• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dikemukakan dua kesimpulan. Pertama, faktor utama yang menyebabkan belum diimplementasikannya yurisdiksi Peradilan Umum terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 adalah belum direalisasikannya revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 sebagai Ketentuan Peralihan yang mengamanatkan dibentuknya Undang-Undang Peradilan Militer baru yang menggantikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Selama Undang-Undang Peradilan Militer baru belum dapat direalisasikan pembentukannya, maka prajurit TNI yang melakukan tindak pidana, baik tindak pidana militer maupun tindak pidana umum, tetap tunduk pada yurisdiksi Peradilan Militer.

Kedua, persepsi kalangan militer mengenai konsepsi peradilan yang

berwenang mengadili prajurit TNI yang melakukan tindak pidana, pada dasarnya tetap menginginkan agar prajurit TNI yang melakukan tindak pidana, baik tindak pidana militer maupun tindak pidana umum, berada pada yurisdiksi Peradilan Militer. Apabila Peradilan Umum yang menangani prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum akan merusak sendi-sendi militer, karena Peradilan Umum tidak

memiliki pemahaman mengenai militer. Seharusnya revisi peradilan diarahkan kepada upaya-upaya untuk memperkuat kelembagaan, dan bukan menggoyahkan tatanan yang sudah mapan, dalam hal ini Peradilan Militer. Bahkan DPR sebaiknya tidak perlu memprioritaskan revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, karena Undang-Undang tersebut masih relevan digunakan untuk mengadili anggota TNI yang melakukan tindak pidana.

B. Saran

Bertolak dari hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas, maka dapat direkomendasikan beberapa saran. Pertama, seharusnya Kementerian Pertahanan dan Markas Besar TNI justru memberikan sosialisasi dan pemahaman yang benar mengenai Pasal 3 ayat (4) huruf a Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 kepada anggota TNI agar dapat mengetahui adanya perubahan paradigma sistem peradilan pidana yang berlaku bagi anggota TNI yang terlibat tindak pidana. Hal tersebut disebabkan karena kedua pasal tersebut sesungguhnya merupakan amanat reformasi dan Konstitusi dalam rangka menegakkan prinsip persamaan di muka hukum atau “equality befote

the law”. Dengan demikian, anggota TNI akan memahami dan menyadari bahwa

anggota TNI akan ditundukkan lepada dua lingkungan peradilan yang berbeda ketika terlibat tindak pidana. Anggota TNI akan diadili di Peradilan Militer dalam hal melakukan tindak pidana militer dan akan diadili di Peradilan Umum dalam hal melakukan tindak pidana umum. Dengan adanya pemahaman ini diharapkan dapat

menghindarkan timbulnya gejolak di tengah masyarakat ketika amanat Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tersebut diimplementasikan dalam praktik peradilan.

Kedua, Pemerintah dan DPR hendaknya melanjutkan kembali pembahasan

Undang-Undang Peradilan Militer yang baru sebagai pengganti atau revisi dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 sebagaimana diamanatkan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004. Hal tersebut disebabkan karena selama Undang-Undang Peradilan Militer yang baru belum dapat diwujudkan, maka amanat Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tidak akan pernah dapat dilaksanakan dalam praktik peradilan. Sebagaimana diketahui bahwa langkah Rancangan Undang-Undangan (RUU) tentang Revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 pernah dilakukan pada DPR periode 2004-2009, bahkan sudah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan sempat dibahas dalam tingkat Panitia Khusus (Pansus), namun tidak dapat diselesaikan oleh DPR 2004-2009. RUU tersebut justru hilang dari daftar Prolegnas pada DPR 2009-2014, sehingga tidak ada kejelasan dan kelanjutannya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Andreu-Guzman, Federico, 2003, Military Jurisdiction and International Law :

Military Justice and Gross Human Rights Violation, International

Commission of Jurist, Geneva.

Arief, Barda Nawawi, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung.

__________, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada, Jakarta.

Falaakh, Muhammad Fajrul, dkk., 2001, Implikasi Reposisi TNI-POLRI di Bidang

Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1986, Delik-delik Tersebar di Luar KUHP dengan Komentar, Pradnya Paramita, Jakarta.

__________, 1991, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta. Harkrisnowo, Harkristuti, 2000, Redefinisi Tindak Pidana Militer Dalam Lingkup

Peradilan Militer : Masalah Yurisdiksi, makalah dalam Semiloka tentang

Implikasi Reposisi TNI-POLRI di Bidang Hukum, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 22-23 November 2000.

Imparsial, 2007, Reformasi Peradilan Militer di Indonesia : Sebuah Analisa

Kebijakan di Indonesia, Imparsial, Jakarta.

Indrajit, Wahyoedho, 2002, “Prospek Peradilan Militer Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.

Istanto, F. Sugeng, 2007, Penelitian Hukum, CV. Ganda, Yogyakarta.

Lamintang, PAF., 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Loqman, Loebby, 1993, Delik Politik di Indonesia, Ind-Hill-Co., Jakarta. Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Muladi, 1985, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung.

Prinst, Darwan, 2003, Peradilan Militer, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Salam, Moch. Faisal, 2002, Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

_________, 2004, Peradilan Militer di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

Sianturi, SR., 1985, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Alumni AHM-PTHM, Jakarta.

Soegiri, dkk., 1976, 30 Tahun Perkembangan Peradilan Militer di Negara Republik

Indonesia, CV. Indra Djaja, Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soetoprawiro, Kurniatmanto, 1994, Pemerintahan dan Peradilan di Indonesia

(Asal-Usul dan Perkembangannya), Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang.

___________, 2006, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia

Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan

Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 48.

C. Surat Kabar dan Pustaka Maya

Redaksi Kompas, “Segera Revisi UU Peradilan Militer”, Kompas, 13 Maret 2000. Redaksi Kompas, “DPR Benahi Peradilan Militer”, Kompas, 25 Mei 2004.

”Wacana Revisi UU Militer Mengemuka Kembali”, www.antarajateng.com, 5 April 2013.

Redaksi Kompas, “Revisi UU Peradilan Militer”, Kompas, 5 April 2013.

“Menhan : Revisi UU Peradilan Militer Tak Perlu Prioritas”, kompas.com. 11 April 2013.

“DPR Didesak Inisiatif Bahas RUU Peradilan Militer”, www.hukumonline.com., 5 April 2013.

Dokumen terkait