• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan (Mei sampai Juni 2007) di ekosistem mangrove Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan contoh Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Contoh

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengambilan contoh, pengamatan di lapangan, serta pengumpulan informasi dari responden. Informasi digali baik dari institusi pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pemanfaatan ekosistem mangrove di Kecamatan Nipah Panjang.

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah luas hutan mangrove, jenis-jenis mangrove, kerapatan relatif jenis, frekuensi relatif jenis, penutupan relatif jenis, suhu, pH dan salinitas perairan, jenis substrat, serta jumlah pemanfaatan kayu mangrove sebagai cerucuk dan kayu bakar oleh masyarakat.

22

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan penelusuran berbagai pustaka serta dari instansi terkait seperti; Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda, Kantor Bangdes, Kantor Statistik, Badan Pertanahan Nasional, dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam.

Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup data fisik wilayah, sosial dan ekonomi, kebijakan pemeritah dan laju kecepatan tumbuh mangrove. Data fisik wilayah meliputi; iklim, curah hujan, geologi tanah, topografi, penggunaan lahan, luas pemukiman, dan luas areal yang digunakan untuk peruntukan lain. Aspek sosial dan ekonomi meliputi; tingkat pendidikan, matapencaharian penduduk, tingkat pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat, serta sarana dan prasarana.

Penarikan Contoh

Penarikan Contoh Vegetasi

Pengumpulan contoh untuk data vegetasi dilakukan di 3 lokasi yang terbagi atas 7 stasiun yang berbentuk jalur atau transek yang diambil secara sengaja sesuai dengan kondisi lapangan. Jumlah total plot contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 40 plot contoh. Jalur I dan V terdiri dari 4 plot contoh, jalur II terdiri dari 5 plot contoh, jalur III terdiri 8 plot contoh, jalur IV dan VI terdiri dari 6 plot contoh, dan jalur VII terdiri dari 7 plot contoh. Penentuan jumlah plot di setiap jalurnya didasarkan pada luas mangrove yang ada pada setiap jalur atau transek. Penentuan contoh untuk data vegetasi ini digunakan metode garis berpetak, pengukuran vegetasi dilakukan dengan tiga pola yaitu: pengambilan untuk semai (pemudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1.5 m dan diameter < 2 cm) dilakukan pada petak 2 x 2 meter, pancang/anakan (pemudaan dengan tinggi ≥ 1.5 m dan diameter < 10 cm) dilakukan pada petak 5 x 5 meter, dan pohon (diameter ≥ 10 cm) dilakukan pada petak 10 x 10 meter.

Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung dan mencatat jumlah masing-masing spesies yang ada dalam setiap petak atau plot contoh serta mengukur diameter dan tinggi pohon. Data vegetasi yang dicatat terdiri dari jumlah pohon, pancang dan semai serta jenis pohon, data diameter pohon (untuk tingkat pancang dan pohon), dan tinggi pohon (untuk tingkat semai). Adapun arah pengamatan tegak lurus dari pinggir laut atau pantai ke arah darat (Gambar 3).

23

Keterangan :

A : Petak pengukuran untuk semai (2 x2 m) B : Petak pengukuran untuk pancang (5x5 m) C : Petak pengukuran untuk pohon (10x10 m) p a n t a i

Pada setiap jalur transek dilakukan pengukuran parameter lingkungan (suhu, salinitas dan pH). Pengukuran suhu dilakukan pada siang hari dengan menggunakan Thermometer, pengukuran salinitas dilakukan pada saat surut dengan menggunakan Refraktometer, dan pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Selain itu dilakukan pengamatan dan pencatatan tipe substrat. Jenis-jenis fauna yang ditemukan di lokasi penelitian, baik teresterial maupun akuatik dilakukan pencatatan.

Gambar 3. Skema penempatan petak contoh.

Penarikan Contoh Jumlah Pengambilan Cerucuk dan Kayu Bakar

Penarikan contoh untuk data jumlah pengambilan cerucuk dan kayu bakar oleh masyarakat ditentukan secara sengaja (purpossive sampling method). Pengambilan contoh responden ini dilakukan di desa yang terletak di kawasan pesisir Kecamatan Nipah Panjang meliputi; Desa Sungai Raya, Desa Nipah Panjang, Desa Pemusiran dan Desa Simpang Jelita.

24

Adapun responden yang diamati adalah masyarakat yang memafaatkan cerucuk dan kayu bakar yang berada di sekitar ekosistem mangrove. Jumlah responden yang diamati untuk pemanfaatan cerucuk adalah 23 orang dari 90 orang yang memanfaatkannya. Responden yang memanfaatkan kayu bakar adalah 83 orang dari 300 orang yang memanfaatkannya. Penentuan jumlah responden yang diamati adalah 1/3 dari jumlah orang yang memanfaatkan mangrove tersebut. Adapun informasi yang ditanyakan kepada responden diantaranya adalah jumlah dan frekuensi pengambilan cerucuk dan kayu bakar.

Analisis Data

Data Luas Ekosistem Mangrove

Untuk menghitung luas mangrove yang ada di Kecamatan Nipah Panjang digunakan Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2005 dan tahun 1989 dan diolah dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG), dengan software yang dipakai adalah ArcView 3.3. Analisis spasial ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi spasial wilayah pesisir Kecamatan Nipah Panjang serta melihat luas penyebaran mangrove yang tersisa.

Data Ekologi (Struktur Komunitas Mangrove)

Pendekatan ekologi dalam kajian pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan pesisir Nipah Panjang menggunakan beberapa parameter ekologi penting, diantaranya:

a. Kerapatan Jenis (D)

Kerapatan jenis adalah jumlah individu jenis dalam suatu area yang diukur.

A n

D= i...(1) Dimana: D = Kerapatan jenis (batang)

ni = Jumlah total individu dari jenis-i A = Luas total pengambilan contoh (hektar) b. Kerapatan Relatif Jenis (RD)

Kerapatan relatif jenis adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis-i (ni) dan jumlah tegakan seluruh jenis (Σn).

25 % 100 x n D RD i         =

...(2)

Dimana: RD = Kerapatan relatif jenis (%) Di = Jumlah tegakan jenis-i

Σn = Jumlah tegakan seluruh jenis c. Frekuensi jenis (F)

Frekuensi jenis adalah proporsi plot contoh ditemukannya suatu jenis dalam semua plot contoh.

p p

F= i ...(3) Dimana: F = Frekuensi jenis

pi = Jumlah plot contoh dimana ditemukan jenis-i

Σp = Jumlah semua plot contoh yang diamati d. Frekuensi relatif Jenis (RF)

Frekuensi relatif jenis adalah perbandingan antara frekuensi jenis dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis.

% 100 x F F RF i         =

...(4)

Dimana: RF = Frekuensi relatif jenis (%) Fi = Frekuensi jenis-i

ΣF = Jumlah frekuensi seluruh jenis e. Penutupan Jenis (C)

Penutupan jenis adalah luas penutupan jenis dalam suatu area tertentu.

A BA C=

...(5) Dimana: 4 2 DBH BA=π (dalam cm2) C = Penutupan jenis π = 3,14

DBH = Diameter pohon dari jenis-i (cm). Diameter batang diukur setinggi 1,3 m dari permukaan tanah

26

f. Penutupan Relatif Jenis (RC)

Penutupan relatif jenis adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis dan luas area seluruh jenis.

% 100 x C C RC i         =

...(6)

Dimana: RC = Penutupan relatif jenis (%) Ci = Luas area penutupan jenis-i

ΣC = Luas total seluruh jenis g. Nilai Penting Jenis (IV)

Nilai penting jenis adalah jumlah nilai kerapatan relatif jenis, frekuensi relatif jenis, dan penutupan relatif jenis.

IVi = RD + RF + RC...(7)

Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 sampai 300. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

Data Pengambilan Cerucuk dan Kayu Bakar

Pendekatan yang digunakan untuk menghitung jumlah pengambilan cerucuk dan kayu bakar adalah dengan menghitung jumlah pengambilan cerucuk dan kayu bakar oleh masyarakat yang tinggal di sekitar ekosistem mangrove Kecamatan Nipah Panjang. Adapun analisis yang digunakan dapat dilihat pada persamaan berikut ini:

pci = fpci x jpci...(8)

Σpci = pc1 + pc2 + pc3...+ pc23...(9) n pc pci =

i ...(10)

Dimana: pci = Pengambilan cerucuk oleh responden ke-i fpci = Frekuensi pengambilan cerucuk responden ke-i Jpci = Jumlah pengambilan cerucuk responden ke-i Σpci = Jumlah total pengambilan cerucuk

pci = Rata-rata pemanfaatan cerucuk n = Jumlah responden

27

pki = fpki x jpki...(11)

Σpki = pk1 + pk2 + pk3...+ pk90...(12)

n pk pki =

i

………...….(13)

Dimana: pki = Pengambilan kayu bakar oleh responden ke-i fpki = Frekuensi pengambilan kayu bakar responden ke-i

jpki = Jumlah pengambilan kayu bakar responden ke-i Σpki = Jumlah total pengambilan kayu bakar

pki = Rata-rata pemanfaatan kayu bakar n = Jumlah responden

Laju Penurunan Luas

Laju penurunan luas hutan mangrove di Kecamatan Nipah Panjang adalah pengurangan luas hutan mangrove per tahun akibat pengambilan cerucuk dan kayu bakar. Laju penurunan luas ini dihitung berdasarkan rumus berikut ini:

05 /L Kb Ab Kc Ac Th       + = ………...….(14)

Dimana: Th = Proporsi penurunan luas hutan mangrove per tahun (%) Ac = Jumlah pengambilan cerucuk per tahun (batang)

Ab = Jumlah pengambilan kayu bakar per tahun (batang) Kc = Kerapatan cerucuk

Kb = Kerapatan kayu bakar

28

HASIL

Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Nipah Panjang Batas Administrasi Kecamatan Nipah Panjang

Kecamatan Nipah Panjang dengan luas 234 km2, secara administrasi merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang terdiri dari 7 desa dan 2 kelurahan (Desa Teluk Kijing, Desa Pemusiran, Desa Nipah Panjang I, Desa Nipah Panjang II, Desa Simpang Jelita, Desa Simpang Datuk, dan Desa Sungai Raya). Kecamatan Nipah Panjang berbatasan dengan:

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Berhala dan Laut Cina Selatan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sadu.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Sabak. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rantau Rasau.

Topografi, Hidrologi dan Iklim

Kecamatan Nipah Panjang terletak di wilayah paling hilir dari aliran Sungai Batanghari, sehingga kondisi topografi secara umum didominasi dataran rendah dan rawa pasang surut dengan ketinggian sekitar 0-10 m di atas permukaan laut. Wilayah Kecamatan Nipah panjang dilalui oleh dua sungai besar yaitu Sungai Batanghari dan Sungai Pemusiran.

Keadaan suhu atau temperatur di wilayah pesisir Kecamatan Nipah Panjang pada setiap bulannya relatif hampir sama, rata-rata berkisar 26,00C-28,00C. Suhu terendah terjadi pada bulan Januari mencapai 21,90C dan suhu tertinggi terjadi pada bulan April mencapai 32,00C dengan kelembaban udara berkisar antara 86-95 %.

Aksesibilitas

Alat transportasi yang digunakan di Kecamatan Nipah Panjang adalah alat transportasi laut dan darat. Jarak antara desa terjauh ke Ibukota Kota Kecamatan sejauh ± 30 km dapat ditempuh dengan ± 1 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua dan harus menyeberang Sungai Batanghari dengan waktu ± 15 menit dengan menggunakan kapal (pompong). Perjalanan menuju ibukota kabupaten yang terletak di Muara Sabak diperlukan waktu ± 1,5 jam dengan

29

menggunakan speed boat. Sedangkan jarak tempuh menuju ibukota provinsi, dapat ditempuh dengan menggunakan speed boat ke desa Suak Kandis dengan waktu tempuh ± 1,5 jam dan dari Suak Kandis jarak tempuh ke ibukota provinsi ± 40 km memiliki waktu tempuh ± 1,5 jam perjalanan dengan menggunakan mini bus.

Kondisi Ekonomi Masyarakat

Ciri utama pemukiman di daerah Kecamatan Nipah Panjang adalah terletak sepanjang delta dan muara sungai. Hal ini berkaitan erat dengan ketersediaan prasarana perhubungan pada saat pembentukan pemukiman, terbatas hanya sungai. Dengan demikian perekonomian lokal sangat bergantung pada keberadaan sungai yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah yang lainnya. Pada saat sekarang dengan dibukanya prasarana perhubungan darat, pemukiman tampak telah mulai berkembang di sepanjang jalan darat yang menghubungkan desa-desa.

Matapencaharian sebagian besar masyarakat Kecamatan Nipah Panjang adalah; sebagai petani, nelayan, pedagang dan PNS. Sebagian dari masyarakat tersebut juga mempunyai pekerjaan sampingan seperti; jasa angkutan (ojek), buruh pada jasa transportasi, nelayan dan pedagang musiman. Secara umum kesempatan kerja di wilayah ini sangat minim, namun peluang untuk berusaha cukup tinggi hal ini disebabkan karena daerah ini memiliki potensi sumberdaya alam khususnya hasil laut yang berlimpah, namun demikian peluang berusaha yang ada kurang bisa dimanfaatkan karena membutuhkan modal yang relatif besar.

Pertanian merupakan salah satu kegiatan ekonomi masyarakat yang turut menopang perekonomian di Kecamatan Nipah Panjang ini, usaha tani yang umumnya dilakukan oleh masyarakat adalah bertani padi atau sawah pasang-surut. Sedangkan dibidang perkebunan, masyarakat pada umumnya berkebun Kelapa, Pinang, Karet, dan Kopi.

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Mayoritas etnis yang mendiami Kecamatan Nipah Panjang adalah Etnis Bugis, Banjar, Melayu dan Jawa. Etnis Bugis, Banjar dan Melayu umumnya

30

berprofesi sebagai nelayan, dan petani. Sedangkan Etnis Jawa banyak bergerak di darat dan berusaha dibidang perkebunan, pertanian, dan perternakan. Etnis lain seperti Cina juga terdapat Kecamatan Nipah Panjang ini, namun biasanya mereka bergerak dibidang perdagangan, transportasi, dan jasa.

Pengaruh kebudayaan islam di wilayah pesisir Kecamatan Nipah Panjang sangat dominan dalam tatanan kehidupan sehari-hari, baik dari Etnis Melayu, Bugis, Banjar, dan Jawa. Mereka adalah penganut agama islam turun-temurun, sehingga adat-istiadat dan kebiasaan mereka dipengaruhi oleh kebudayaan islam. Pengaruh kebudayaan islam sangat terasa sekali pada wilayah Kecamatan Nipah Panjang ini, hal ini terlihat dari fungsi dari mesjid, madrasah dan mushola disamping digunakan sebagai keperluan ibadah juga digunakan untuk aktivitas sosial seperti; kebudayaan, pendidikan, dan rapat desa.

Pola Pemilikan dan Penguasaan Lahan

Pada umumnya masyarakat yang bermukim di Kecamatan Nipah Panjang adalah pemukiman model parit. Hal ini dikarenakan seluruh pemukiman yang ada dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kelompok masyarakat yang ada ditandai oleh adanya parit-parit, selain sebagai tanda keberadaan kelompok masyarakat, parit ini juga berfungsi sebagai sarana mobilisasi masyarakat baik ke ladang, laut, maupun ke pusat perekonomian lokal.

Munculnya kelompok di setiap parit tersebut akhirnya menimbulkan suatu tatanan kelembagaan internal dalam kelompok tersebut. Setiap parit dipimpin oleh seorang kepala parit yang berfungsi sebagai tokoh informal dan panutan bagi masyarakatnya. Kepala parit adalah penentu kebijakan pada kelompoknya dan sebagai penghubung masyarakat dengan aparat pemerintah. Wewenang kepala parit ini menyangkut banyak hal, terutama berkaitan langsung dengan permasalahan sosial masyarakat, termasuk dalam hal kepemilikan dan penguasaan lahan oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk turut mempengaruhi pembukaan lahan baru yang terjadi di Kecamatan Nipah Panjang ini, pemilikan lahan oleh masyarakat biasanya dilakukan dengan cara membeli dari kepala parit atau anak cucu yang membuka kawasan hutan pertama kali.

31

Pertanian dan Perkebunan

Pertanian merupakan aktivitas yang paling dominan di Kecamatan Nipah Panjang terdiri dari; tanaman pangan dan palawija, sayuran dan buah-buahan. Produksi tanaman bahan pangan yang menonjol peranannya di Kecamatan Nipah Panjang meliputi; komoditi Padi (sawah pasang surut), Ubi jalar, Kacang hijau. Luas lahan sawah yang terdapat di Kecamatan Nipah Panjang adalah 14.142 ha dengan produksi 33.697 ton/tahun, produksi Ubi jalar 1.321 ton/tahun dengan luas 33 ha, Kacang hijau 39 ha dengan produksi 440 ton/tahun, Kacang tanah 7 ha dengan produksi 120 ton/tahun (Tanjung Jabung Timur dalam Angka, 2006).

Luas areal perkebunan rakyat yang menonjol di Kecamatan Nipah Panjang meliputi; perkebunan Kelapa (7.283 ha), Kelapa hibrida (1.800 ha), Pinang (99 ha), Kopi (87 ha), Coklat (85 ha), dan Karet (11 ha) (Tanjung Jabung Timur dalam Angka, 2006).

Perikanan

Kecamatan Nipah Panjang memiliki potensi perikanan yang cukup melimpah. Produksi perikanan Kecamatan Nipah Panjang saat ini diperkirakan 11.762 ton/tahun yang terdiri dari; perikanan laut 11.537 ton/tahun, perairan umum 35 ton /tahun, tambak 185 ton/tahun, keramba 2 ton/tahun, dan kolam 3 ton/tahun (DKP Provinsi Jambi dan Tanjung Jabung Timur dalam Angka, 2006).

Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Nipah Panjang Saat Ini Pengelolaan ekosistem mangrove lestari dan berkelanjutan merupakan suatu strategi pengelolaan yang memberikan batasan terhadap laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang berda di dalamnya dengan tujuan terwujudnya keberlanjutan pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya yang ada. Namun demikian, batasan ini tidaklah bersifat mutlak tetapi dinamis bergantung pada kondisi ekologi dan kondisi sosial masyarakat yang hidup di sekitar kawasan sumberdaya tersebut. Dengan demikian, pengelolaan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah dan perlindungan sumberdaya yang berada di dalamnya. Sehingga kapasitas fungsional ekosistem ini dapat terjaga dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

32

Pengelolaan ekosistem mangrove di Kecamatan Nipah Panjang pada saat ini menjadi tanggung jawab Dinas Kehutanan Tanjung Jabung Timur dan Dinas Kelautan dan Perikanan Tanjung Jabung Timur. Dinas Kehutanan bertanggung jawab mengawasi ekosistem mangrove yang berada di dalam cagar alam. Sedangkan pengelolaan di luar kawasan cagar alam menjadi tanggung jawab dan wewenang Dinas Kelautan dan Perikanan Tanjung Jabung Timur Jambi. Pengelolaan yang telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan diantaranya adalah melakukan rehalibitasi pada daerah yang mengalami kerusakan khususnya di dalam wilayah cagar alam yang meliputi 3 pulau kecil (Pulau Waitambi, Pulau Tengah, dan Pulau Mudo) serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang arti pentingnya menjaga ekosistem mangrove. Sedangkan bentuk pengelolaan yang telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Tanjung Jabung Timur adalah diantaranya merehalibitasi daerah yang telah mengalami kerusakan yang sangat parah dibeberapa lokasi seperti di Desa Sungai Raya.

Namun permasalahannya adalah sering terjadinya tumpang tindih kegiatan antara kedua instansi tersebut, sehingga kegiatan pengelolaan yang telah dilaksanakan terkesan berulang-ulang. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan suatu bentuk pengelolaan yang dapat mensinergikan kegiatan yang direncanakan sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efesien. Adapun yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan koordinasi antara lembaga terkait dalam penetapan hak dan wewenang terhadap hutan mangrove di Kecamatan Nipah Panjang ini. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam koordinasi antara lembaga tersebut adalah sebagai berikut: (1) merumuskan hak dan wewenang masing-masing lembaga yang terlibat, (2) menyusun program bersama dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan hutan mangrove secara lestari, dan (3) menetapkan jadwal monitoring dan evaluasi secara bersama. Sehingga dengan adanya upaya tersebut benturan dan tumpang tindih kegiatan pengelolaan bisa diminimalkan.

Selain hal tersebut di atas hal yang terpenting yang perlu dilakukan dalam menjaga kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Kecamatan Nipah Panjang adalah melakukan pengawasan dan melaksanakan penegakan hukum berupa sanksi bagi yang melanggarnya.

33

Kondisi Ekosistem Mangrove Kecamatan Nipah Panjang Luas Ekosistem Mangrove Kecamatan Nipah Panjang

Berdasarkan hasil pengukuran potensi (luas) hutan mangrove yang dilakukan dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2005 dengan kombinasi warna RGB 453 diperoleh total luas hutan mangrove di Kecamatan Nipah Panjang adalah 563 ha. Sedangkan citra Landsat 7 ETM+ tahun 1989 menunjukkan luas mangrove yang ada di Kecamatan Nipah Panjang 1447 ha (Gambar 4).

Struktur Vegetasi Ekosistem Mangrove Kecamatan Nipah Panjang

Jenis vegetasi mangrove yang terdapat di Kecamatan Nipah Panjang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis vegetasi mangrove yang terdapat di Kecamatan Nipah Panjang

No Nama Daerah Nama Ilmiah Famili

1 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae

2 Api-api Avicennia marina Avicenniaceae

3 Lengganai Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae

4 Bakau Rhizophora apiculata Rhizophoraceae

5 Pidada Sonneratia alba Soneratiaceae

6 Pidada Sonneratia caseolaris Soneratiaceae

Pada umumnya formasi jenis mangrove yang terdapat di Kecamatan Nipah Panjang ini didominasi jenis-jenis dari famili Avicenniaceae dan Soneratiaceae. Sedangkan jenis Rhizophoraceae juga terdapat di ekosistem mangrove ini, namun keberadaannya tidak terlalu dominan. Data vegetasi pada setiap jalur pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

34

3

4

35 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

Jalur I Jalur II Jalur III Jalur IV Jalur V Jalur VI Jalur VII Jalur Pengamatan K e ra p a ta n R e la ti f

Avicennia alba Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora apiculata Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Kerapatan dan Kerapatan Relatif Jenis Mangrove

Kerapatan jenis mangrove tingkat pohon berkisar antara 5,00 - 187,50 batang/ha, tingkat pancang 7,50 -6 17,50 batang/ha, dan kerapatan jenis tingkat semai berkisar antara 25,00 - 810,00 batang/ha.

Kerapatan relatif jenis mangrove untuk tingkat pohon berkisar antara 1,57 % - 59,06 %, tingkat pancang 0,78 % - 64,16 %, dan kerapatan relatif jenis mangrove tingkat semai berkisar 7,58 % - 78,79 % (Tabel 2).

Tabel 2. Kerapatan jenis dan kerapatan relatif jenis mangrove pada setiap tingkatan pohon, pancang, dan semai

Kerapatan (batang/ha) Kerapatan Relatif (%)

No Jenis

Pohon Pancang Semai Pohon Pancang Semai

1 Avicennia alba 32,50 82,50 25,00 10,24 8,57 7,58 2 Avicennia marina 187,50 617,50 810,00 59,06 64,16 78,79 3 Bruguiera gymnorrhiza 5,00 27,50 - 1,57 2,86 - 4 Rhizophora apiculata 10,00 25,00 - 3,15 2,60 - 5 Sonneratia alba 7,50 7,50 - 2,36 0,78 - 6 Sonneratia caseolaris 75,00 202,50 177,50 23,62 21,03 13,63 Jumlah 317,50 962,50 1012,50 100,00 100,00 100,00 *Perhitungan kerapatan dan kerapatan relatif dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa Avicennia marina memiliki kerapatan dan kerapatan relatif tertinggi baik untuk tingkat pohon, pancang, maupun tingkat semai. Sedangkan Sonneratia alba memiliki kerapatan dan kerapatan relatif terendah baik untuk tingkat pohon, pancang, maupun semai.

Kerapatan relatif jenis mangrove tingkat pohon pada setiap jalur pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5:

Gambar 5. Kerapatan relatif jenis mangrove tingkat pohon pada setiap jalur pengamatan

36

Gambar 5 menunjukkan bahwa jenis Avicennia marina memiliki kerapatan dan kerapatan relatif tertinggi hampir di semua jalur pengamatan, kecuali pada jalur V dan jalur VI kerapatan relatif tertingginya adalah Sonneratia caseolaris.

Frekuensi dan Frekuensi Relatif Jenis Mangrove

Frekuensi jenis tingkat pohon berkisar antara (0,05 - 0,60), tingkat pancang (0,10–0,28), dan frekuensi tingkat semai berkisar antara (0,05 - 0,53).

Frekuensi relatif jenis untuk tingkat pohon berkisar antara 4,17 % - 50,00 %, tingkat pancang 4,76 % - 47,62 %, dan frekuensi relatif jenis tingkat semai berkisar antara 6,90 % - 72,41 % (Tabel 3).

Tabel 3. Frekuensi jenis dan frekuensi relatif jenis mangrove pada setiap tingkatan pohon, pancang, dan semai

Frekuensi Frekuensi Relatif

(%)

No Jenis

Pohon Pancang Semai Pohon Pancang Semai

1 Avicennia alba 0,20 0,28 0,05 16,67 17,46 6,90 2 Avicennia marina 0,60 0,75 0,53 50,00 47,62 72,41 3 Bruguiera gymnorrhiza 0,05 0,10 - 4,17 6,35 - 4 Rhizophora apiculata 0,08 0,13 - 6,25 7,94 - 5 Sonneratia alba 0,05 0,08 - 4,17 4,76 - 6 Sonneratia caseolaris 0,23 0,25 0,15 18,75 15,87 20,69 Jumlah 1,20 1,58 0,73 100,00 100,00 100,00 *Perhitungan frekuensi dan frekuensi relatif dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa Avicennia marina memiliki frekuensi dan frekuensi relatif tertinggi baik untuk tingkat pohon, pancang, maupun tingkat semai. Sedangkan Sonneratia alba memiliki frekuensi dan frekuensi relatif terendah baik untuk tingkat pohon, pancang, maupun semai.

Frekuensi relatif jenis mangrove tingkat pohon pada setiap jalur pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.

37 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Jalur I Jalur II Jalur III Jalur IV Jalur V Jalur VI Jalur VII

Jalur Pengamatan F re k u e n s i R e la ti f

Avicennia alba Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora apiculata Sonneratia alba Sonneratia caseolaris

Dokumen terkait