Kamil Bogor, Visi dan Misi SMA Insan Kamil Bogor, Keadaan Guru, Siswa, Sarana Prasarana SMA Insan
Kamil Bogor yang meliputi Struktur Organisasi, Keadaan Siswa, Keadaan Guru, Keadaan Sarana Prasarana. Deskripsi Data yang meliputi Hasil Analisis Kebiasaan Membaca dan Hasil Analisis Kemampuan Pemahaman Bacaan. Analisis Data, dan Interpretasi Data.
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Hakikat Membaca
1. Pengertian Membaca
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Dalam kegiatan membaca, kegiatan lebih banyak dititikberatkan pada keterampilan membaca daripada teori-teori membaca itu sendiri.
Henry Guntur Tarigan menyebutkan tiga komponen dalam keterampilan membaca, yaitu:
1) Pengenalan terhadap aksara-aksara serta tanda-tanda baca.
2) Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal.
3) Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna.1
Setiap guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar-benar bahwa membaca adalah suatu metode yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.
Henry Guntur Tarigan berpendapat bahwa “Membaca adalah suatu
proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau
bahasa tulis”2
. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
1
Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa 1979) hlm. 10
2
Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, yakni memahami makna yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding).
Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) menghubungkan kata-kata tulis
(written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan / cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Membaca merupakan suatu penafsiran atau interpretasi terhadap ujaran yang berada dalam bentuk tulisan adalah suatu proses pembacaan sandi (decoding process).
Membaca adalah suatu proses yang bersangkut paut dengan bahasa. Oleh karena itu maka para pelajar haruslah dibantu untuk menanggapi atau memberi responsi terhadap lambang-lambang visual dan berbicara haruslah selalu mendahului kegiatan membaca.
Harimurti Kridalaksana mengatakan “membaca adalah menggali
informasi dari teks, baik yang berupa tulisan maupun dari gambar atau
diagram maupun dari kombinasi itu semua”3
, kemudian Soedarso
berpendapat bahwa “membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan
mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan
mengingat-ingat”4. DP. Tampubolon berpendapat juga bahwa “membaca adalah kegiatan fisik dan mental yang dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan”5
.
3
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia 1984) hlm. 122
4
Soedarso, Sistem Membaca Cepat dan Efektif (Jakarta: PT. Gramedia 1989) hlm. 4
5
DP. Tampubolon, Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif dan Efisien (Bandung: Angkasa 1987) hlm. 228
Dari paparan ketiga definisi memandang membaca sebagai sesuatu proses yang kompleks, berbagai faktor saling berhubungan satu sama lain, untuk memahami sebuah bacaan. Seorang pembaca dalam proses ini tidak lagi pasif melainkan sebagai proses yang aktif. Dengan kata lain, seorang pembaca harus dengan aktif berusaha menangkap isi bacaan yang dibacanya.
Bahkan ada pula beberapa penulis yang beranggapan bahwa membaca adalah suatu kemauan untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui suatu metode pengajaran membaca seperti fonik (ucapan, ejaan berdasarkan interpretasi fonetik terhadap ejaan biasa) menjadi membaca lisan.
Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.
2. Tujuan Membaca
Buku adalah jendela dunia, begitulah kata pepatah. Hal ini seakan merupakan sebuah penekanan mengenai pentingnya arti membaca bagi manusia. Keterampilan membaca menempati posisi dan porsi yang sangat penting dalam kehidupan, terlebih pada era informasi dan komunikasi sekarang ini, yang mana segala informasi itu tersimpan dan perlu digali di dalam sebuah bahan bacaan. Membaca dapat dijadikan sebuah jembatan bagi siapa saja yang menginginkan kemajuan dan keberhasilan, baik di lingkungan dunia sekolah maupun di dunia pekerjaan.
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti
(meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca.
Henry Guntur Tarigan mengemukakan tujuan membaca adalah sebagai berikut:
1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta
(reading for details or facts).
2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita
(reading for sequence or organization).
4) Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
5) Membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify).
6) Membaca menilai, membaca evaluasi (reading to evaluate).
7) Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast)6.
Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta misalnya untuk mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh.
Membaca untuk memperoleh ide-ide utama misalnya untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya.
Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita seperti menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga/seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian buat dramatisasi.
Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi seperti menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara
6
mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal.
Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan misalnya untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar.
Membaca menilai, membaca mengevaluasi seperti untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu.
Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan dilakukan untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca.
Nurhadi berpendapat bahwa tujuan membaca adalah sebagai berikut: 1. Memahami secara detail dan menyeluruh isi buku.
2. Menangkap ide pokok atau gagasan utama secara tepat. 3. Mendapatkan informasi tentang sesuatu.
4. Mengenali makna kata-kata.
5. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di masyarakat sekitar. 6. Ingin memperoleh kenikmatan dari karya sastra.
7. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di seluruh dunia. 8. Ingin mencari merk barang yang cocok untuk dibeli.
9. Ingin menilai kebenaran gagasan pengarang.
10. Ingin memperoleh informasi tentang lowongan pekerjaan.
11. Ingin mendapatkan keterangan tentang pendapat seseorang (ahli) tentang definisi suatu istilah.7
7
Nurhadi, Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca (Bandung: CV. Sinar Baru 1989) hlm. 14
3. Aspek-aspek Membaca
Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya.
Secara garis besar aspek-aspek membaca dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1) Keterampilan yang bersifat mekanis mencakup: a) Pengenalan bentuk huruf
b) Pengenalan unsur-unsur liguistik (fonem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain).
c) Pengenalan hubungan atau korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis).
d) Kecepatan membaca bertaraf lambat.
2) Keterampilan yang bersifat pemahaman mencakup:
a) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal). b) Memahami signifikasi atau makna (misalnya maksud dan tujuan
pengarang relevansi/keadaan kebudayaan, reaksi pembaca).
c) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.8
B. Hakikat Pemahaman Bacaan
1. Pengertian Pemahaman Bacaan
Pemahaman bacaan atau reading for understanding adalah kegiatan membaca yang tujuan utamanya ialah untuk memahami isi pesan yang terdapat dalam sebuah bacaan. Pemahaman bacaan lebih menekankan pada penguasaan isi bacaan, bukan indah, cepat atau lambatnya membaca.
Mackey dalam Suyatno menjelaskan bahwa pemahaman terdiri atas penafsiran (interpretation) dan harapan (expectation).9 Penafsiran terhadap sesuatau yang diperoleh dari tulisan yang dibaca, dan harapan untuk
8
Henry Guntur Tarigan, Op. Cit hlm. 11-12
9
Suyatno, Cerdas Membaca: Sebuah Strategi Pembelajaran Bahasa di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Uhamka Press, 2011), Cet. I, h. 35.
menemukan dan menggunakan hal-hal yang ditemukan dalam bacaan tersebut. Untuk memahami bacaan, pembaca harus benar-benar menguasai bentuk-bentuk bahasa tulis secara benar dan tepat.
Seperti telah disebutkan di atas, dalam memahami suatu teks bacaan tidaklah sekedar mengerti, tetapi diperlukan suatu pemahaman yang seefisien mungkin. Hal ini juga didukung oleh Grellet dalam Suyatno yang menyatakan bahwa mengerti suatu teks bacaan tidak hanya sekedar mengerti apa yang ada, tetapi lebih mendalam lagi, yakni memerlukan pemahaman.10
Pada bagian lain ia mencontohkan bila seseorang membaca iklan yang ada disurat kabar, berbeda dengan membaca artikel. Membaca iklan dapat dilakukan secara sepintas, sedangkan membaca artikel dalam jurnal ilmu perlu hati-hati dan teliti.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hanya pembaca yang menguasai bahasa dan simbol grafislah yang dapat melakukan pemahaman bacaan, sebab informasi yang disajikan oleh penulis disampaikan melalui tulisan atau bahan bacaan. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman bacaan itu berkaitan erat dengan unsur-unsur dalam teks dan keberhasilan dalam memahami teks. Seperti kutipan dalam Kholid Harras berikut ini.
Kesesuaian antara teks dengan pembaca merupakan salah satu syarat untuk dapat dipahaminya suatu teks secara optimal oleh pembacanya. Teks yang tidak sesuai dengan pembaca mengakibatkan pembaca tidak dapat memahami isi pesan yang terdapat dalam teks tersebut karena tidak ada interaksi pembaca dengan teks. Tidak terpahaminya teks oleh pembaca disebabkan oleh ketidakberhasilan pembaca mengangkat makna, baik makna gramatikal, makna leksikal, maupun makna kultural dalam teks karena teks tersebut tidak selaras dengan kemampuan pembaca. Ketidak mampuan ini terkait dengan pengetahuan tentang dunia (skemata). Kemampuan pembaca ini akan
10
menentukan tingkat kesukaran teks, yaitu mudah, sedang, atau sulitnya teks bagi pembaca.11
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman bacaan, di antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu sendiri. Teks bacaan sangat berpengaruh terhadap pemahaman bacaan. Oleh karena itu tingkat keterbacaan teks, adalah salah satu syarat yang harus diperhatikan dalam memilih teks.
Selain itu, kemenarikan dan keontetikan teks juga merupakan syarat untuk memilih teks yang baik. Karakteristik pembaca juga dapat mempengaruhi pemahaman pembaca terhadap teks. Karakteristik pembaca yang dapat mempengaruhi pemahaman teks di antaranya adalah IQ, minat baca, kebiasaan membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca cepat dan efektif.
Sementara itu, Suhendar dan Pien Supinah, mendefinisikan pemahaman bacaan sebagai kegiatan membaca bahan bacaan dengan menangkap pokok-pokok pikiran yang lebih tajam dan dalam, sehingga terasa ada kepuasan tersendiri setelah bahan bacaan itu dibaca sampai selesai.12 Untuk membaca pemahaman di dalam pembicaraan ini dapat kita katakan berupa tulisan-tulisan fiksi seperti novel, cerita pendek, drama dan puisi.
Dari definisi yang diungkapkan Suhendar dan Pien Supinah di atas, dapat kita simpulkan bahwa seorang pembaca harus cerdas melihat apa yang disampaikan seorang penulis, tidak hanya sesuatu yang tertera di dalam teks semata, akan tetapi lebih dalam lagi, yakni makna dibalik teks itu sendiri. Sehingga setelah pembaca membaca teks tersebut, seorang pembaca akan merasakan kepuasan tersendiri.
11
Kholid Harras, Endah Tri Priyatni, dan Titik Harsiati, Membaca I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010), Cet. II, h. 46.
12
M. E. Suhendar dan Pien Supinah, Bahasa Indonesia: Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca dan Keterampilan Menulis, (Bandung: Pionir Jaya, 1992), Cet. I, h. 27.
Karena para penulis-penulis kreatif dalam bidang fiksi pada umumnya memiliki beberapa pengalaman hidup yang hendak disampaikannya kepada para pembaca. penulis ingin agar kita merasakan apa yang telah dirasakan mengenai fakta dan visi kebenaran yang dilihat dan dirasainya. Sehingga pembaca dapat melihat pengalaman-pengalaman yang nyata ataupun imajinatif melalui mata penulis, yang ditumpahkannya melalui media kata-kata..
Pada bagian lain, Suhendar dan Pien Supinah mengatakan seseorang yang tingkat pemahaman bacaannya tinggi akan dengan mudah menangkap apa pokok-pokok pikiran yang diungkapkan pengarang di dalam tulisannya, baik yang tersirat maupun tersurat. Pernyataan itu, sebagaimana terdapat pada kutipan berikut.
Membaca sebagai kegiatan menangkap apa yang tersirat dari bahan yang tersurat, sebagai kegiatan mengambil makna dari yang tersurat, tidak selamanya makna yang terkandung di dalam bahan bacaan itu sesuai dengan apa yang tertulis dalam bahan bacaan itu. hal ini karena adanya makna yang denotatif, yaitu makna yang sebenarnya atau makna menurut arti kamus. Dan ada makna yang konotatif yaitu makna yang lebih tinggi atau lebih dalam sesuai dengan lingkungan dan ragam bahasa yang dipakai. Contohnya, tertulisnya bunga, tetapi maknanya gadis cantik di kota itu. tersuratnya tiga anak kecil, tetapi maknanya tiga tuntutan rakyat (TRITURA), Makna yang lebih tinggi atau lebih dalam itu terdapat di dalam karya-karya sastra seperti novel, cerpen, drama, dan puisi. Maknanya lebih dalam dan lebih tajam dari pada prosa biasa.13
Hal ini pun diaminkan oleh Tarigan, yang menggolongkan pemahaman bacaan ke dalam beberapa golongan, yakni membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards),
13
resensi kritis (critical review), drama tulis (printed drama) serta pola-pola fiksi (patterns of fiction).14
Goodman dalam Suyatno mendefinisikan pemahaman bacaan rekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks.15 Menurutnya, rekonstruksi itu berlapis dan interaktif. Selain itu, rekonstruksi adalah proses pembentukan serta pengujian hipotesis.
Pesan digali melalui lapisan-lapisan makna yang terdapat dalam teks tersebut.Oleh sebab itu, pembaca membuat dan menguji hipotesis dari bacaannya. Hasil dari pengujian hipotesis tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menarik inferensi bagi pembaca mengenai pesan yang dimaksud dan yang ingin disampaikan oleh penulis.
Sementara itu pada bagian lain Harjasujana dalam Suyatno menganggap pemhaman bacaan sebagai pemahaman kalimat-kalimat. Pemahaman tentang kalimat-kalimat itu meliputi pula kemampuan menggunakan teori tentang hubungan-hubungan struktural antarkalimat. Pengetahuan tentang hubungan struktural itu berguna bagi proses pemahaman kalimat, sebab kalimat bukanlah untaian kata-kata saja melainkan untaian kata yang saling berkaitan mengikuti cara-cara yang spesifik.16
Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan-hubungan struktural yang penting untuk memahami makna kalimat itu tidak hanya diberikan dalam struktur luar, akan tetapi juga diberikan dalam struktur isi kalimat itu sendiri. Pemahaman kalimat tidak akan dapat dilakukan dengan baik tanpa dukungan pemahaman atas hubungan isi antarkalimat tersebut. Untuk itu, agar memiliki keterbacaan yang tinggi, kalimat yang disusun dalam suatu wacana harus selalu memperhatikan unsur struktur luar, struktur isi, dan hubungan antarkeduanya. 14 Tarigan, Op.Cit., h. 58. 15 Suyatno, Op.Cit., h. 36. 16 Ibid.
Masalah yang berhubungan dengan pengaruh struktur kalimat terhadap proses membaca ada dalam bidang yang sangat khusus yakni keterbacaan. Dale dan Chall dalam Kholid Harras menyatakan bahwa keterbacaan adalah keseluruhan unsur teks yang mempengaruhi keberhasilan pembaca dalam memahami teks yang dibaca.17Sejalan dengan Dale dan Chall dalam Kholid Harras, Ajat Sakri dalam Suyatno mengemukakan bahwa keterbacaan (readability) bergantung pada kosakata dan bangun kalimat yang dipilih oleh pengarang untuk tulisannya.18
Tulisan yang banyak mengandung kata yang tidak umum lebih sulit dipahami daripada yang menggunakan kosakata sehari-hari. Tentang hal ini telah dijelaskan pada penjelasan tentang kosakata baca. Demikian pula, bangun kalimat yang panjang dan menyulitkan pembaca yang tingkat perkembangan usianya berbeda.
Uraian-uraian tentang keterbacaan di atas mengimplikasikan bahwa penyusunan bacaan yang menurut pengarang sudah sesuai dengan tingkat pekembangan usia anak, namun tanpa mengindahkan penguasaan kosakata dan kalimat yang digunakan dalam suatu wacana yang mereka kenal, maka bacaan tersebut akan gagal dalam hal keterbacaan.
Dari pendapat para ahli di atas tentang pemahaman bacaan, dapat disimpulkan bahwa pemahaman bacaan diperoleh dari aktivitas membaca. Aktivitas ini melibatkan pembaca, teks, dan isi pesan yang disampaikan penulis. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan apabila ia telah mendapatkan informasi atau pesan yang disampaikan oleh penulis, baik tersurat maupun tersirat.
17
Suhendar, Op.Cit., h. 46.
18
2.
Tingkat-tingkat Pemahaman Bacaan
Pembelajaran membaca pemahaman menurut Akhadiah dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda dimulai di kelas III Sekolah Dasar yaitu setelah siswa memiliki pengetahuan dasar membaca yang diperoleh di kalas I dan II yang diberikan melalui sub-sub pokok bahasan membaca pemahaman dengan tujuan agar siswa mampu memahami, menafsirkan serta menghayati isi bacaan.19
Pengajaran membaca pemahaman akan memberikan dampak positif bagi keberhasilan siswa di masa mendatang apabila diselenggarakan dengan baik. Melalui pengajaran pemahaman yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik, siswa tidak saja memperoleh peningkatan dalam kemampuan bahasanya, melainkan juga mampu dalam bernalar, berkreativitas, dan penghayatannya tentang nilai-nilai moral.
Menurut Barret dalam Suyatno, pada dasarnya tingkat pemahaman seseorang terhadap bacaan dapat diklasifikasikan atas beberapa tingkat.
Tingkatan ini terkenal dengan nama “Taksonomi Barret”, yakni: (1)
pemahaman literal, (2) pemahaman inferensial, (3) pemahaman evaluasi, (4) pemahaman apresiasi.20
Pada bagian lain, dijelaskan bahwa pemahaman literal adalah pemahaman yang dibutuhkan ingatan mengenai gagasan, kejadian-kejadian yang menyatakan secara jelas pada bacaan. Pemahaman inferensial adalah pemahaman yang ditujukan ketika pembaca menggunakan sintesis pada isi lateral tersebut pada suatu seleksi, pengetahuan personalnya, intuisi, dan imajinasinya sebagai suatu dasar untuk penghubung-penghubung hipotesis. Pada pemahaman inferensial ini, pernyataan-pernyataan imajinasi memerlukan pemikiran.
19
Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, (Bandung: Upi Press, 2007), Cet. I, h. 80.
20
Sedangkan pemahaman evaluasi yaitu pemahaman yang ditujukan ketika pembaca menilai isi bacaan. Ia membandingkan kriteria eksternal dan internal. Kriteria eksternal ditunjukan dari subjektivitas pengarang dan internal berdasarkan pengalaman membaca, pengetahuannya yang menghubungkan antara yang ditulis dengan pembaca. Pemahaman apresiasi adalah pemahaman yang berkaitan dengan kesadaran teknik sastra, bentuk, gaya, dan struktur yang dikerjakan pengarang untuk mendorong respon-respon emosional pembacanya.
Berdasarkan pendapat Barret tersebut, terlihat bahwa kegiatan pemahaman bacaan sangat perlu dilakukan untuk mengungkapkan makna dari seluruh bacaan. Melalui kegiatan pemahaman bacaan maka dengan mudah kita dapat memperoleh gagasan dan pesan yang terdapat dalam bacaan sehingga dengan mudah pula pembaca mampu menghubung-hubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lain.
3. Pengukuran Pemahaman Bacaan
Mengukur pemahaman bacaan siswa tidak terlepas dari kecepatan atau waktu membacanya. Setiap pengukuran yang berkaitan dengan kemampuan membaca ini tentu mencakup kecepatan dan pemahaman isi bacaan. Tampubolon dalam Suyatno mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman secara keseluruhan. Jadi, antara kecepatan dan pemahaman terhadap bacaan keduanya seiring.21
Ditambahkan oleh Tampubolon, cara mengukur kemampuan membaca adalah jumlah kata yang dapat dibaca permenit dikalikan dengan presentase pemahaman isi bacaan. Pemahaman bacaan dapat diukur melalui pertanyaan yang menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang, dan hal-hal apa saja
21
yang tersurat dalam bacaan tersebut. Nuttall dalam Kholid Harras mengemukakan bahwa kemampuan pemahaman bacaan dapat diukur melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
a. Pertanyaan pemahaman literal (Questions of literal comprehension) Pertanyaan pemahaman literal pada dasarnya menanyakan sesuatu yang tertera secara jelas dalam teks. Oleh karena itu, jawaban terhadap pertanyaan literal ini terdapat di dalam teks dan biasanya berupa kata-kata yang jelas dalam teks. Pertanyaan pemahaman literal ini penting untuk mengarahkan pembaca pada pemahaman yang lebih lanjut.
b. Pertanyaan yang melibatkan reorganisasi dan interpretasi
Pertanyaan yang melibatkan reorganisasi dan interpretasi ini lebih sulit dibandingkan dengan pertanyaan literal. Untuk menjawab pertanyaan jenis yang kedua ini pembaca harus mengumpulkan sejumlah informasi literal dari berbagai bagian teks kemudian menyatakan atau menginterpretasikan kembali informasi tersebut.
c. Pertanyaan inferensi
Pertanyaan jenis ini menanyakan sesuatu yang tidak secara eksplisit