• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Relevan

Dalam dokumen Proposal Disertasi Tentang Pondok Pesant (Halaman 30-36)

Penelitian oleh Miftahuddin (2011) dengan judul “Tipologi Pondok Pesantren Dalam Konstelasi Pembaharuan Pendidikan Islam (Studi Pada Pesantren-Pesantren Di Kabupaten Kudus)”, mendapati keberadaan pesantren di Kudus tergambar sebagai berikut : pendidikan berorientasi sepanjang waktu (full day learning), berkomitmen

tafaqquh fial-din, menerapkan metode-metode transformatif, dan pendidikan yang berbasis pada masyarakat (community based education). Demikian, format ini ditemukan pada pesantren yang menyeimbangkan antara pendidikan agama dan pendidikan umum serta dilengkapi dengan berbagai pendidikan ketrampilan didalamnya. Format pesantren demikian yang menggunakan pendekatan integratif akan mampu memenuhi tuntutan dan permintaan masyarakat berkembang sekarang ini karena hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yang menekankan keseimbangan dan keselarasan antara aspek dunia dan akhirat.

Penelitian di atas menggambarkan keberadaan pesantren di Kudus, Jawa Tengah dengan karakteristiknya sendiri yang menyerupai pesantren lain di tanah air. Di mana persamaan penelitian tersebut di atas dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah bahwa, di pesantren pendidikan berlangsung sepanjang waktu, transformatif. Sedangkan perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah fokus kajian bukan pada pendidikan karakter.

Kemudian penelitian oleh Sri Yanto (2002) dengan judul “Profil Pondok Pesantren Pendidikan Islam (PPPI) Miftahussalam Banyumas (Analisis Relevansi Kurikulum Pesantren dengan Kebutuhan Masyarakat)”, mendapati bahwa pesantren adalah salah satu bentuk pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk manusia-manusia yang baik dalam hubungannya dengan Allah SWT maupun dalam hubungannya dengan manusia. Untuk itu pesantren memberikan bekal yang dibutuhkan untuk bisa berhubungan baik dengan Allah dalam bentuk pelaksanaan ibadah-ibadah ritual seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Dan ibadah sunah yang lainnya. Di samping itu pesantren mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan (sains dan teknologi) yang diperlukan oleh santri agar mampu mengatasi persoalan dan kendala keduniaan dalam berhubungan dengan sesama manusia. Dalam kaitan itu maka pendidikan agama di pesantren berpadu dengan pendidikan-pendidikan lainnya dalam rangka pembentukkan manusia yang sempurna.

Penelitian di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang dijalankan oleh peneliti, di mana pesantren tidak saja membekalkan santri hanya Ilmu Agama semata, tetapi juga mengembangkan Ilmu Umum (Sains dan teknologi). Hanya saja yang membedakan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah proporsi muatan kurikulum pesantren di mana pada pesantren di Banyumas muatan materi Ilmu Agama sebanyak 60% berbanding dengan Ilmu Umum sebanyak 40%. Manakala di Pondok Moderen Darussalam Gontor muatan Ilmu Agama dan Ilmu Umum dalam kurikulum sebanding yakni 100%.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Rezza Fahmi (2012) tentang “Empowering Madrasa Through Small and Medium Industry (Study at Darul Ma’rifat Moderen Islamic Boarding School in East Java)” mendapati bahwa: (1) Sebagian besar

penyebaran min (rata-rata) dari kemahiran hidup para santri tergolong dalam kategori yang tinggi. Ini berarti bahwa kemahiran hidup dan kemampuan entrepeneurships yang dimiliki para santri di Pondok Pesantren Moderen Islam Darul Ma'rifat (Gontor 3) telah terinternalisasi dalam diri dan prilaku para santri mereka. Yang merupakan pengejawantahan dari Panca Jiwa yang diajarkan di Pondok Pesanteren tersebut ; Keikhlasan, Kesederhanaan, Berdikari, Persaudaraan Islam, dan Kebebasan. (2) Kebanyakan dari penyebaran skor rata-rata (min) aktualisasi diri para santri di Pondok Moderen Islam Darul Ma'rifat tergolong tinggi; artinya mereka ingin melibatkan diri dengan segala hal bussines yang dijalankan pada Pondol Pesantren Moderen Islam tersebut. Seperti, dalam bidang pertanian, perkebunan, ilmu kehutanan, perdagangan dan jasa. (3) r skor = 0.847. Kemudian r tabeel = 1,64 dan p= 0.000< 0.05. Ini berarti Ho telah ditolak dan H1 diterima.. Maka, hal ini menunjukkan adanya korelasi antara kemahiran hidup dan aktualisasi diri. Kita juga mendapat informasi yang r skor = 0.763. Kemudian r tabel tabel = 1,64 dan p= 0.000< 0.05. Ini berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Maka, ini bermakna bahwa ada korelasi antara kemampuan entrepeneurships dengan aktualisasi diri. Penelitian di atas menunjukkan bahwa PMDG telah memberdayakan diri (mandiri) untuk memajukan institusinya dengan berbagai usaha yang dijalankan. Hingga kini telah ada 31 unit usaha yang dikembangkan oleh PMDG untuk menunjang kemandiriannya. Misal : pabrik roti, usaha perkebunan, usaha pertanian, konveksi, pabrik es krim, telekomunikasi, usaha penerbitan dan lain-lain.

Penelitian diatas memiliki persamaan dengan kajian yang akan dijalankan oleh peneliti dalam aspek kemandirian. Di mana kemandirian menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses pendidikan yang dijalankan oleh Pondok Moderen Darussalam Gontor. Salah

satu bukti empirisnya adalah pengembangan unit usaha yang dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan kegiatan pondok.

Penelitian yang dilakukan oleh Pipit Uliana dan Nanik Setyowati (2014) twntang “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Kultur Sekolah Pada Siswa Kelas Xi Di SMA Negeri 1 Gedangan Sidoarjo”. Secara garis besar tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter siswa melalui kultur sekolah dalam pembentukan karakter siswa di SMAN 1 Gedangan. Sampel penelitian adalah kelas XI dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Instrumen yang digunakan adalah angket dan wawancara. Pendidikan karakter adalah suatu usaha mengembangkan perilaku baik siswa dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar siswa dapat mencermikan karakter yang baik. Pada hakekatnya, implementasi pendidikan karakter dapat diintegrasikan melalui mata pelajaran, pengembangan diri dan kultur sekolah. Dalam meningkatkan pendidikan karakter pada siswa melalui srategi yang berfokus pada pengembangan kultur sekolah. Kultur sekolah merupakan keyakinan, kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah. Kultur sekolah sendiri juga diimplementasikan melalui kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengkondisian pada kegiatan tersebut akan disisipkan nilai-nilai karakter. Menurut hasil penelitian bahwa implementasi pendidikan karakter sesuai dengan visi dan misi yang ada di sekolah, jadi nilai karakter yang ditanamkan di SMA Negeri 1 Gedangan yaitu nilai karakter jujur, religius, tanggungjawab dan disiplin. Serta dapat pula disimpulkan bahwa siswa memberi respon baik terhadap kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh sekolah atau kebiasaan-kebiasaan di lingkungan sekolah.

Penelitian diatas adalah relevan dengan penelitian yang dijalankan oleh peneliti, utamanya berkaitan dengan aspek yang diselidi yakni pendidikan karakter. Walau

bagaimana pun perbedaan yang mendasar penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah setting lembaganya.Pada penelitian di atas dijalankan di Sekolah Menengah Atas, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti di PMDG atau pondok pesantren.

Penelitian yang dilakukan oleh Minsih (2013) tentang “Pendidikan Karakter Berbasis Kecersasan Mejemuk Dalam Membentuk Kemandirian Siswa SD Muhammadiyah Program Khusus Kota Surakarta”. Hasil penelitian ini medapati bahwa implementasi pendidikan karakter di sekolah dikembangkan melalui tiga pendekatan, yaitu : Inquiry-based learning (pendekatan yang merangsang daya minat anak), Collaborative dan Cooperative Learning, dan integrated learning. Pengembangan kecerdasan di sekolah mengacu pada konsep multiple intelegences (kecerdasan majemuk), artinya selain kecerdasan akademik yang dikembangkan, pihak sekolah juga mengembangkan kecerdasan-kecerdasan lainnya yang diyakini akan membantu siswa kelak dalam menjalani kehidupan, antara lain : Kecerdasan Verbal-Bahasa, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Gambar, Kecerdasan Musik, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Natural, Kecerdasan Logika-Matematika, dan Kecerdasan Spritual. Pengembangkan kemandirian melalui pendidikan karakter berbasis kecerdasan majemuk berdasarkan potensi utama dan actual yang dimiliki oleh siswa. Tiga kemandirian yang dikembangkan pada siswa di sekolah, yaitu kemandirian belajar, kemandirian hidup, dan kemandirian menentukan masa depan.

Penelitian yang dijalankan di atas adalah relevan dengan penelitian yang dijalankan oleh peneliti, mengingat topik yang dikaji tentang pendidikan karakter. Sungguhpun demikian yang membedakan penelitian terdahulu diatas dengan penelitian yang dijalankan

oleh peneliti terletak pada objek kajian. Di mana objek kajian pada penelitian diatas adalah pelajar Sekolah Dasar. Manakala kajian yang dijalankan oleh peneliti adalah santri yang berpendidikan setara dengan pendidikan di sekolah menengah.

Penelitian yang dilakukan oleh Isroah, Sukanti, Ani Widayati (2012) tentang “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Perkuliahan Perpajakan Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi Fise Universitas Negeri Yogyakarta” Hasil penelitian ini mendapati: (1) Model pemberian tugas mandiri dalam Perkuliahan Perpajakan belum mampu mendorong sikap/perilaku jujur mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi FISE UNY. Hal ini terbukti pada siklus pertama bahwa mahasiswa mengerjakan dan mengumpulkan tugas mandiri dengan menyalin pekerjaan teman, mahasiswa tidak mengerjakan tugasnya sendiri artinya tidak bertanggung jawab pada tugas yang dibebankannya. (2) Model Kerja praktik (simulasi) berkelompok dalam Perkuliahan Perpajakan Mampu Mendorong Sikap/Perilaku Tanggung Jawab Mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi FISE UNY. Berdasarkan angket tertutup yang diberikan diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki nilai kejujuran akademik dan non akademik yang bagus (rata-rata nilai 90) dan memiliki tanggung jawab akademik dan non akademik yang tinggi (nilai rata-rata 85).

Penelitian di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yang memfokuskan pada aspek pendidikan karakter. Sungguhpun demikian yang membedakan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada setting

lembaga. Di mana pada penelitia di atas yang menjadi objek kajian adalah kelompok mahasiswa. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih difokuskan pada kelompok peserta didik dengan peringkat pendidikan di Sekolah Menengah.

BAB III

Dalam dokumen Proposal Disertasi Tentang Pondok Pesant (Halaman 30-36)

Dokumen terkait