• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

L. Etika Penelitian

Peneliti harus melaksanakan beberapa prosedur etik dalam melaksanakan penelitian ini, antara lain:

1. Peneliti mengajukan ethical clearance kepada tim Komite Etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.

Peneliti mengolah data, mengintepretasikan hasil dan menarik kesimpulan

Mengurus surat ijin penelitian di FKIK UMY dan RSGM Modifikasi instrumen penelitian (kuesioner dan check list)

Mahasiswa profesi melakukan komunikasi dengan pasien (enumerator mengisi check list keterampilan komunikasi) Peneliti membagikan informed consent untuk ditandatangani

serta memberikan kuesioner tingkat pengetahuan keterampilan komunikasi terapeutik kepada 107 mahasiswa

profesi PSPDG UMY angkatan tahuan 2009 dan 2010 di RSGM UMY

Uji validitas dan reliabilitas instrumen kepada 30 mahasiswa profesi PSPDG UMY yang dipilih secara acak dari angkatan

tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 di RSGM UMY

Peneliti melakukan sampling untuk mendapatkan responden sejumlah 107 mahasiswa profesi.

2. Peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepada RSGM UMY.

3. Peneliti menjelaskan prosedur penelitian kepada subjek penelitian kemudian subjek menandatangani informed consent secara sukarela. 4. Apabila terdapat penolakan dari subjek penelitian, peneliti harus

38

A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 107 responden, namun dalam proses berlangsungnya penelitian terdapat 2 responden yang tidak masuk dalam kriteria penelitian atau masuk dalam drop out sehingga tersisa 105 responden.

a. Karakteristik responden

Karakteristik responden meliputi usia dan jenis kelamin mahasiswa profesi disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut: Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

No. Karakteristik Presentase (%) Frekuensi 1. Usia (tahun) 22 6,7 7 23 46,7 49 24 39,0 41 25 7,6 8 2. Jenis Kelamin Laki-laki 23,8 25 Perempuan 76,2 80

Tabel 2 memperlihatkan karakteristik responden yang diteliti yaitu mayoritas berusia 23 tahun (46,7%) dan mayoritas berjenis kelamin perempuan (76,2%).

b. Tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Gambar 3. Tingkat Pengetahuan Komunikasi Mahasiswa Profesi PSPDG UMY Angkatan tahun 2009 dan 2010

Gambar diatas menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan komunikasi yang tinggi (92%). c. Keterampilan komunikasi mahasiswa profesi Program Studi

Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Gambar 4. Keterampilan Komunikasi Mahasiswa Profesi PSPDG UMY angkatan tahun 2009 dan 2010

Gambar 4 menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai keterampilan komunikasi yang baik (74%).

2. Analisis Bivariat a. Uji normalitas

Tabel 3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Variabel

Kolmogorov-Smirnov(a)

Keterangan Statistic Df Sig.

Keterampilan .239 105 .000 Tidak normal Pengetahuan .270 105 .000 Tidak normal

Uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov karena jumlah subjek penelitian yang digunakan >50 (Dahlan, 2009). Hasil uji menunjukkan nilai signifikansi 0,000 atau <0,005, artinya distribusi data tidak normal sehingga analisis yang digunakan adalah analisis data non-parametrik yaitu analisis Spearman.

b. Analisis Spearman

Tabel 4. Hasil Analisis Spearman

Pengetahuan Keterampilan Correlation Coefficient .574

Sig. .000

N 105

Tabel 4 menunjukkan terdapat hubungan antara dua variabel yaitu tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik dan keterampilan komunikasi mahasiswa profesi angkatan tahun 2009 dan 2010. Hasil uji menunjukkan terdapat hubungan yang sedang antara kedua variabel karena koofisien korelasi bernilai 0,574. Menurut Dahlan (2011), hubungan antara dua variabel termasuk kategori sedang apabila koofisien korelasinya antara 0,40-0,599.

B. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 105 mahasiswa profesi PSPDG UMY angkatan tahun 2009 dan 2010. Hasil penelitian menunjukkan distribusi karakteristik mahasiswa profesi PSPDG UMY angkatan tahun 2009 dan 2010 mayoritas oleh mahasiswa berusia 23 tahun (46,7%) dan 24 tahun (39,0%). Rentang usia 23 dan 24 tahun merupakan usia mahasiswa yang berada pada angkatan pertama dan kedua pendidikan profesi. Umumnya pada usia 25 tahun mahasiswa telah menyelesaikan pendidikan profesi sehingga distribusi sampel usia ini hanya sebesar 7,6%. Sebagian besar mahasiswa yang menjadi responden berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 73 mahasiswa (76,2%). Menurut Prayitna (2014) minat dan keinginan untuk memilih program pendidikan Kedokteran Gigi lebih banyak dimiliki oleh perempuan dibandingkan oleh laki-laki.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 92% mahasiswa profesi PSPDG UMY memiliki tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik yang tinggi. Tingkat pengetahuan setiap individu berbeda antara satu dengan lainnya. Beberapa hal yang mempengaruhi adalah usia, tingkat pendidikan, sumber informasi, pengalaman, ekonomi dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2007). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY adalah mahasiswa telah mendapatkan pengetahuan pada mata kuliah komunikasi dokter dan pasien ketika menempuh pendidikan S1. Menurut Mahmud (2014), salah satu penyebab rendahnya pengetahuan komunikasi terapeutik yakni tingkat

pendidikan responden yang merupakan lulusan DIII dan tidak mendapatkan mata kuliah komunikasi terapeutik.

Keterampilan komunikasi merupakan salah satu mata kuliah dalam kurikulum yang harus dikuasai oleh mahasiswa, oleh karena itu UMY memberikan pendidikan komunikasi sejak tahun pertama menjadi mahasiswa PSPDG UMY. Menurut Edyana (2008) proses pendidikan merupakan suatu pengalaman yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan semakin memotivasi diri untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Azwar (2007), yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan lebih mudah menerima maupun menyampaikan pesan atau melakukan komunikasi dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY dengan pasien di RSGM sebanyak 74% berada dalam kategori baik. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah adanya pendidikan dan pelatihan Skills Lab Komunikasi yang diterapkan di PSPDG UMY selama jenjang pendidikan S1. Menurut Kounenou, dkk. (2011) pelatihan merupakan salah satu aspek yang dapat meningkatkan kemampuan konseling dan komunikasi yang lebih baik, dan menurut Bhakti (2002) pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik memiliki hubungan yang cukup signifikan terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien.

Menurut Mahmud, dkk (2014) terdapat hubungan antara lama kerja seorang tenaga medis dengan keterampilan komunikasi terapeutik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Taviyanda (2010) yang menyatakan bahwa kurangnya keterampilan komunikasi terapeutik dapat disebabkan oleh kurangnya pengalaman seorang tenaga medis. Mahasiswa profesi angkatan tahun 2009 dan 2010 telah memiliki pengalaman kerja kurang lebih selama 1-2 tahun dan telah menerapkan secara rutin ilmu komunikasi terapeutik pada pasien. Hal tersebut memperkuat hasil penelitian yang menunjukkan keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi pada kategori baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007), pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu pengalaman pribadi atau pengalaman kerja juga dapat digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan seseorang.

Hasil uji Spearman menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik dengan keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY. Hasil tersebut menunjukkan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY dengan pasien di RSGM UMY.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mahmud (2014), bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan

keperawatan di ruang rawat inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Menurut penelitian Diana, dkk. (2006) terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat di RS. Elisabeth dalam melakukan asuhan keperawatan. Hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shintana dan Siregar (2012) bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik perawat dan keterampilan saat komunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Penulis dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa domain kognitif responden kemungkinan berada pada tahap tahu dan paham, namun belum sampai pada tahap aplikasi karena masa kerja perawat belum cukup lama untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya.

Tingkat pengetahuan seseorang akan sangat mempengaruhi seseorang saat berinteraksi dengan orang lain (Potter dan Perry, 2009). Hal lain yang tidak kalah penting adalah komunikasi berpengaruh terhadap aspek kecemasan pasien terutama pasien anak saat akan melakukan perawatan (Hannan, dkk., 2009). Komunikasi yang efektif akan membuat pasien mengungkapkan keluhannya secara jelas dan dokter dapat mengidentifikasi kondisi pasien secara menyeluruh sehingga dapat merencanakan, melakukan tindakan, dan mengevaluasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasien. Pada lingkup kesehatan, perbedaan tingkat pengetahuan antara pemberi dan penerima pesan dalam hal ini adalah dokter dan pasien akan berakibat pada keberhasilan dari perawatan yang dilakukan. Menurut Robby (2008), dokter yang terampil melakukan komunikasi secara tidak langsung akan memberikan kepuasan secara professional kepada pasien.

45 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yng telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG FKIK UMY adalah tinggi (92%).

2. Keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG FKIK UMY terhadap pasien di RSGM UMY adalah baik (74%).

3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG FKIK UMY dengan pasien di RSGM UMY.

B. Saran

1. Bagi PSPDG UMY agar tetap melanjutkan dan meningkatkan program pendidikan dan Skills Lab komunikasi bagi mahasiswa S1 sehingga pengetahuan dan keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa semakin meningkat.

2. Bagi RSGM UMY agar mengadakan pelatihan rutin keterampilan komunikasi terapeutik untuk mempertahankan agar keterampilan mahasiswa profesi PSPDG UMY tetap baik.

3. Bagi mahasiswa profesi PSPDG UMY agar mengikuti pelatihan-pelatihan untuk mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan komunikasi terapeutik.

46

Depok.Jurnal Manajemen Pendidikan. 5 (2), 121-130.

Abdad, F.A. (2012). Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik di Unit Rawat Inap Umum Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Karya tulis ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Jakarta.

Azwar, Saifudin. (2007). Pengantar Psikologi Intelegensia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiman dan Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 4-7. Beemsterboer, P. L. (2005). Ethics and Law in dental Hygiene (2nded.) United

States:Elsevier. Hal 19.

Bhakti, W.K. (2002). Hubungan Karakteristik Perawat dan Metode Penugasan Asuhan Keperawatan dengan Pelaksanaan Fase-fase Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien di RSU Samsudin Sukabumi.Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.

Christina, L. I., Untung, S. dan Taufi, I. (2003). Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.

Cole, S. A. dan Bird, J. (2000). The Medical Interview: The Three-Function Approach. 2nd Edition. United States of America: Elsevier’s Health Sciences. Hal 272-279.

Dahlan, M. S. (2011). Satistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (Ed. 5). Jakarta: Salemba Medika. Hal 169.

Dahlan, M. S. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan (Ed. 2). Jakarta: Salemba Medika. Hal 9-14.

Dalimunthe, Hanifa, Laura. (2008). Hubungan Persepsi terhadap profesionalisme Guru dengan Keterampilan Komunikasi Pada Guru SMA Negeri 2 Medan. Karya tulis ilmiah strata satu, Universitas Sumatera Utara: Medan.

Damaiyanti, M. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT Refika Aditama. Hal 3-8.

Diana, R. S., Arsin, dan E., Wahyu. (2006). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan Komunikasi Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Kepera Watan di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). 1 (2), 53-60.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2004). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1173/MENKES/X/2004 Tentang Rumah Sakit Gigi dan Mulut. Jakarta.

Dempesey, P. A. dan Dempesey, A. D. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan (Ed.4). Jakarta: EGC. Hal 79-83.

Enjang, AS. (2009). Komunikasi Konseling. Bandung: Nuansa. Hal 84.

Emilia, O., (2008). Kompetensi Dokter dan Lingkungan Belajar Klinik di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 4-10

Edyana, A. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Perawat Pelaksana dalam Menerapakan Teknik Komunikasi Terapeutik di RSJ Bandung dan Cimahi.Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.

Ellis, R.B., Gates, R. J. dan Kenworthy, N. (2000). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. (terjemahan). Jakarta : EGC.Hal 48-53.

Hannan, Susilo E. dan Suwanti.(2009). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa. STIKES Ngudi Waluyo, Jawa Tengah.

Kounenou, K.,Aikaterini, K. dan Georgia, K. (2011). Nurses Communication Skills: Exploring Their Relationship with Demographic Variables and Job Satisfaction in a Greek Sample. Procedia-Social and Behavioral Sciences. Lazwari, K. Y. (2013). Uji Validitas dan Reliabilitas. Hal 1-9.

Liliweri, A. (2006). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Hal 20.

Mahmud, M. (2014). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Dengan Kemampuan Komunikasi Terapeutik dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasiendi Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango.Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Munandar, A. SS. dan Pratomo S. (2012). Hukum Bedah Medis Menurut Islam / Al-Muktamar As-Syinqithy, Dr. Muhammad bin Muhammad. Jakarta: Aslam Media.

Majelis Kesehatan PW ‘Aisyiyah Sumatera Utara.(8 Februari 2009). Wujudkan Indonesia Sehat 2010, UMY Persiapkan RSGMP. Media Komunikasi. Diakses 3 Mei 2015 pukul 16.07, dari http://mklh-aisyiyah-sumut.blogspot.com/2009/02/wujudkan-indonesia-sehat-2010-umy.html. Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan: Aplikasi dalam Pelayanan (Ed. 1).

Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.14-47.

Notoatmodjo, S. (2007).Promosi Kesehatan dan Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Prayitna, Anang. (2014). Pengaruh Fasilitas Terhadap Kepuasan Kerja Mahasiswa Profesi di RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.Karya tulis ilmiah strata satu. Universitas Mahasaraswati, Denpasar.

Potter, P. dan Perry, A. (2009). Fundamental of Nursing, 7th Edition. Jakarta: Salemba Medika.

Priyanto, A. (2009). Komunikasi dan Konseling: Aplikasi dalam Sarana Pelayanan Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Merdeka. Hal 8-20.

Rezaei, F. dan Askari, H., E. (2014). Checking The Relationship Between Physicians’ Communication Skills and Outpatients’ Satisfaction In The Clinics of Isfahan Al-Zahra(S) Hospital in 2011. Journal Education and Health Promotion, 3 (105), 1-5.

Rider, Elizabeth, A. dan Keefer, Constance, H. (2006). Communication Skills Competencies: Definitions andA Teaching Toolbox. Medical Education.40: 624–629.

Robby. (2008). Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Kepuasan Pasien. Diakses tanggal 23 Februari 2016 pukul 18.52 dari www//http:Robbybee.com.net.id

Siswanto, Susila dan Suyanto. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran.Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Shintana, D.O.S. dan Siregar, C.T. (2012).Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Dengan Perilaku Perawat. Jurnal Keperwawatan Klinis, 3 (1).

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula. Yogyakarta: Nuha Offset. Hal 70.

Soelarso H., Soebekti, R. H., dan Mufid, A. (2005). Peran Komunikasi Terapeutik Dalam Pelayanan Kesehatan Gigi (The role of terapeutik communication integrated with medical dental care). Maj. Ked. Gigi (Dent. J.), 38 (3), 124-129.

Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. (1995). Prinsiples & Practice of Psychiatric Nursing. St Louis: Mosby Year Book.

Taviyanda, Dian. (2010). Perbedaan Persepsi Pasien Terhadap Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Pegawai Tetap Dengan Perawat Pegawai Kontrak Di Ruang Dewasa Kelas III RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS.Baptis Kediri,3 (2).72-77.

UMY. (2011). Panduan Kepaniteraan Klinik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hal 1-7. Wasisto, B. dan Sudjana, G. (2006). Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien.

Nama :

Umur / Kelamin : tahun, Laki-laki* / Perempuan*

Alamat :

Menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan Persetujuan Untuk menjadi responden penelitian yang berjudul :

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Mahasiswa

Profesi PSPDG UMY Terhadap Keterampilan Komunikasi Dengan Pasien di RSGM UMY”

Terhadap Surveyor

Nama : Ulya Alfrista Sari

NIM : 20120340029

Fakultas / Program Studi : Kedokteram / Pendidikan Dokter Gigi Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Yang tujuannya untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahun komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY yang penjelasannya telah dijelaskan oleh peneliti. Demikian persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Yogyakarta,

Peneliti Yang membuat pernyataan

(………) (………..)

KUESIONER PENELITIAN

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Mahasiswa

Profesi PSPDG UMY Terhadap Keterampilan Komunikasi Dengan Pasien di RSGM UMY”

No. Responden:

IDENTITAS RESPONDEN Petunjuk pengisian:

Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan seksama, lalu isi dan berilah tanda silang (X) atau centang (√) pada kolom yang disediakan.

Usia : ………… tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Angkatan Tahun : ………….

PENGETAHUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER – PASIEN Petunjuk pengisian:

Bacalah pernyataan dibawah ini dengan seksama, lalu berilah tanda silang (X) atau centang (√) pada kolom yang disediakan.

No. Pernyataan Benar Salah

Fase Komunikasi Terapeutik

1. Hubungan terapeutik dokter-pasien terdiri dari empat fase, yaitu: Pra-interaksi, Orientasi, Kerja dan Terminasi.

2. Tugas tenaga dokter pada fase pra-interaksi adalah: mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri sendiri, menganalisa ketakutan dan kelemahan diri sendiri, mempelajari data-data pasien terlebih dahulu, merencanakan pertemuan pertama dengan pasien.

3. Tugas dokter dalam fase orientasi adalah: mengucapkan salam terapeutik, mengevaluasi dan memvalidasi perasaan pasien, merumuskan kontrak waktu, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai. 4. Tugas dokter pada fase kerja adalah:

mengeksplorasi stressor pada diri pasien,

mendorong perkembangan kesadaran diri pasien, mendorong pasien dalam pemakaian koping yang adaptif, mengatasi penolakan pasien terhadap perilaku yang adaptif.

5. Tugas dokter pada fase terminasi adalah: menciptakan permasalahan yang realistis,

mengevaluasi pencapaian yang telah diperoleh pada fase kerja, menetapkan rencana tindak lanjut bagi pasien, membuat kontrak kerja untuk pertemuan yang akan datang.

Teknik Komunikasi Terapeutik

6. Upaya dokter untuk mengerti pesan verbal yang dikomunikasikan oleh pasien adalah:

mendengarkan pasien dengan penuh perhatian, menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan ucapan pasien, mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri, melakukan klarifikasi.

7. Teknik keterampilan mendengarkan dapat dilakukan dengan: pertahankan kontak mata selama berinteraksi dengan pasien, hindari melakukan gerakan yang tidak perlu, anggukan kepala pada saat pasien membicarakan hal-hal yang penting, posisi tubuh berhadapan dengan pasien. 8. Sikap dokter dalam menerima apa yang

dikatakan pasien dapat ditunjukan dengan cara: mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak memutus pembicaraan pasien, memberikan umpan balik yang sesuai, menghindari berdebat dengan pasien.

9. Teknik mendengar dapat dilakukan dengan cara: melibatkan postur tubuh yang tepat, ekspresi wajah yang sesuai, pertahankan kontak mata yang baik, menghindari gerakan tubuh yang tidak perlu.

10. “Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan”,

pernyataan ini merujuk pada teknik komunikasi terapeutik jenis: memberi kesempatan pada pasien untuk memulai pembicaraan, menganjurkan pasien untuk meneruskan pembicaraan, menganjurkan pasien untuk menguraikan presepsinya.

11. Tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut: membantu proses penyembuhan atau pemulihan kesehatan pasien yang dilakukan secara professional oleh tenaga medis.

12. Sikap untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik adalah: posisi tubuh berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk kea rah pasien,

mempertahankan sikap terbuka dan rileks.

13. Berikut ini bukan merupakan sikap terapeutik, yaitu: posisi tubuh membelakangi pasien,

memotong pembicaraan pasien, menggurui paisen, kedua tangan dimasukan kedalam saku celana. 14. Sikap dokter yang menyatakan penerimaan

adalah: mendengar tanpa memutus pembicaraan pasien, memberikan umpan balik yang sesuai, menghindari perdebatan dengan pasien, menerima pasien apa adanya.

15. Kelikhlasan akan tampak melalui sikap dokter sebagai berikut: terbuka, jujur, tulus, berperan serta aktif dalam berinteraksi dengan pasien.

16. Sikap menghargai pasien akan tampak pada saat dokter: menerima pasieen apa adanya, tidak

menghakimi, tidak menghina, tidak mengejek atau melecehkan pasien.

17. Fungsi komunikasi non verbal adalah: memperjelas pesan yang disampaikan, sebagai ungkapan emosi yang menyertai penyampaian pesan, menegaskan isi pesan, melengkapi.

18. Jenis komunikasi verbal adalah: penampilan fisik, bahasa tubuh, cara berjalan, sentuhan, ekspresi wajah.

19. Beberapa sikap buruk dari bahasa tubuh yang harus dihindari oleh dokter adalah: tubuh bergoyang ke kiri dan ke kanan, berbicara sambil bergerak mondar-mandir, berdiri malas-malasan, memasukan tangan kedalam saku.

20. Manfaat mengenali diri sendiri bagi dokter adalah: menerima diri sendiri, berfikir positif, percaya diri, membantu menjalin hubungan interpersonal secara optimal.

21. Berikut ini adalah merupakan beberapa teknik komunikasi terapeutik, yaitu: mengajukan pertanyaan terbuka, melakukan refleksi, klarifikasi, memfokuskan pembicaraan pasien.

22. Klarifikasi merukapan teknik yang dilakukan dokter apabila merasa ragu, tidak jelas atau kurang paham terhadap informasi yang disampaikan oleh pasien.

23. Berikut ini merupakan kemampuan dokter untuk masuk ke dalam kehidupan pasien agar dia dapat merasakan pikiran dan perasaan pasiennya adalah dengan sikap: jujur, empati, menghargai, ikhlas.

24. Langkah-langkah dokter dalam melakukan komunikasi terapeutik adalah: menunjukan sikap acuh, bersikap menggurui karena dokter lebih tahu daripada pasien, memberikan penjelasan seperlunya saja.

25. Bahasa verbal yang efektif dalam komunikasi adalah: diucapkan secara langsung, jelas, rileks, disertai bahasa non verbal yang sesuai.

CHECK LIST PENELITIAN

KETERAMPILAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER – PASIEN Petunjuk pengisian:

Bacalah pernyataan dibawah ini dengan seksama, lalu berilah tanda silang (X) atau centang (√) pada kolom yang disediakan.

No. Komponen Penilaian Dilakukan Tidak

Dilakukan Membangun suatu hubungan (Builds a

relationship)

1. Mahasiswa profesi memberi salam dan menunjukan simpati pada pasien. 2.

Mahasiswa profesi menggunakan kata-kata yang menunjukan kepedulian selama komunikasi dengan pasien.

3.

Mahasiswa profesi menggunakan intonasi, kontak mata, dan sikap yang menunjukan kepedulian dan perhatian.

4. Mahasiswa profesi merespon dengan baik pernyataan pasien.

Membuka diskusi (Opens the discussion) 5. Mahasiswa profesi menanyakan keluhan

pasien.

6. Mahasiswa profesi menggunakan kata-kata yang menunjukan rasa empati.

Mengumpulkan informasi (Gathers information)

7. Mahasiswa profesi menggunakan pertanyaan terbuka untuk menggali informasi.

8. Mahasiswa profesi menggunakan pertanyaan tertutup untuk menggali informasi.

9. Mahasiswa profesi tidak memotong

pembicaraan ketika pasien sedang berbicara. 10. Mahasiswa profesi melakukan klarifikasi atas

informasi yang disampaikan oleh pasein. 11. Mahasiswa profesi meringkas informasi yang

disampaikan oleh pasien.

Memahami perspektif pasien (Understands

12. Mahasiswa profesi menanyakan riwayat kesehatan pasien.

13. Mahasiswa profesi menanyakan riwayat kesehatan keluarga pasien.

14.

Mahasiswa profesi menumbuhkan rasa kepercayaan dan harapan sembuh kepada pasien.

Memberikan informasi (Shares information)

15.

Mahasiswa profesi menjelaskan kepada pasien dengan menggunakan kalimat yang mudah dimengerti.

16. Mahasiswa profesi tidak menggunakan kata-kata medis.

17.

Mahasiswa profesi memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya mengenai informasi yang diberikan.

Jangkauan persetujuan (if new/changed plan)

18. Mahasiswa profesi menanyakan persetujuan dilakukan perawatan/tindakan medis. 19.

Mahasiswa profesi menanyakan kesanggupan pasien untuk mengikuti prosedur perawatan/ tindakan medis.

20.

Mahasiswa profesi memberi kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan pendapat

Dokumen terkait