• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode penelitian yang dilakukan merupakan metode eksperimental (experimental research), yang meliputi pengumpulan dan identifikasi bahan tumbuhan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, serta pengujian antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Farmasi Fisik, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium kosmetologi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium foil, autoklaf (Fisons), batang pengaduk, beaker glass (Iwaki pyrex), benang wol, Biological Safety Cabinet (Astec HLF 1200 L), bunsen, blender, cawan petri, cawan penguap, desikator, erlenmeyer (Iwaki pyrex), gelas ukur (Iwaki pyrex), inkubator (Memmert), jangka sorong, jarum ose, kain kassa, kapas, kertas perkamen, kertas saring, kompor gas (Rinnai), kurs porselin, lumpang dan Alu porselen, lemari pendingin (Toshiba), lemari pengering, mikro pipet (Eppendorf), mikroskop (Olympus), neraca analitik (Metler AE 200), oven (Memmert), object glass, penangas air, pencadang kertas, penangas air, pH meter (Hanna), pinset, pipet tetes, rotary evaporator (Haake D), spatula, tanur (Gallenkomp) dan vial.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), Muller hinton agar (Himedia), nutrient agar (Oxoid), nutrient broth (Oxoid), pencadang kertas berdiameter 6 mm dan bahan-bahan yang berkualitas proanalisa: α-naftol, amil alkohol, asam nitrat pekat, asam asetat anhidrat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, benzena, besi (III) klorida, bismuth nitrat, etanol 96 %, etilasetat, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium klorida, n-heksana, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, timbal (II) asetat dan toluene, suspensi standar Mc. Farland, Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli ATCC 8939 dan Staphylococcus aureus AATC 12228.

3.2 Penyiapan sampel 3.2.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel di gunakan adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang berwarna hijau dan masih segar, diambil dari jalan binjai km 10,8 kecamatan sunggal kabupaten Deli serdang.

3.2.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanese, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2.3 Pengolahan sampel

Sampel daun belimbing wuluh dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan cara dicuci dengan air mengalir, ditiriskan, lalu ditimbang berat basahnya

dan dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40 - 50º C sampai sampel kering.

Sampel dianggap kering bila sudah rapuh (diremas menjadi hancur), lalu sampel di blender sampai menjadi serbuk. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 53.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 16,67 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.3 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml lalu disaring (Ditjen POM, 1979).

3.3.4 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam sedikit akuades kemudian ditambahkan 2 g iodium, setelah semuanya larut ditambahkan akuades hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.5 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,85 g bismut (III) nitrat ditimbang kemudian dilarutkan dalam 100 ml asam asetat glasial ditambahkan 40 ml akuades, kemudian pada wadah lain ditimbang 8 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 20 ml akuades kemudian

dicampurkan kedua larutan sama banyak, kemudian ditambahkan asam asetat glasial sebanyak 20 ml dan diencerkan dengan akuades hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.6 Pereaksi Kloralhidrat

Larutan kloralhidrat dibuat dengan cara melarutkan kloralhidrat sebanyak 50 g dalam 20 ml air (Depkes,1995).

3.3.7 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml (Depkes, 1995).

3.3.8 Pereaksi Meyer

Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml akuades.

Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml akuades lalu di campurkan keduanya dan ditambahkan akuades hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.9 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.10 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.11 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar, ukuran, warna, bau dari simplisia daun belimbing wuluh.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, lalu diamati dibawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, lalu volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. penetapan kadar air dilakukan dengan metode destilasi.

b. Penetapan kadar air simplisia

Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik dan setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air

yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam aquadest sampai 1:l) dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 % dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2,5 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs porselin bersama isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, dinginkan, dan ditimbang beratnya.

Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui seyawa kimia dari serbuk simplisia dan ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang terkandung di dalamnya meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, tanin dan steroida/triterpenoida (Depkes RI, 1995; Farnsworth, 1966).

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanasakan di atas penangas air selama 2 menit.

Didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut:

a. Filtrat sebayak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan.

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 0,5 g sampel ditambahkan 20 ml air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.3 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g sampel disari dengan 30 ml campuran etanol 96 % dengan air suling (7:3), ditambahkan asam sulfat pekat hingga diperoleh pH 2, kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan dengan temperatur tidak lebih dari 50 oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Sari air dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.

Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula; Sari pelarut organik diuapkan di atas penangas air.Larutkan sisa dalam 5 ml asam asetat anhidrat. Ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, akan terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (Depkes, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik, jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10

menit dan busa tersebut tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N, maka hasil tersebut menunjukkan terdapatnya saponin (Depkes, 1995).

3.5.5 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling kemudian disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %. Jika terjadi warna hijau, biru, atau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.6 Pemeriksaan triterpenoida/steroida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n-heksana selama 2 jam, lalu disaring.Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979).

3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam suatu uji aktivitas antibakteri disterilkan

terlebih dahulu sebelum digunakan dalam percobaan. Media pertumbuhan disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dan alat- alat gelas yang digunakan disterilkan di oven pada suhu 160-170oC selama 1-2 jam. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dibakar dengan nyala bunsen (Lay dan Sugiyo, 1994)

3.8 Pembuatan media

3.8.1 Pembuatan media nutrient agar (NA) Komposisi: Lab-Lamco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g

Peptone 5,0 g

Sodium chloride 5,0 g

Agar 15,0 g

Air suling ad 1 liter Cara pembuatan:

Sebanyak 28 g nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril ad 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.8.2 Pembuatan media nutrient broth (NB) Komposisi: Lab-Lamco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g

Peptone 5,0 g

Sodium chloride 5,0 g Air suling ad 1 liter

Cara pembuatan:

Sebanyak 13 g nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril ad 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.8.3 Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)

Komposisi : Casein acid hydrolisate 17,50 g

Starch 1,50 g

Agar 17,00 g

Air suling ad 1 liter Cara pembuatan:

Sebanyak 36 g nutrient agar ditimbang, kemudian disuspensikan ke dalam air suling ad 1000 ml, lalu dipanaskan sampai bahan larut sempurna, laludisterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit (Himedia, 2003).

3.8.4 Pembuatan Media Agar Miring

10 ml media nutrient agar (NA) yang telah dimasak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dan di bungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C Kemudian tabung yang berisi agar diletakkan pada kemiringan 30-45°C. Diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh tutup tabung.

Agar dibiarkan menjadi dingin dan keras (Lay, 1994).

3.8.5 Suspensi Standar Mc Farland 0,5

Komposisi: Larutan BaCl2 1,175% b/v 0,5 ml Larutan H2SO4 1% v/v 99,5 ml

Cara pembuatan: Kedua larutan dicampurkan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri sama

dengan kekeruhan suspensi standar berarti konsentrasi bakteri 108 CFU/ml (Vandepitte, 1991).

3.9 Pembiakan Bakteri

3.9.1 Pembuatan stok kultur bakteri

Dilakukan dalam Biological Safety Cabinet (BSC), satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril. Koloni bakteri tersebut kemudian ditanamkan pada media nutrient agar miring dengan cara menggores, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36 ± 1o C selama 18-24 jam (Ditjen POM RI, 1995).

3.9.2 Peremajaan bakteri

Dilakukan dalam Biological Safety Cabinet (BSC), satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media NA miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam (Depkes RI, 1995).

3.9.3 Pembuatan Inokulum Bakteri

Dilakukan dalam Biological Safety Cabinet (BSC), bakteri hasil inkubasi diambil dengan menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml nutrient

broth (NB) steril, kemudian diinkubasi selama 1-2 jam hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar Mc Farland (konsentrasi 108 CFU/ml, kemudian dilakukan pengenceran suspensi bakteri dengan memipet 0,1 ml biakan bakteri (108 CFU/ml), dimasukkan ke dalam tabung steril yang berisi nutrient broth (NB) steril sebanyak 9,9 ml dan divortex hingga homogen maka suspensi bakteri konsentrasinya sama dengan 106 CFU/ml.

3.10 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan Berbagai Konsentrasi

Ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ditimbang 5 g kemudian dilarutkan dengan pelarut etanol 96% hingga 10 ml maka konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml. Larutan tersebut diencerkan kembali dengan pelarut etanol 96% sehingga didapat konsentrasi 500 mg/ml; 400 mg/ml; 300 mg/ml; 200 mg/ml; 100 mg/ml; 50 mg/ ml; 40 mg/ml; 30 mg/ml.

3.11 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Dilakukan dalam Biological Safety Cabinet (BSC), sebanyak 0,1 ml suspensi inokulum bakteri Escherichia coli dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian tuangkan 15 ml media MHA ke dalam cawan, lalu dihomogenkan dan didiamkan pada suhu kamar hingga media memadat. Cakram kertas yang telah dicelupkan dalam larutan uji dengan berbagai perbandingan diletakkan pada permukaan media sedangkan cakram yang dicelupkan ke dalam etanol 96%

digunakan sebagai kontrol. Cawan didiamkan pada suhu kamar selama 10-15 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, kemudian diameter zona hambat di sekitar cakram diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan dengan tiga kali pengulangan (triplo). Perlakuan yang sama dilakukan terhadap inokulum bakteri Staphylococcus aureus (Ditjen POM , 1995).

3.12 Prosedur Pembuatan Gel Antiseptik Tangan 3.12.1 Formula Dasar Gel

a. formula dasar gel (widaningsih, dkk., 2016)

R/ HPMC 5 g

Propilen glikol 15 ml

Nipagin 0,02 g

Pewangi 15 tetes Air suling ad 100 ml b. Formula dasar sediaan gel

R/ Ekstrak daun belimbing wuluh (konsentrasi) x g

HPMC 1 g

Propilen glikol 15 ml

Nipagin 0,02 g

Pewangi 15 tetes

Air suling ad 100 ml

Cara pembuatan :

Diawali dengan menaburkan HPMC di dalam lumpang yang berisi aquades selama 15–30 menit hingga mengembang digerus sampai terbentuk dasar gel (massa I), kemudian nipagin dilarutkan dengan propilenglikol (massa II) lalu ditambahkan ekstrak daun belimbing wuluh dan di campur dengan (massa I), diaduk tambahkan bahan pewangi belimbing kemudian diaduk secara homogen.

3.12.2 Formulasi Sediaan Gel Antiseptik Tangan

Sediaan gel dibuat ke dalam 4 sediaan, yaitu satu sediaan blanko (dasar gel) dan sediaan yang mengandung ekstrak daun belimbing wuluh. Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 50%, 40%, 30%. Adapun formula yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rancangan formula Gel Hand sanitizer ekstrak daun belimbing wuluh F3 = Konsentrasi gel ekstrak daun belimbing (50%)

Cara pembuatan: Ekstrak daun belimbing wuluh digerus di dalam lumpang, lalu ditambahkan sedikit demi sedikit dasar krim ke dalam lumpang sambil terus digerus sampai homogen.

3.13 Evaluasi Terhadap Sediaan 3.13.1 Pengamatan Organoleptik

Sediaan gel dievaluasi secara fisik meliputi bau, warna, konsistensi selama 12 minggu dengan pengamatan setiap1minggu sekali. Pengamatan ini dilakukan pada gel antiseptik tangan (hand sanitizer) yang disimpan pada suhu kamar (Ansel, 2008).

3.13.2 Pemeriksaan Homogenitas Sediaan

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen. POM, 1979).

Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,25 gram sediaan dan dilarutkan dalam 25 ml air suling. Kemudiaan elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.13.4 Uji viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sediaan gel antiseptik dimasukkan ke dalam beker gelas 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai.

Pengukuran ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan dengan menggunakan viskometer Brookfield DV-E.

3.14 Uji Mikrobiologi Sediaan Gel Antiseptik

Uji mikrobiologi aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak daun belimbing wuluh dilakukan dengan metode difusi agar yang menggunakan pencadang kertas dengan cara mengukur diameter hambat pertumbuhan bakteri pada Escherichia coli dan Staphylococcus aureus di sekitar pencadang kertas.

3.15 Pengujian Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Antiseptik

Dilakukan dalam Biological Safety Cabinet (BSC), sebanyak 0,1 ml suspensi inokulum bakteri Escherichia coli dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian dituang 15 ml media MHA ke dalam cawan, lalu dihomogenkan dan didiamkan pada suhu kamar hingga media memadat. Cakram kertas yang

telah dicelupkan dalam larutan sediaan gel dengan konsentrasi 40%, 30%, 50%

diletakkan pada permukaan media sedangkan cakram yang dicelupkan ke dalam dasar gel digunakan sebagai blangko. Cawan didiamkan pada suhu kamar selama 10-15 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, kemudian diameter zona hambat di sekitar cakram diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan dengan tiga kali pengulangan (triplo). Perlakuan yang sama dilakukan terhadap inokulum bakteri Staphylococcus aureus (Ditjen POM, 1995)

BAB IV

Dokumen terkait