• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Diagnosis Dalam Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Dalam dokumen Modul Bimbingan Panduan Belajar bagi Cal (Halaman 28-33)

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis riwayat penyakit yang lengkap dan pemeriksaan fisik merupakan kunci penegakan diagnosis KFR. Dokter Spesialis KFR tidak hanya menentukan atau mendiagnosis penyakit, tetapi harus juga melakukan penilaian kapasitas fungsional yang diakibatkan oleh penyakit. Diagnosis kapasitas fungsional menjadi dasar perencanaan program penatalaksanaan terapeutik dan tujuan fungsional yang dapat dicapai.1

Sebagai contoh, pasien mengalami fraktur humerus dengan cedera saraf radialis kiri, diagnosis medis telah jelas ditegakkan. Dalam hal ini kondisi fungsional masih belum jelas dan belum diidentifikasi. Masih ada satu pertanyaan yang harus ditanyakan, yaitu apakah fungsi tangan

pasien terganggu? Tangan mana yang biasanya dipakai untuk menulis? Jika jawabannya “tangan kiri”, maka perlu dilakukan pemeriksaan tambahan, yaitu penilaian kemampuan menulis pasien.

Jika pasien tidak mampu menulis, maka kita dapat menegakkan diagnosis kapasitas fungsional pada pasien ini adalah ketidak-mampuan untuk menulis. Perlu dilakukan evaluasi lanjut bahwa ada kemungkinan masih ada fungsi lain yang terganggu.

Diagnosis KFR memerlukan evaluasi klinis seperti kekuatan otot, lingkup gerak sendi, fungsi saraf, fungsi kardiovaskular dan respirasi, serta fungsi luhur. Pengkajian fungsi tubuh secara kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara manual atau dengan peralatan khusus. Pemeriksaan ini meliputi tanda-tanda vital, uji fungsi kognisi, uji fungsi komunikasi, uji fungsi menelan, uji fungsi kardiorespirasi, uji sensibilitas, uji integrasi sensori motor, uji fleksibilitas dan lingkup gerak sendi, uji keseimbangan statis dan dinamis, uji kontrol postur, uji fungsi eksekusi gerak, uji kekuatan otot (kekuatan, aktivitas listrik, dan lainnya), uji motorik halus, uji fungsi lokomotor, uji pola jalan, uji dekondisi, uji kemampuan fungsional dan perawatan diri, uji fungsi berkemih, uji fungsi defekasi, evaluasi orthosis, evaluasi prostesis.

Pemeriksaan kemampuan fungsional pasien dinilai dengan instrumen baku sesuai dengan fungsi yang ingin kita nilai. Contohnya, untuk menilai aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dapat digunakan Barthel Index, Functional Independence Measurement (FIM), dan lain-lain. Ada sejumlah skala pengukuran yang digunakan untuk menilai aktivitas individu dalam bentuk

kuesioner. Parameter sosioekonomi digunakan untuk mengevaluasi masalah partisipasi sosial atau pekerjaan.

Pada contoh kasus di atas, pasien tidak mampu menulis menunjukkan hendaya dalam aktivitas dasar dan harus dinilai apakah ketidakmampuannya tersebut menimbulkan hendaya dalam pekerjaan atau partisipasinya dalam kehidupan sosial.2 Diagnosis dan pengkajian KFR meliputi banyak metode dan dapat melibatkan dokter spesialis lain.

Penegakan Diagnosis

Evaluasi dan pemeriksaan fisik yang dibantu pemeriksaan penunjang menghasilkan diagnosis KFR dalam bentuk identifikasi adanya hendaya, disabilitas atau kecacatan3 dan kemampuan aktivitas serta partisipasi.4 Fungsi dan keterbatasan fungsi merupakan hal penting dalam perawatan akut, subakut dan kronis jangka panjang pasien dengan kondisi disabilitas dan/atau penyakit kronik lainnya. Pada tahun 2001, WHO menerbitkan International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) untuk menyatakan kondisi fungsi dan disabilitas secara menyeluruh yang meliputi taksonomi fungsi manusia, aktivitas dan partisipasi, serta faktor-faktor kontekstual (Tabel 3).2

Tabel 3 Daftar Kategori Karakter Fungsional Manusia menurut ICF

Berbagai macam penyakit dan kondisi dalam lingkup layanan rehabilitasi medik adalah:5

 Trauma: cedera otak, cedera medulla spinalis, cedera saraf tepi, cedera olah raga, cedera tulang, cedera sendi, cedera otot, dan cedera tendon dan muskuloskeletal lain, cedera selama penyakit jangka panjang akibat disabling diseases, cedera terkait kerja;

 Penyakit sistem saraf non-traumatik: stroke, penyakit degeneratif (Parkinson, Alzheimer, dan lain lain), sklerosis multipel, infeksi atau abses susunan saraf pusat (SSP), tumor SSP, paralisis sumsum tulang karena sebab apa pun, konsekuensi kompleks bedah saraf, distrofi muskular dan ganggguan neuromuskular, neuropati perifer (termasuk poliradikulopati Guillain Barre), kompresi saraf, penyakit kongenital (palsi serebral, spina bifida, dan lainnya), penyakit genetik metabolik atau biokimiawi;

 Nyeri akut atau kronik karena berbagai sebab seperti amputasi, perawatan pasca bedah, polineuropati, penyakit kritis;

 Kondisi kompleks karena berbagai sebab: sindrom tirah baring (bed rest syndrome), effort deconditioning, gagal multi organ;

 Penyakit non-traumatik sistem muskuloskeletal: nyeri kronik dan akut pada punggung bawah, leher atau toraks, artropati infektif, penyakit degeneratif dan inflamatorik (mono dan poliartritis), amputasi vaskular, kelainan jaringan lunak termasuk fibromialgia, kelainan ekstremitas yang kompleks (tangan, kaki), osteoporosis, sindrom nyeri kronik terkait kerja, chronic fatigue syndrome;

 Penyakit kardiovaskular: penyakit jantung iskemik, gagal jantung, penyakit katup jantung, aterosklerosis anggota gerak bawah, miokarditis, tekanan darah tinggi, transplantasi jantung, pasca coronary artery bypass grafting(CABG), pasca percutaneous transluminal coronary angioplasty(PTCA);

 Penyakit sistem limfatik;

 Penyakit sistem respirasi: asma, penyakit paru obstruktif kronik, fibrosis pulmonal, pneumokoniosis, asbestosis, pasca torakotomi, hipereaktif bronkus, bronkopneumonia;  Penyakit endokrin dan metabolik: komplikasi diabetes, komplikasi sindrom metabolik,

obesitas;

 Penyakit sistem genitourinaria: gagal ginjal kronik, kelainan sfingter buli, kelainan genitoseksual;

 Penyakit infeksi dan imunologis: konsekuensi infeksi HIV, transplantasi sumsum tulang;  Kanker, terapi kanker dan konsekuensi fungsionalnya;

 Penyakit terkait usia;

 Gangguan tumbuh kembang, deformitas/ malformasi kongenital pada anak, skoliosis, congenital talipes equinovarus(CTEV), dan malformasi kogenital lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. McPeak LA. Physiatric history and examination. In: Braddom RL (editor). Physical Medicine and Rehabilitation, 2nd edition. Philadelphia: WB Saunders Company, 2000.pp3-45.

2. World Health Organisation. International Classification of Functioning, Disability and Health: ICF. Geneva, Switzerland, World Health Organisation, 2001.

3. World Health Organisation.International Classification of Impairments, Disabilities and Handicaps. Geneva, Switzerland: World Health Organisation, 1980.

4. World Health Organisation. International Classification of Impairments, Activities and articipation. Geneva: World Health Organisation, 1997.

5. Gutenbrunner C, Lemoine F, Yelnik A, Joseph PA, de Korvin G, Neumann V, et al. The field of competence of the specialist in physical and rehabilitation medicine (PRM). Ann PhysRehabil Med 2011;54:298-318.

Dalam dokumen Modul Bimbingan Panduan Belajar bagi Cal (Halaman 28-33)

Dokumen terkait