintat antara batang dan biji (Salisbury dan Ross 1992). Keragaan tinggi tanaman yang terbesar ditunjukkan oleh varietas Numbu dengan rata-rata mencapai 203.38 cm, sedangkan yang terendah ditunjukkan oleh Higari G dan Mandau dengan rata-rata masing-masing 121.83 cm dan 119.10 cm. Namun demikian, dari hasil percobaan diperoleh bahwa varietas Higari G memiliki keunggulan dalam umur panen yang genjah (sekitar 90 hari), selain itu varietas Mandau memiliki keunggulan sangat tahan rebah karena batangnya yang kokoh (Sungkono 2010).

Jumlah daun dapat menggambarkan kemampuan tanaman dalam mengumpulkan fotosintat bagi pertumbuhan tanaman karena daun merupakan perangkat utama tanaman dalam fotosintesis. Peningkatan jumlah daun akan meningkatkan proses fotosintesis yang selanjutnya diikuti dengan peningkatan aktivitas pembelahan sel. Dari 10 genotipe yang diuji diperoleh kisaran jumlah

56

 

daun 5.33 - 13.50 helai. Rataan jumlah daun yang terbesar dimiliki oleh varietas Kawali sebanyak 12.80 helai.

Tabel 14. Nilai tengah dan kisaran karakter agronomi genotipe sorgum toleran lahan masam

Karakter Nilai Tengah Kisaran

Tinggi tanaman (cm) 161.61 96.50 – 217.80

Jumlah daun (helai) 9.27 5.33 – 13.50

Diameter batang (cm) 1.41 0.75 – 2.09 Bobot batang (g) 165.02 29.50 – 405.80 Bobot biomasa (g) 352.04 76.50 – 842.20 Panjang malai (cm) 23.69 17.45 – 31.50 Bobot biji/tanaman (g) 53.57 13.78 – 117.44 Bobot 100 biji (g) 2.72 1.32 – 4.29 Kadar nira (%) 5.15 2.67 – 9.00 Indeks panen 0.16 0.09 – 0.31

Karakter bobot batang merupakan karakter penting dalam hal kaitannya dengan potensi produksi bioetanol. Bobot batang yang besar diharapkan dapat meningkatkan volume nira batang sehingga dapat menghasilkan peningkatan bioetanol. Bersama karakter kadar nira, produktivitas nira menjadi komponen penting pada industri bioetanol. Produktivitas nira dan kadar nira dapat dikonversi menjadi produktivitas bioetanol. Karakter bobot batang memiliki kisaran yang cukup lebar pada 10 genotipe yang diuji, yaitu 29.50-405.80 g, dengan rerata terbesar ditunjukkan oleh varietas Kawali yaitu 342.27 g.

Tabel 15. Keragaan beberapa karakter agronomi sorgum toleran lahan masam

Genotipe TT JD DB BBM PM BBJ B100 KN GH-ZB-41-07 152.44 9.11 1.37 240.10 23.28 48.28 2.38 4.40 Patir-cty 33 189.47 10.36 1.40 359.57 24.03 54.23 3.04 7.98 Br-ZH-30-07-07 138.11 9.00 1.54 372.17 27.10 39.29 2.52 4.59 Zh-30-29-07 185.90 9.24 1.35 346.08 25.75 47.05 2.83 4.58 B-76 154.47 8.28 1.26 263.65 20.85 45.71 2.07 3.25 B-92 175.19 8.36 1.38 332.05 21.84 56.82 2.63 5.16 Higari G 121.83 7.22 0.96 155.11 21.20 27.42 2.71 6.33 Kawali 176.23 12.80 1.83 717.57 25.96 100.37 3.14 4.45 Numbu 203.38 8.92 1.57 465.26 20.77 71.85 3.77 4.89 Mandau 119.10 9.44 1.46 268.80 26.08 44.70 2.11 5.83 Keterangan: TT=tinggi tanaman (cm), JD=jumlah daun, BBM=bobot biomasa (g), PM=panjang

malai (cm), BBJ=bobot biji/tanaman (g), B100=bobot 100 biji (g), KN=kadar nira (%)

Kandungan kadar nira pada 10 genotipe yang diuji bervariasi antara 2.67- 9.00%. Kadar nira menggambarkan besarnya gula terlarut pada batang sorgum

yang terdiri dari sukrosa dan gula invert (glukosa, fruktosa, maltosa dan xilosa)

(Almodares et al. 2008). Varietas Numbu yang dijadikan pembanding pada

penelitian sebelumnya karena memiliki kadar nira yang tinggi (Sungkono 2010), pada hasil penelitian ini menunjukkan kadar nira hanya sebesar 4.89%. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan varietas Mandau, Higari G, B-92 dan Patir-cty 33. Hal ini kemungkinan disebabkan karena hasil pengukuran kadar nira sangat tergantung pada varietas, umur panen dan posisi buku (Perkins 2006).

Karakter bobot biomasa merupakan karakter agronomi yang dapat menggambarkan akumulasi pertumbuhan pada tanaman. Bobot biomasa

merupakan source karena karakter tersebut mencerminkan kemampuan tanaman

dalam mengakumulasi produk fotosintesis. Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dengan efektif ditandai dengan bobot biomasa yang tinggi (Sierra et al. 2006). Bobot biomasa terbesar dimiliki oleh varietas Kawali sebesar 717.57 g yang jauh melebihi bobot biomasa genotipe lain. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Kawali dapat efektif mengakumulasi fotosintat.

Karakter panjang malai merupakan karakter komponen hasil pada sorgum. Terdapat kisaran panjang malai 17.45-31.50 cm pada genotipe sorgum yang diuji. Rerata panjang malai terbesar ditunjukkan oleh galur mutan Br-ZH-30-07-07 dan varietas Mandau dengan nilai masing-masing 27.10 cm dan 26.08 cm. Selain panjang malai yang besar, kedua genotipe juga menunjukkan bentuk malai yang kompak.

Bobot biji/tanaman merupakan karakter utama pada pemuliaan tanaman karena karakter inilah yang akan menentukan produktivitas biji. Biji merupakan

organ sink fotosintat yang utama. Varietas Kawali menunjukkan bobot

biji/tanaman terbesar dibandingkan dengan genotipe lain yang diuji. Hal ini sebanding dengan kemampuan Kawali yang dapat mengakumulasi fotosintat dalam biomasa yang besar sebagai source bagi pembentukan biji. Dengan bobot biji/tanaman yang besar, varietas Kawali merupakan varietas yang ideal sebagai sorgum penghasil biji.

Karakter berat 100 biji dapat memberikan informasi mengenai ukuran biji. Semakin besar berat 100 biji maka ukuran biji semakin besar. Dari 10 genotipe toleran lahan masam yang diuji maka diperoleh Numbu, Kawali dan Patir-cty 33

58

 

memiliki berat 100 biji yang besar dengan berat masing-masing yaitu 3.77 g, 3.14 g dan 3.04 g. Hasil tersebut sebanding dengan deskripsi numbu memiliki bobot 1000 biji sebesar 36-37 g, sedangkan Kawali memiliki bobot 1000 biji sebesar 30 g (Rahmi et al. 2009).

Keragaan Karakter Kualitas Galur Mutan Sorgum di Lahan Masam

Hasil sidik ragam terhadap karakter kualitas genotipe sorgum di lahan masam menunjukkan tidak terdapat perbedaan karakter kandungan amilosa, amilopektin dan protein pada genotipe yang diuji, kecuali untuk kandungan tanin (Tabel 16). Hasil sidik ragam kandungan tanin menunjukkan perbedaan nyata pada genotipe yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun terdapat kisaran karakter kualitas amilosa, amilopektin dan protein antar genotipe namun perbedaan yang ada tidak signifikan, sedangkan pada kandungan tanin menunjukkan minimal terdapat satu genotipe yang berbeda kandungan taninnya di antara genotipe lain. Keragaan karakter kualitas masing-masing genotipe ditampilkan pada Tabel 17.

Tabel 16. Rata-rata, kisaran dan hasil sidik ragam karakter kualitas genotipe sorgum toleran lahan masam

Karakter Rata-rata Kisaran KT Genotipe

Kandungan amilosa (%) 23.28 20.00-26.36 1.784 tn

Kandungan amilopektin (%) 73.39 73.64-80.00 1.784 tn

Kandungan protein (%) 9.87 7.16-12.08 0.846tn

Kandungan tanin (%) 0.87 0.10-4.91 2.928**

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata, **= berbeda nyata pada α=0.05

Amilosa dan amilopektin merupakan senyawa penyusun pati yang merupakan senyawa karbohidrat. Pati merupakan penyusun utama pada biji sorgum yang nilainya mencapai 70% dari berat kering biji. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan memberikan efek pati secara fungsional dalam penggunaannya pada makanan. Perbandingan tersebut mempengaruhi karakter fisikokimia, pemanasan dan reologi pada pati. Kandungan amilosa mempengaruhi gelatinisasi pati, retrogradasi, viskositas pasta, gelasi dan pencernaan α-amilase (Sang et al. 2008).

Sorgum dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan kandungan amilosanya, yaitu waxy (amilosa < 1%), heterowaxy (amilosa 1-20%) dan normal (Froetschner

et al. 1999). Sorgum waxy dapat mengembang dengan baik selama ekstrusi dan

memiliki nilai pangan yang baik. Namun demikian, sorgum waxy memiliki

karakter agronomi inferior seperti produktivitas rendah, vigor yang rendah pada

saat semai dan kepadatan biji yang rendah. Endosperm dari sorgum waxy

mengandung tiga gen resesif waxy (wxwxwx), sorgum heterowaxy mengandung

setidaknya satu gen waxy (WxWxwx atau Wxwxwx) dan sorgum normal tidak

mengandung gen waxy (WxWxWx) (Lichtenwalner et al. 1978, Sang et al. 2008). Kandungan amilosa pada genotipe yang diuji berkisar antara 22.37 – 24.82% yang menunjukkan bahwa semua genotipe yang diuji termasuk ke dalam golongan sorgum normal. Kandungan amilosa tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Cagampang dan Kirleis (1984) yang memperoleh kandungan amilosa 24-29% pada 15 genotipe sorgum, serta Chanapamokkhot dan Thongngam (2007) yang memperoleh kandungan amilosa 23-28% pada empat genotipe sorgum.

Tabel 17. Keragaan karakter kandungan amilosa, amilopektin, protein dan tanin sorgum di lahan masam

Genotipe Amilosa (%) Amilopektin (%) Protein (%) Tanin (mg katekin/100 mg) GH-ZB-41-07 23.89 76.11 9.56 0.65 Patir-cty 33 24.39 75.61 9.43 0.82 Br-ZH-30-07-07 24.42 75.58 10.93 0.57 Zh-30-29-07 24.85 75.15 10.30 0.38 B-76 23.36 76.64 10.12 0.48 B-92 22.37 77.63 8.87 0.58 Higari G 24.65 75.35 10.16 0.51 Kawali 24.12 75.88 9.40 0.46 Numbu 24.57 75.43 10.03 0.60 Mandau 24.82 75.18 9.88 3.66

Seperti pada tanaman sereal lain, protein dalam sorgum tergolong rendah yaitu sekitar 8-15% (Pickett 1969 dalam Ajakaiye 1984). Kandungan protein yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan Shoup et al. (1970) yang memperoleh kandungan protein sebesar 8.3-12.1% pada 13 benih sorgum hibrida. Namun kandungan protein pada sorgum tersebut lebih tinggi dibandingkan pada beras dan jagung (DEPKES 1992). Bagian terluar pada endosperm biji merupakan bagian dengan protein terbesar diikuti dengan bagian horny endosperm dan floury

60

 

Hasil analisa kandungan protein memperoleh kisaran rata-rata 8.87- 10.93% yang tidak berbeda nyata satu sama lain pada sidik ragam. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe yang diuji memiliki kandungan protein yang relatif tidak berbeda. Kandungan protein tertinggi ditunjukkan oleh galur mutan Br-ZH- 30-07-07 dengan rata-rata 10.93%.

Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai tengah tanin pada genotipe yang diuji adalah 0.87 mg katekin/100 mg dengan kisaran 0.10-4.91, sedangkan keragaan kandungan tanin masing-masing terdapat pada Tabel 14. Berdasarkan analisa dengan metode vanillin dalam metanol asam, diperoleh kandungan tanin tertinggi terdapat pada Mandau dengan rata-rata 3.66 mg katekin/100 mg. Menurut Earp et al. (1981), kandungan tanin tipe II diperoleh sekitar 0.02-0.19 mg katekin/100 mg, sedangkan kandungan tanin tipe III diperoleh sekitar 0.4-3.50 mg katekin/100 mg. Namun berdasarkan berbagai penelitian yang dirangkum dalam Dykes dan Rooney (2006), analisa dengan metode yang sama menghasilkan kandungan tanin sorgum tipe I berkisar 0.00-0.18 mg katekin/100 mg (semua data di bawah limit deteksi), kandungan tanin tipe II berkisar 0.64-1.55 mg katekin/100 mg, sedangkan kandungan tanin tipe III berkisar 1.10-5.63 mg katekin/100 mg. Berdasarkan kandungan taninnya maka genotipe sorgum dapat dikelompokan menjadi sorgum Tipe II untuk genotipe GH-ZB-41-07, Patir-cty 33, Br-ZH-30-07- 07, Zh-30-29-07, B-76, B-92, Higari G, Kawali dan Numbu, sedangkan Mandau tergolong sorgum Tipe III.

Banyak penelitian yang menggunakan analisa tanin dengan metode vanilin dalam metanol asam yang menggunakan katekin sebagai standar. Pendekatan dengan menggunakan katekin sebagai standar disebabkan standar berasal dari tanin murni tidak dapat diperoleh kecuali dengan melakukan ekstraksi tanin secara langsung. Ekstraksi tanin sangat sulit dilakukan dan menghabiskan banyak waktu. Namun demikian, dengan penggunakan senyawa bukan tanin sebagai standar menyebabkan data menjadi bias dan hasilnya lebih tinggi dibandingkan seharusnya (Dykes dan Rooney 2006). Oleh karenanya hasil analisa dengan metode vanilin dalam metanol asam tidak dapat menunjukkan kandungan tanin sebenarnya, namun dapat memberikan informasi perbandingan pendugaan kandungan tanin pada berbagai genotipe yang diuji.

Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Karakter Agronomi dan Kualitas Galur Mutan Sorgum di Lahan Masam

Nilai duga heritabilitas digunakan untuk mengetahui proporsi ragam genetik dibandingkan dengan ragam lingkungannya. Heritabilitas arti luas sorgum di lahan masam tergolong sedang dan tinggi untuk semua karakter agronomi yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa tiap genotipe yang diuji memberikan kontribusi genetik terhadap keragaan fenotipe agronomi di lapangan. Heritabilitas kandungan tanin tergolong tinggi, yang menunjukkan bahwa kandungan tanin pada genotipe yang diuji disebabkan oleh keragaman genetik.

Tabel 18. Nilai duga ragam lingkungan, genotipe, fenotipe dan heritabilitas arti luas

Karakter (%) Kriteria

Tinggi tanaman 116.255 804.069 920.324 87.37 Tinggi

Jumlah daun 0.603 2.014 2.617 76.96 Tinggi

Diameter batang 0.035 0.038 0.073 52.06 Tinggi

Bobot batang 1280.054 5965.221 7245.275 82.33 Tinggi

Bobot biomasa 4907.365 22073.056 26980.421 81.81 Tinggi

Panjang malai 5.062 4.230 9.292 45.52 Sedang

Bobot biji/tanaman 147.146 354.786 501.932 70.68 Tinggi

Bobot 100 biji 0.169 0.206 0.375 54.93 Tinggi

Kadar nira 1.627 1.148 2.774 41.36 Sedang

Indeks panen 0.0011 0.0007 0.0018 38.89 Sedang

Tanin 0.240 0.896 1.136 78.87 Tinggi

Untuk melihat besarnya keragaman genetik dilakukan berdasarkan simpangan baku ragam genetik yang disajikan pada Tabel 19. Beberapa karakter agronomi yang tergolong memiliki keragaman genetik yang luas adalah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot batang, bobot biomasa dan bobot biji/tanaman. Karakter kandungan tanin juga menunjukkan keragaman genetik yang luas.

Beberapa karakter agronomi lain memiliki keragaman genetik yang sempit. Sempitnya keragaman genetik menggambarkan bahwa terdapat kemiripan genetik pada karakter diameter batang, panjang malai, bobot 100 biji kadar nira, indeks panen, kandungan amilosa, kandungan amilopektin dan kandungan protein terhadap genotipe yang diuji.

62

 

Tabel 19. Keragaman genetik karakter agronomi dan kualitas genotipe sorgum di lahan masam

Karakter Kriteria

Tinggi tanaman 804.07 ± 359.59 Luas

Jumlah daun 2.01 ± 0.95 Luas

Diameter batang 0.04 ± 0.02 Sempit

Bobot batang 5965.2 ± 2728.8 Luas

Bobot biomasa 22073 ± 10122 Luas

Panjang malai 4.23 ± 2.58 Sempit

Bobot biji/tanaman 354.79 ± 172.89 Luas

Bobot 100 biji 0.21 ± 0.11 Sempit

Kadar nira 1.15 ± 0.74 Sempit

Indeks panen 0.0007 ± 0.0004 Sempit

Tanin 0.896 ± 0.399 Luas

Hubungan Antar Karakter Agronomi dan Karakter Kualitas Galur Mutan Sorgum di Lahan Masam

Gambaran tingkat keeratan antar dua karakter dapat dipelajari melalui korelasi. Informasi keeratan hubungan suatu karakter dengan karakter lain penting diketahui untuk mempelajari karakter penunjang dengan karakter utama. Korelasi antara karakter agronomi dan kualitas disajikan pada Tabel 20.

Hasil korelasi karakter agronomi dan kualitas galur-galur mutan sorgum di lahan masam menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot batang, bobot biomasa, panjang malai dan bobot 100 biji berkorelasi positif dan nyata terhadap bobot biji/tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa karakter agronomi tersebut memiliki keeratan terhadap karakter bobot biji/tanaman, yang menunjukkan pula bahwa peningkatan karakter agronomi tersebut dapat meningkatkan bobot biji/tanaman.

Hasil korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara bobot biji/tanaman dengan kandungan protein sorgum dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0.407. Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan bobot biji/tanaman akan menurunkan kandungan protein pada biji. Hal ini menunjukkan pula bahwa untuk mendapatkan biji sorgum dengan kandungan protein yang tinggi memiliki konsekuensi penurunan produksi biji. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Calderon et al. (2004) yang menunjukkan bahwa produksi biji sorgum memiliki korelasi negatif dengan kandungan protein dengan koefisien

korelasi sebesar -0.66. Beberapa penelitian pada komoditi lain juga menunjukkan terdapatnya korelasi negatif antara daya hasil dengan kandungan protein, seperti pada padi (Matsue et al. 2004), durum wheat (Rharrabti et al. 1999), winter wheat (Marinciu dan Saulescu 2008) dan kacang hijau (Afzal et al. 2003).

Korelasi negatif antara bobot biji dan kandungan protein kemungkinan disebabkan oleh pelarutan protein dalam senyawa non-nitrogen pada biji (Rharrabti et al. 1999). Komponen utama biji adalah karbohidrat yang penyusun terbesarnya adalah C (karbon), sedangkan protein merupakan senyawa yang penyusun utamanya adalah N (nitrogen). Metabolisme antara C dan N dapat diasumsikan terpisah satu sama lain sehingga dapat terjadi pelarutan N yang jumlahnya relatif sedikit dalam karbohidrat (Marinciu dan Saulescu 2008).

Korelasi negatif juga diperoleh pada hubungan antara karakter kandungan protein dengan indeks panen dan amilosa dengan indeks panen. Koefisien korelasi menunjukkan hubungan positif yang tidak signifikan antara kandungan amilosa dan bobot biji/tanaman. Koefisien korelasi positif diperoleh disebabkan karena amilosa merupakan penyusun pati yang merupakan komponen utama pada biji sehingga peningkatan kandungan amilosa akan meningkatkan bobot biji/tanaman.

Kandungan tanin tidak menunjukkan korelasi yang signifikan dengan semua karakter agronomi dan karakter kualitas lain. Korelasi yang tidak signifikan ini menunjukkan bahwa karakter yang diamati belum bisa memberikan informasi keeratan dengan karakter kandungan tanin. Korelasi antara tanin dan bobot biji/tanaman diperoleh sebesar 0.027 dan tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Pale et al. (2010) menunjukkan bahwa korelasi antara tanin dan produksi biji sorgum bergantung pada genotipe yang digunakan. Pada genotipe Framida menghasilkan korelasi negatif yang signifikan sebesar -0.40, sedangkan pada genotipe IRAT 9 memberikan korelasi negatif tidak signifikan.

Penelitian yang mempelajari korelasi karakter agronomi dan kualitas sorgum juga dilakukan oleh Subramanian and Jambunathan (1981) yang menunjukkan bobot 100 biji berkorelasi negatif dengan protein, sedangkan protein berkorelasi negatif dengan amilosa. Selain itu diperoleh pula hasil korelasi gula terlarut (kadar nira) yang bernilai positif dengan protein namun negatif dengan amilosa.

Tabel 20. Korelasi antar karakter agronomi dan kualitas genotipe sorgum di lahan masam

BBJ TT JD DB BBTG BBM PM B100 KN IP AML AMP PRO

TT 0.63** JD 0.81** 0.51** DB 0.84** 0.51** 0.78** BBTG 0.88** 0.62** 0.83** 0.82** BBM 0.94** 0.60** 0.84** 0.86** 0.98** PM 0.37* 0.09tn 0.60** 0.59** 0.54** 0.50** B100 0.57** 0.65** 0.37* 0.46** 0.62** 0.57** 0.15tn KN -0.05tn 0.04tn 0.16tn -0.07 tn 0.02 tn -0.04 tn 0.15 tn 0.31 tn IP -0.13tn -0.16tn -0.28tn -0.32 tn -0.48** -0.42* -0.32 tn -0.24 tn 0.01 tn AML 0.16tn 0.10tn 0.32tn 0.25 tn 0.21 tn 0.20 tn 0.16 tn 0.28 tn 0.19 tn -0.39* AMP -0.16tn -0.10tn -0.32tn -0.25 tn -0.21 tn -0.20 tn -0.16 tn -0.2 tn -0.19 tn 0.39* -1.00 PRO -0.41* -0.32tn -0.34tn -0.26 tn -0.15 tn -0.22 tn -0.04 tn -0.30 tn -0.25 tn -0.36* -0.20 tn 0.20tn Tanin 0.03tn -0.30tn 0.16tn 0.14 tn -0.06 tn -0.00 tn 0.24 tn -0.28 tn 0.16 tn -0.02 tn 0.16 tn -0.16 tn 0.06tn Keterangan:

TT=tinggi tanaman, JD=jumlah daun, DB=diameter batang, BBTG=bobot batang, BBM=bobot biomasa, PM=panjang malai, BBJ= bobot biji/tanaman, KN=kadar nira, B100=bobot 100 biji, IP=indeks panen, AML=amilosa, AMP=amilopektin dan PRO=protein; *) berkorelasi nyata pada taraf 5%, **) berkorelasi nyata pada taraf 1%, tn=tidak nyata              

dibakukan langsung Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10 Z11 Z12 total Z1 0.06 - -0.01 0.02 -0.14 0.73 -0.01 0.02 -0.00 -0.05 0.01 0.01 -0.02 0.63 Z2 -0.02 0.03 - 0.03 -0.19 1.02 -0.04 0.01 -0.00 -0.08 0.02 0.01 0.01 0.81 Z3 0.04 0.03 -0.01 - -0.19 1.05 -0.03 0.02 0.00 -0.09 0.02 0.01 0.01 0.84 Z4 -0.23 0.04 -0.01 0.03 - 1.19 -0.03 0.02 -0.00 -0.14 0.01 0.00 -0.00 0.88 Z5 1.22 0.03 -0.01 0.03 -0.23 - -0.03 0.02 0.00 -0.12 0.01 0.01 0.00 0.94 Z6 -0.06 0.01 -0.01 0.02 -0.12 0.60 - 0.00 -0.00 -0.09 0.01 0.00 0.01 0.37 Z7 0.04 0.04 -0.01 0.02 -0.14 0.70 -0.01 - -0.01 -0.07 0.02 0.01 -0.01 0.57 Z8 -0.02 0.00 -0.00 -0.00 -0.01 -0.05 -0.01 0.01 - 0.00 0.01 0.01 0.01 -0.05 Z9 0.28 -0.01 0.00 -0.01 0.11 -0.51 0.02 -0.01 0.00 - -0.02 0.01 -0.00 -0.13 Z10 0.06 0.01 -0.00 0.01 -0.05 0.24 -0.01 0.01 -0.05 -0.11 - 0.01 0.01 0.16 Z11 -0.04 -0.02 0.01 -0.01 0.03 -0.26 0.00 -0.01 0.01 -0.10 -0.01 - -0.00 -0.41 Z12 0.05 -0.02 -0.00 0.01 0.01 0.00 -0.01 -0.01 -0.00 -0.01 0.01 0.00 - 0.03 Keterangan:

1=tinggi tanaman, 2=jumlah daun, 3=diameter batang, 4=bobot batang, 5=bobot biomasa, 6=panjang malai, 7=bobot 100 biji, 8=kadar nira, 9=indeks panen, 10=amilosa, 11=protein, 12=tanin

66

 

Untuk melihat pengaruh langsung dan tak langsung antara variabel bebas dan variabel respon dilakukan analisis lintasan. Variabel bebas yang digunakan adalah karakter agronomi dan kualitas yang diamati, sedangkan variabel responnya adalah bobot biji/tanaman. Pengaruh langsung dan tak langsung karakter-karakter yang diamati terhadap bobot biji/tanaman disajikan pada Tabel 21.

Berdasarkan analisis lintasan yang disajikan pada Tabel 21 diperoleh pengaruh langsung terbesar terhadap bobot biji/tanaman ditunjukkan oleh karakter bobot biomasa sebesar 1.294. Hasil percobaan ini konsisten dengan hasil percobaan 1 yang menunjukkan bahwa kontribusi bobot biomasa memberikan pengaruh langsung terbesar dibandingkan karakter lainnya. Pengaruh langsung terhedap bobot biji/tanaman terbesar selanjutnya ditunjukkan oleh karakter indeks panen dengan kontribusi sebesar 0.280.

Karakter bobot batang menunjukkan pengaruh langsung yang negatif yaitu -0.315 terhadap bobot biji/tanaman walaupun nilai koefisien korelasi menunjukkan hubungan positif yang signifikan sebesar 0.882. Nilai korelasi dan pengaruh langsung yang tidak searah menunjukkan terdapat peran pengaruh tak langsung pada korelasi. Pengaruh tak langsung bobot batang yang terbesar ditunjukkan melalui karakter bobot biomasa sebesar 1.266.

Karakter kualitas yang diamati menunjukkan pengaruh langsung yang nilainya kecil terhadap bobot biji/tanaman sehingga terdapat selisih yang cukup besar dengan koefisien korelasi. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh tak langsung karakter kualitas terhadap bobot biji/tanaman. Pengaruh tak langsung terhadap bobot biji/tanaman terbesar ditunjukkan melalui bobot biomasa, yaitu 0.244 untuk kandungan amilosa dan -0.263 untuk kandungan protein. Pengaruh tak langsung tanin terhadap bobot biji/tanaman ditunjukkan dengan nilai yang sangat kecil untuk semua karakter yang diamati.

Keragaan Karakter Kualitatif Galur Mutan Sorgum di Lahan Masam

Pengamatan kualitatif dilakukan terhadap warna biji dan warna spot daun untuk mengetahui hubungan karakter kualitatif yang diamati dengan kandungan tanin pada genotipe yang diuji. Warna biji ditentukan dengan menggunakan

standar warna biji sorgum menurut IBPGR dan ICRISAT (1993). Warna spot daun menunjukkan warna daun akibat perlukaan pada permukaan daun, baik akibat perlakuan fisik (angin, kegiatan pemeliharaan oleh manusia), maupun akibat perlakuan hama (menggigit, menusuk, dan lain-lain). Pengamatan warna biji, karakter kualitatif dan kandungan tanin ditunjukkan oleh Tabel 22, sedangkan warna spot daun ditunjukkan pada Gambar 12.

(a) (b)

Gambar 12. Keragaan warna spot daun sorgum, (a) coklat, (b) kuning

Hasil yang diperoleh pada Tabel 22 menunjukkan bahwa belum dapat terlihat pola hubungan antara karakter kualitatif dengan kandungan tanin sorgum. 10 genotipe yang diuji belum cukup untuk memberikan gambaran hubungan karakter kualitatif dengan kandungan tanin. Warna pericarp (kulit bagian luar) tidak dapat memberikan informasi kandungan tanin dalam sorgum karena tanin berada pada lapisan testa (lapisan di bawah pericarp). Warna kulit biji yang gelap (coklat) belum tentu menunjukkan tingginya kandungan tanin, seperti pada galur mutan GH-ZB-41-07, walaupun pada Mandau yang juga berbiji coklat mangandung tanin yang tinggi. Tiga genotipe sorgum berbiji putih, yaitu B-76, B- 92 dan Higari G, menunjukkan kandungan tanin yang rendah. Pengamatan visual terhadap menunjukkan bahwa biji Mandau merupakan satu-satunya yang tidak

terserang jamur. Menurut Esele et al. (1993), tanin pada testa berpigmen

menyebabkan resistensi terhadap jamur pada biji.

Pengamatan terhadap spot warna daun juga belum dapat menunjukkan pola terdapatnya hubungan dengan kandungan tanin. Warna spot daun yang coklat belum tentu menunjukkan kandungan tanin yang tinggi, seperti pada GH-ZB-41-

68

 

07, Patir-cty 33, Br-ZH-30-07-07, Zh-30-29-07 dan Higari G, walaupun pada Mandau yang juga memiliki spot daun coklat memiliki kandungan tanin yang tinggi.

Tabel 22. Keragaan karakter kualitatif dan kandungan tanin pada sorgum

Genotipe Warna biji

Warna spot daun Kandungan tanin (mg katekin/ 100 mg) GH-ZB-41-07 Coklat Coklat 0.65

Patir-cty 33 Kekuningan Coklat 0.82

Br-ZH-30-07-

07 Kekuningan Coklat 0.57

Zh-30-29-07 Kekuningan Coklat 0.38

B-76 Putih Kuning 0.48

B-92 Putih Kuning 0.58

Higari G Putih Coklat 0.51

Kawali Kekuningan Kuning 0.46

Numbu Kekuningan Kuning 0.60

Data deskriptif yang diperoleh pada Tabel 22 menunjukkan bahwa untuk mengetahui kandungan tanin pada biji sorgum belum dapat dilakukan pengamatan secara kualitatif. Untuk mengetahui kandungan tanin harus dilakukan analisa tanin di laboratorium.

III. Seleksi Daya Hasil dan Kualitas Galur-Galur Sorgum di Lahan Masam

Keragaan Karakter Agronomi Galur F5 di Lahan Masam

Nilai tengah galur F5 (UPCA S1 x Numbu) berada di antara tetua untuk karakter tinggi tanaman, bobot biomasa, panjang malai, bobot biji/tanaman dan bobot 100 biji. Karakter jumlah daun, bobot batang dan kadar nira berada di atas tetua, sedangkan karakter diameter batang sama dengan tetua Numbu. Rerata karakter indeks panen berada di bawah kedua tetua. Terdapat kisaran nilai yang