Bab III : Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
ABSTRAK
Dalam proses pembelajaran di pesantren, ilmu-ilmu keIslaman memang
menjadi prioritas utama, untuk tidak mengatakan satu-satunya. Hal ini antara lain
tampak dari kurikulum yang berlaku. Sebagaimana diketahui, kitab kuning berisi
pembahasan tentang berbagai ilmu ke Islaman tradisional, yang dalam banyak aspek
tidak memiliki hubungan langsung dengan ilmu-ilmu modern.
Dalam aspek kurikulum, misalnya, pesantren tidak lagi hanya memberikan
mata pelajaran ilmu-ilmu Islam, tetapi juga ilmu-ilmu umum modern yang
diakomodasi dari kurikulum pemerintah. Dalam hal ini, mata pelajaran umum
menjadi mata pelajaran inti, disamping mata pelajaran agama yang tetap
dipertahankan.
Berpegang dari latar belakang diatas serta dasar pemikiran yang terdapat
didalamnya maka rumusan masalah sebagai berikut bagaimana kurikulum berbasis
pesantren di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya, bagaimana kecerdasan spiritual siswa
kelas VIII C di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya,bagaimana efektifitas kurikulum
berbasis pesantren dalam pengembangan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII C di
MTs Al-Fatich Benowo Surabaya
Penelitian ini dilakukan di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya. Jenis penelitian
ini menggunakan penelitian kuantitatif. Dan pengumpulan datanya dilakukan dengan
metode angket, observasi, interview dan dokumentasi. Kemudian data dianalisa
menggunakan rumus statistik, yaitu: rumus prosentase dan rumus product moment.
Dari hasil pembahasan dan penelitian didapat kesimpulan sebagai berikut,
Implementasi kurikulum berbasis pesantren dalam mengembangkan kecerdasan
spiritual siswa kelas VIII C di MTs al-Fatich Benowo Surabaya berjalan dengan baik,
hal ini terbukti dari hasil angket penelitian dengan diperoleh sebesar 85%. Dan
perkembangan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII C di MTs al-Fatich Benowo
Surabaya adalah tergolong baik, hal ini terbukti dari hasil perhitungan dengan skor 8
berdasarkan standar yang ditetapkan maka terletak antara 56%-100%.
Sedangkan hasil analisis data tentang efektifitas implementasi kurikulum
berbasis pesantren dalam mengembangkan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII C di
MTs al-Fatich Benowo Surabaya berlangsung efektif. Hal ini terbukti dari hasil
analisis data yang diperoleh adalah 0,75 lebih besar dari pada rt, baik pada taraf
signifikansi 5% dengan nilai 0,349 maupun pada signifikansi 1% dengan nilai 0,449.
Adapun pengaruh yang ditimbulkan adalah tergolong tinggi/kuat, hal ini berdasarkan
”rxy” dengan nilai 0,75 yang terletak antara 0,70-0,90 yang mana interpretasinya
adalah tinggi/kuat. Dengan demikian maka hipotesis kerja (Ha) diterima dan hipotesis
nihil (Ho) ditolak..
Kata Kunci: Implementasi, Efektifitas,Kurikulum Pesantren dan Kecerdasan
Spiritual.
ix
DAFTAR ISI
HalamanJudul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Abstrak ... iv
Halaman Motto ... v
Halaman Persembahan ... vi
Kata Pengantar ... ix
Daftar Isi ... xii
Bab I : Pendahuluan ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Hepotesis Penelitian ... 9
F. Definisi Oprasional ... 10
G. Sistematika Pembahasan ... 13
Bab II : Kajian Teori Tentang Kurikulum Berbasis Pesantren Dalam
Mengembangan Spiritual...14
x
A. Tinjauan Umum tentang Pesantren ... 14
1. Pengertian Pesantren ... 14
2. Sejarah pesantren di Indonesia ... 18
3. Tujuan pendidikan pesantren ... 24
4. Tipelogi Pesantren ... 27
5. Kurikulum Pesantren ... 33
6. Makna Kurikulum Pesantren ... 36
7. Tujuan Kurikulum Pesantren ... 39
8. Ruang Lingkup Kurikulum Pesantren
B. Kecerdasan Spritual ... 47
1. Pengertian kecerdasan spritual ... 36
2. Tujuan kecerdasan spritual ... 56
3. Aspek-aspek yang mepengaruhi kecerdasan spiritual ... 63
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritua ... 71
C. Pengaruh Kurikulum Berbasis Pesantren Terhadap
Kecerdasan Spiritual Siswa ... 76
Bab III : Metode Penelitian ... 84
A. Jenis Penelitian ... 84
B. Identifikasi Variabel ... 85
C. Populasi dan Sampel ... 85
D. Jenis dan Sumber Data ... 86
xi
F. Teknik Analisis Data ... 90
Bab IV : Laporan Hasil Penelitian ... 95
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 95
1. Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah Tsanawiyah Al-Fatich .... 95
2. Kondisi Obyektif Sekolah ... 98
3. Struktur Sekolah ... 101
4. Data Guru... 103
5. Data Siswa... 104
6. Sarana Dan Prasarana... 105
7. Tata Tertib Siswa, Guru dan Karyawan... 106
B. Penyajian Data... 109
1. Penyajian Data Interview... 114
2. Penyajian Data Angket ... 114
C. Analisa Data ... 118
1. Analisa data tentang implementasi kurikulum berbasis pesantren
di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya. ... 118
2. Analisa data tentang perkembangan kecerdasan spiritual siswa
kelas VIII di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya. ... 124
3. Analisa data tentang efektifitas kurikulum berbasis pesantren
dalam pengembangan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII di
MTs Al-Fatich Benowo Surabaya. ... 125
xii
Bab V : Penutup……..………...……….. 131
A. Kesimpulan………. 131
B. Saran………...… 132
Daftar Pustaka………....………......……. 134
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...135
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses sepanjang masa yang terus menerus selalu
dibutuhkan manusia dalam menapaki kehidupan di dunia demi mencapai
kebahagiaan hakiki. Dalam pencapaian kebahagiaan hakiki, maka pendidikan
khususnya adalah pendidikan Islam memiliki tujuan utama yang menjadi
tonggak yaitu membentuk akhlak dan budi pekerti yang sanggup
menghasilkan orang-orang bermoral, berjiwa bersih, berkemauan keras,
cita-cita benar, dan memiliki akhlak yang tinggi serta luhur. Pendidikan budi
pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
1Pencapaian suatu akhlak
yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.
Sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional sendiri
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan menusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan sehat serta jasmani, rohani,
berkepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan, nampak sekali bahwa tujuan tersebut erat
dengan nilai-nilai agama. Sementara pendidikan di Indonesia lebih
menekankan aspek kognitifnya saja sehingga yang terjadi adalah dekadensi
moral yang menjamur dikalangan anak-anak, remaja maupun dewasa dan
terjadi ketimpangan ketiga aspek (kognitif, afektif, psikomotorik). Padahal
1 M. Athiyah Al Abrosyi, At -Tarbiyatul Islamiyah, Diterjemahkan oleh Bustami A. Gani, Djohar Bahry, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.Bulan bintang, 1993), Cet. 7, 1.
2
masih ada nilai-nilai tertinggi yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya
sebagai kebutuhan naluri manusia yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan
spiritual yang perlu ditanamkan dalam implementasi kurikulum pendidikan
nasional bertujuan utamanya adalah mempersiapkan generasi baru yang
nantinya dapat menginternalisasikan moral, budi pekerti (akhlak) yang baik
dan sekaligus mampu menginternalisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah objektivikasi kecerdasan spiritual dalam praktek kehidupan
sehari-hari.
2Sesuai dengan fitrah, kecerdasan sudah ada sejak manusia dilahirkan,
tetapi yang mewarnai selanjutnya adalah lingkungan dan keluarganya.
Belakangan ini diyakini bahwa penentu keberhasilan seorang anak manusia
bukan hanya terletak pada seberapa tinggi IQ seorang anak, melainkan juga
bagaimana keadaan tinggi SQ dan EQ anak tersebut. Kecerdasan spiritual
(SQ) adalah sangat fundamental sebagai landasan awal pembentukan
generasi. Kecerdasan spiritual (SQ) seseorang akan memberi warna pada
intelektualnya (IQ) dan emosionalnya (EQ).
Kecerdasan spiritual merupakan sebuah konsep yang berhubungan
dengan bagaimana seseorang cerdas dalam mengelola dan mendayagunakan
makna-makna, nilai-nilai dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya.
Kehidupan spiritual dapat diartikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan
2 Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih Penting Daripada IQ Dan EQ, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 30.
3
kemampuan manusia dalam membangkitkan semangat untuk mencari makna
hidup dan hidup bermakna.
3Kecerdasan spiritual sebenarnya sudah ada sebelum bumi dan manusia
diciptakan, dimana manusia telah melakukan perjanjian dengan Allah.
Namun karena adanya belenggu spiritual banyak manusia yang kemudian
lalai dari fitrah tersebut.
4Al-Qur’an menarasikan pertemuan tersebut seperti
ayat (QS Al-A’raf (7): 172).
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami),
Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)", (QS Al-A’raf (7): 172).
5Tafsir al-Maraghi, ayat ini menerangkan bahwa manusia telah memiliki
janji naluri (fitrah) antara Allah dengan manusia. Manusia telah dibekali oleh
3 Zohar, et al, SQ Kecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan Pustaka, 2000), 8.
4 Abd, Wahab, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 61.
4
Allah dengan fitrah islam, yaitu dengan menaruh iman yang yakin dalam hati
mereka.
6Oleh karena itu, bila manusia hendak berbuat tidak baik, pasti akan
dilarang oleh suara hati nuraninya sebab Tuhan tidak mau manusia berbuat
tidak baik, suara hatinya akan bernasihat. Namun adakalanya suara hati itu
tertutup. Inilah yang dikatakan tidak cerdas spiritual yang sebabkan
terbelenggunya kecerdasan spiritual sehingga mengakibatkan kegagalan atau
tidak efektif serta tidak maksimalnya suatu usaha.
Pada era global masuknya budaya luar di atas membuat identitas diri
mulai pudar. Spiritual siswa semakin menurun karena pola pikir siswa yang
tidak lagi mementingkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam ajaran
Islam sebagai akibat dari kebudayaan asing yang dengan mudahnya masuk
ke Indonesia tanpa adanya dasar keimanan yang kuat untuk membentengi
agama. Kehausan spiritual terjadi ketika siswa lebih cenderung rasional dan
menemukan batas rasio itu sendiri sehingga mereka butuh akan dorongan
jiwa yang pasti. Disini pendorong jiwa adalah agama (Islam) karena peranan
agama memberikan harapan dan ketenangan, maka fungsi agama berlaku
pada semua siswa, sehingga siswa bisa cerdas dalam spiritual.
Melihat fenomena kekinian, sangat disayangkan bahwasanya lembaga
pendidikan yang selama ini dianggap sebagai wadah penggemblengan anak
didik membentuk manusia-manusia yang beradab dan bermoral mulia, baik
dengan Sang Pencipta maupun sesama makhluk, lambat laun semakin
6 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terjemah: Anwar Rusyidi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1987), 189.
5
merosot peranannya. Terlihat amat jelas, dengan ditandainya beberapa puluh
anak yang baru lulus sekolah dengan mengadakan konvoi-konvoi di jalanan,
berhura-hura dan berpesta pora serta melakukan hal-hal negatif lain yang
intinya jauh dari nilai-nilai moral agama dan susila. Hal ini menunjukkan
bahwasanya sistem pendidikan telah merosot peranannya. Yang semula
seharusnya membentuk anak didik bermoral dan berpengetahuan serta
berkualitas tinggi, namun setelah beberapa dekade ini pendidikan, khususnya
lembaga formal, tak dapat lagi menjalankan fungsi utamanya. Banyak kasus
kenakalan remaja yang terjadi dimana-mana dengan mengatas namakan
sekolah, seperti tawuran antar sekolah, terlibat minuman keras, narkoba dan
lain sebagainya. Melihat kenyataan seperti ini, pendidikan formal telah
dinilai gagal dalam menjalankan tugasnya.
Namun disisi lain, tidaklah semua lembaga pendidikan akhir-akhir ini
gagal dalam menjalankan tugas pentingnya. Akan tetapi, masih terdapat
suatu lembaga pendidikan yang selama ini masih eksis di tengah-tengah
masyarakat yang dianggap masih dapat mencetak kader-kader manusia
unggulan. Lembaga tersebut ialah pesantren. Dimana peran pesantren tetap
survive dan mampu beradaptasi dengan modernitas pendidikan. Bahkan
ketika pendidikan formal dinilai gagal dalam membentuk kepribadian.
Dalam masalah ini, pesantren ditunjuk sebagai lembaga pendidikan
alternative.
6
Pesantren sebagai lembaga dakwah yang mengiringi dakwah Islamiah
di Indonesia memiliki persepsi yang plural. Pesantren bisa dipandang sebagai
lembaga ritual dan lembaga dakwah.
Pesantren merupakan sistem pendidikan yang tumbuh dan lahir dari
kultur Indonesia yang bersifat asli atau budaya murni Indonesia, karakter
budaya pesantren telah diadopsi kedalam sistem pendidikan formal. Sampai
saat ini terbukti dengan munculnya sekolah-sekolah unggul (boarding
school) sejak tiga dasawarsa terakhir, yang tujuan utamanya ialah
membentuk pribadi anak didik yang tidak hanya memiliki pengetahuan
umum saja, melainkan juga memiliki keterampilan dalam memahami dan
menjalankan nilai-nilai ajaran agama islam dengan baik dan benar. Yang
nantinya bermunculan kader-kader generasi anak bangsa yang memiliki
kemampuan IPTEK dan IMTAQ secara sekaligus, yang siap mengarungi
tantangan kehidupan yang kian semakin maju.
Model semacam ini, menurut penulis, disebut model gabungan
kurikulum yang berbasis nasional dengan klasik (ala pesantren) yang
mengalami proses perkembangan dalam pendidikan. Selain itu, menjadi
gagasan utama oleh beberapa lembaga pendidikan yang berada di bawah
naungan (yayasan) pondok pesantren, seperti yang terdapat di MTS
Al-Fatich Benowo Surabaya (yang akan menjadi kajian objek penelitian
penulis). Dalam lembaga tersebut disamping melaksanakan berbagai
kurikulum nasional juga mengedepankan kurikulum berbasis pesantren, yang
idealnya memakai mata pelajaran khas ala di pesantren seperti penggunaan
7
literatur kitab kuning/ kitab klasik karya ulama terdahulu yang diyakini
dalam dunia pesantren dapat membuahkan keberkahan bagi siapa saja yang
mempelajarinya. Akan tetapi, bedanya ada pada metode penyampaiannya
saja yang sedikit berbeda dengan murni yang ada di pesantren seperti
sorogan dan bandongan. Di madrasah ini mengedepankan metode-metode
yang sedang berkembang di dunia pendidikan, memang masih ada satu atau
dua guru yang menggunakan metode klasikal ala pesantren namun itu jarang
dipraktekkan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti
fenomena diatas dengan judul “Implementasi Kurikulum Berbasis
Pesantren Dan Efektifitasnya Dalam Mengembangkan Kecerdasan
Spiritual Siswa Kelas VIII Di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya”.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan penjelasan masalah di atas, penulis
dalam penelitian ini mengambil pokok-pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kurikulum berbasis pesantren di MTs Al-Fatich Benowo
Surabaya?
2. Bagaimana kecerdasan spiritual siswa kelas VIII di MTs Al-Fatich
Benowo Surabaya?
3. Bagaimana efektifitas kurikulum berbasis pesantren dalam
pengembangan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII di MTs Al-Fatich
Benowo Surabaya?
8
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kurikulum berbasis pesantren di MTs Al-Fatich
Benowo Surabaya
2. Untuk mengetahui kecerdasan spiritual siswa kelas VIII di MTs
Al-Fatich Benowo Surabaya
3. Untuk mengetahuiefektifitas kurikulum berbasis pesantren dalam
pengembangan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII di MTs Al-Fatich
Benowo Surabaya.
D.Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Akademik Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang pendidikan khususnya dalam menambah
pengetahuan, menambah wawasan keilmuan penelitian khususnya
dalam mempelajari kurikulum berbasis pesantren.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitihan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
dalam merumuskan dan mengembangkan cara/metode dalam
menunjang keefektifitasan kecerdasan spiritual siswa.
9
E.Hipotesis penelitian
Dari arti katanya, hipotesis memang berasal dari 2 penggalan kata
“hypo” yang artinya di bawah dan “thesa” yang artinya kebenaran. Jadi
hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan Ejaan Bahasa
Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.
7Menurut A. Hamid Syarif, hipotesis penelitian merupakan jawaban
sementara dari masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji
secara empiris.
Sedangkan Sutrisno Hadi, hipotesa statistik adalah suatu dugaan yang
merupakan suatu pernyataan tentang keadaan parameter yang didasarkan atas
probabilitas distribusi sampling dari parameter itu.
8Sehubungan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka
terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini yang perlu dibuktikan
kebenarannya yaitu:
1. Hipotesis Kerja (Ha) atau disebut hipotesis alternatif yang menyatakan
hubungan antara variable X dan variable Y atau adanya perbedaan
antara dua kelompok.
9Dalam penelitian ini hipotesis kerja (Ha)
adalahefektifitas kurikulum berbasis pesantren dalam mencerdaskan
spiritual siswa kelas VIII di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya.
2. Hipotesis Nihil (Ho) atau Hipotesis yang sering juga disebut hipotesis
statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat
7Suharsimi Arikunto, Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 110.
8 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset,1989), 316.
9Suharsimi Arikunto, Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 112.
10
statistik yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol
menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau tidak
adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
10Dalam penelitian
ini hipotesis nihil (Ho) adalah kurikulum berbasis pesantren tidak
efektif terhadap kecerdasan spiritual siswa kelas VIII di MTs Al-Fatich
Benowo Surabaya.
F. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah definisi yang didasarkan atau sifat-sifat hal
yang didefinisikan yang dapat diamati atau diobservasikan atau diteliti.
Konsep ini sangat penting karena hal yang diamati itu membuka
kemungkinan bagi orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Sehingga
apa yang dilakukan oleh penulis terbuka untuk diuji kembali oleh orang
lain.
11Untuk mengetahui lebih jelas tentang maksud dari penulisan skripsi ini,
maka penulis akan menjabarkan definisi operasional dalam penelitian ini,
sebagai berikut:
1. Efektifitas
Didalam kamus bahasa Indonesia istilah efektivitas berasal dari
kata efektif yang berarti ada efek (pengaruhnya, akibatnya, kesannya)
manjur, mujarab (obat), dapat membantu hasil, berhasil guna (tentang
usaha, tindakan). Sedangkan efektivitas berarti keefektif-an, adanya
10 Ibid, 113.
11
kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang
dituju.
122. Kurikulum
Kurikulum adalah rencana pelajaran. Atau menurut istilah ialah:
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
seperti pengalaman pendidikan yang berupa kebudayaan, olah raga,
sosial dan kesenian, baik yang ada di dalam maupun di luar kelas yang
dikelola oleh sekolah.
3. Pesantren
Pesantren adalah tempat para santri bermukim. Sedangkan
menurut istilah ialah lembaga tradisional yang dalam bacaan teknis
menjadi suatu tempat yang dihuni oleh para santri yang sedang mencari
ilmu.
4. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk
melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir
dengan cara rasional. Selain itu, kecerdasan dapat juga diartikan
sebagai kemampuan pribadi untuk memahami, melakukan inovasi dan
memberikan solusi terhadap dalam berbagai situasi.Di dalam Kamus
12
Bahasa Indonesia spiritual adalah berhubungan dengan atau bersifat
kejiwaan (rohani, batin).
Jadi kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berkenaan
dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia, makhluk lain, dan
alam sekitar berdasarkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha
Esa.
5. Siswa
Siswa adalah anak yang belum dewasa yang masih duduk di
sekolah lanjutan tingkat pertama. Menurut Zakiyah Daradjat, anak
yang masih umur 13-16 tahun dan mempunyai ciri psikologis masa
goncang yaitu masa emosi yang meluap, kecemasan, kekhawatiran.
13Dari keseluruhan definisi operasional diatas, maka yang dimaksud
dengan judul “Implementasi Kurikulum Berbasis Pesantren Dan
Efektifitasnya Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas
VIII di MTs Al-Fatich Benowo Surabaya” adalah suatu proses kurikulum
berbasis pesantren untuk membentuk kecerdasan spiritual siswa dengan
menciptakan, menumbuhkan serta menjadikan peserta didik dalam hal
perilakunya sesuai dengan ajaran agama islam yang dilandasi Al-Qur’an
dan Hadits.
13
G.Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memudahkan pembahasan pada judul skripsi ini penulis
mengatur secara sistematis dan untuk menghindari kerancuan pembahasan,
maka peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I, Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis, definisi
operasionaldan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
BAB II, Tinjauan umum tentang pesantren yang meliputi:
pengertian, sejarah pesantren, tujuan pesantren, tipologi pesatren, metode
dan kurikulum pesantren. Kemudian uraian tentang kecerdasan spiritual
siswa, meliputi: pengertian kecerdasan spiritual, tujuan kecerdasan
spiritual, manfaat kecerdasan spiritual, macam-macam kecerdasan
spiritual, faktor faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual dan
hubungan kurikulum berbasis pesantren terhadap kecerdasan spritual
siswa.
BAB III, metode penelitian, yang terdiri dari: jenis dan rancangan
penelitian, variabel, indikator dan instrumen penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
BAB IV, merupakan hasil penelitian yang terdiri dari: gambaran
umum obyek penelitian, penyajian data dan analisa data.
14
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG KURIKULUM BERBASIS PESANTREN DALAM MENGEMBANGAN SPIRITUAL
A. Tinjauan Umum tentang Pesantren 1. Pengertian Pesantren
Kata “pesantren” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu “ Sa” dan “Tra”. “Sa” yang berarti orang yang berperilaku yang
baik, dan “tra” berarti suka menolong.1
Selanjutnya kata pesantren berasal dari kata dasar “santri” yang
mendapat awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.2 Begitu pula pesantren sebuah kompleks yang mana umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya, dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan rumah kediaman pengasuh. Dapat pula dikatakan pesantren adalah kata santri yaitu orang yang belajar agama Islam.3
Menurut H. Rohadi Abdul Fatah, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang
1 Abu Hamid, Sistem Pesantren Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan (Ujung Pandang: Fakultas Sastra UNHAS, 1978), 3.
2 Wahjoetimo, Perguruan tinggi Pesantren Pendidikan alternative masa depan, (Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 70.
15
dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.4
Bila mendengar makna pesantren itu sendiri, maka orientasi secara spontanitas tertuju kepada lembaga pendidikan Islam yang diasuh oleh para kyai atau ulama dengan mengutamakan pendidikan agama dibanding dengan pendidikan umum lainnya.
Abu Ahmadi memberikan pengertian pesantren sebagaisuatu sekolah bersama untuk mempelajari Ilmu agama, kadang-kadang lembaga