• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Menghitung bobot prioritas dengan menguji konsistensinya. Untuk memperoleh bobot prioritas maka dilakukan perhitungan

1.6. Penelitian Sebelumnya

Dibyosaputro (1999) melakukan penelitian terkait dengan longsorlahan di daerah Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi curah hujan, kemiringan lereng, jenis batuan, kedalaman pelapukan batuan, dinding terjal, tebal solum tanah, tekstur dan permeabilitas tanah, penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi penutup lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, dengan pengambilan sampel secara berstrata, pengambilan sampel dilakukan dengan unit medan sebagai sampling unit. Unit medan diperoleh dengan menumpang-susunkan (overlay) peta geomorfologi dengan peta lereng dan penggunaan lahan. Kelas bahaya longsorlahan ditentukan dengan menggunakan metode pengharkatan pada masing-masing variabel, kemudian menjumlahkan harkat variabel-variabel tersebut pada setiap unit medan. Jumlah harkat tersebut dijadikan dasar untuk menentukan kelas bahaya longsorlahan. Peneliti membagi tingkat bahaya longsorlahan kedalam 5 kelas, tingkat bahaya longsor yang tinggi (IV) dan sangat tinggi (V) umumnya terjadi pada kondisi lereng yang miring (8-25%), terjal (20-40%) hingga sangat terjal (>40%).

31

kedalaman tanah yang relatif dalam (>100cm) dan penggunaan lahan tegalan, kebun campur, dan permukiman, serta sawah yang pengolahannya dilakukan dengan cara terasiring.

Khasanah (2008) meneliti tingkat kerentanan longsorlahan pada lokasi permukiman di perbukitan Menoreh, Kecamatan Salaman, Magelang, Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerentanan longsorlahan di perbukitan Menoreh, dan mengetahui Tingkat kerentanan longsorlahan pada lokasi permukiman di perbukitan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengharkatan pada variabel-variabel meliputi kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman tanah, permeabilitas tanah, tingkat pelapukan batuan, kedalaman pelapukan batuan, kerapatan kekar, struktur batuan, mata air dan rembesan, penggunaan lahan, dan kenampakan longsor. Penjumlahan harkat dari masing-masing variabel pada tiap unit lahan digunakan sebagai dasar untuk melakukan klasifikasi kerentanan longsorlahan. Hasil yang diperoleh adalah perbukitan menoreh didominasi oleh tingkat kerentanan longsorlahan yang tinggi, lokasi permukiman yang ada sebagian besar berada pada tingkat kerentanan longsorlahan yang tinggi.

Hadmoko (2010) juga melakukan penelitian di perbukitan Menoreh terkait dengan bahaya dan risiko bencana longsorlahan serta aplikasinya untuk kepentingan mitigasi dan perencanaan penggunaan lahan. Metode yang dilakukan yaitu skoring dengan mempertimbangkan parameter meliputi kemiringan lereng, jenis tanah, geologi, bentuklahan, dan penggunaan lahan. Masing-masing parameter memiliki bobot sesuai dengan besar pengaruhnya terhadap terjadinya

32

longsorlahan, bentuklahan dan kemiringan lereng memiliki bobot yang paling besar dibandingkan dengan parameter-parameter yang lain.

Indekslongsorlahan (landslide hazard index) diperoleh dengan menjumlahkan harkat tiap parameter yang sebelumnya telah dikalikan dengan bobot masing-masing. Tingkat bahaya longsorlahan dibagi kedalam 3 kelas yaitu tingkat bahaya rendah, tingkat bahaya sedang, dan tingkat bahaya tinggi. Tingkat bahaya rendah umumnya berada pada area dengan kemiringan lereng 0-8%, area ini umunya berupa dataran aluvial, dan lereng kaki koluvio-aluvial. Tingkat bahaya sedang umumnya tersebar pada area dengan kemiringan lereng 15-30%, dan dengan ketebalan tanah 2 – 4 m. Daerah dengan tingkat bahaya sedang ini adalahlereng bawah dan sebagian lereng tengah Perbukitan Menoreh. Pada daerah dengan tingkat bahaya longsor yang tinggi, beberapa peristiwa longsorlahan aktif dan longsorlahan purba yang aktif kembali dapat dikenali dengan jelas. Daerah ini umumnya memiliki kemiringan lereng yang lebih dari 30%, ketebalan tanah yang lebih dari 4 m, dan terdapat banyak retakan pada batuan penyusunnya. Penelitian-penelitian yang terkait dengan longsor tersebut secara rinci terangkum dalam Tabel 1.6.

33

No Nama Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian

1. Suprapto Dibyosaputro (1999) Longsorlahan di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Mempelajari, mengklasifikasi, dan memetakan daerah penelitian kedalam peta geomorfologi dan peta unit medan.

Mempelajari daerah-daerah yang potensial terjadi longsorlahan dan penyusunan peta bahaya longsorlahan

Mengevaluasi

longsorlahan setiap unit medan Survei lapangan Observasi laboratorium Tumpangsusun peta geomorfologi, lereng dan peta penggunaan lahan

Pengharkatan klas unit medan dan klasifikasi tingkat bahaya

longsorlahan

- Klasifikasi dan deskripsi unit medan Kecamatan Samigaluh.

- Peta unit medan Kecamatan Samigaluh.

- Deskripsi tingkat bahaya longsorlahan di Kecamatan Samigaluh

- Peta bahaya longsorlahan Kecamatan Samigaluh.

- Evaluasi longsorlahan setiap unit medan

34 2 Uswatun

Khasanah (2008)

Tingkat Kerentanan Longsor Pada Lokasi Permukiman di Perbukitan Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Mengetahui tingkat kerentanan longsor pada setiap satuan medan perbukitan Menoreh kecamatan Salaman Mengetahui tingkat kerentanan longsor pada lokasi permukiman survei membuat satuan bentuklahan pengambilan sampel pengharkatan dan klasifikasi tumpangsusun (overlay)

- Tingkat kerentanan longsor pada setiap satuan medan Perbukitan Menoreh Kecamatan Salaman. - Peta tingkat kerentanan longsor

Perbukitan Menoreh.

- Tingkat kerentanan longsor pada lokasi permukiman di Perbukitan Menoreh Kecamatan Salaman. - Peta kerentanan longsor pada lokasi

permukiman di Perbukitan Menoreh.

3 Hadmoko dkk., 2010

Landslide Hazard and Risk Assessment and Their Application in Risk Management and Landuse Planning in eastern flank of Menoreh Mountains, Yogyakarta Province, Indonesia Memberikan penilaian terhadap bahaya dan risiko bencana tanah longsor untuk mitigasi dan perencanaan penggunaan lahan

Pembobotan

parameter-parameter longsor dan klasifikasi tingkat bahaya longsor

- Peta bahaya dan risiko longsorlahan Kulon Progo untuk manajemen risiko dan perencanaan penggunaan lahan

35 4 Dwi Juli Prasetyo (2012) Kajian Kerawanan Longsorlahan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process dan Sistem Informasi Geografis di DAS Ijo DAerah Istimmewa Yogyakarta

Mempelajari tingkat kerawanan

longsorlahan di DAS Ijo Mempelajari pengaruh fakor fisik alami

maupun faktor manusia terhadap tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo Pengumpulan data sekunder Survei lapangan Pembobotan parameter menggunakan metode AHP Tumpangsusun parameter penentu longsorlahan Klasifikasi dan analisis tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo

- Tingkat kerawanan longsor dan Peta tingkat kerawanan longsor DAS Ijo. - Analisis pengaruh faktor fisik alami

maupun faktor nonfisik terhadap tigkat kerawanan longsorlahan di DAS Petir.

36 1.7 Kerangka pemikiran

Longsorlahan merupakan suatu gerakan batuan atau massa tanah menuruni lereng akibat gaya gravitasi. Kejadian longsorlahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor batuan yang terkait dengan batuan sebagai pemacu longsorlahan, faktor stratigrafi yang terkait dengan ketebalan perlapisan batuan, faktor struktur batuan yang terkait dengan adanya rekahan-rekahan pada batuan; bidang foliasi serta dip dan strike, faktor topografi yang terkait dengan kemiringan lereng dan morfologi lereng, faktor iklim yang terkait dengan faktor pemicu longsorlahan, faktor organik yang terkait dengan persebaran vegetasi, dan faktor lain yang terkait dengan penggunaan lahan dan campur tangan manusia.

Kerawanan terhadap longsorlahan tentunya perlu diketahui untuk mengurangi adanya kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh bencana longsorlahan tersebut. Kerawanan longsorlahan dapat diprediksi dengan berbagai metode salah satunya adalah Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan metode pengambilan keputusan dengan tiga proses dasar yaitu decomposition atau pemecahan masalah kedalam unsur-unsur yang sederhana dan disusun menjadi sebuah hirarki, comparative judgement atau perbandingan tingkat kepentingan suatu unsur dengan unsur yang lain pada tingkat hirarki yang sama, dan synthesis of priority atau melakukan perhitungan untuk memperoleh bobot prioritas pada masing-masing unsur untuk menentukan seberapa besar pengaruh unsur tersebut pada masalah yang ingin dipecahkan, semakin besar bobot prioritasmaka semakin layak unsur tersebut untuk dipilih sebagai prioritas penyelesaian masalah. Dalam aplikasinya untuk analisis

37

kerawanan longsorlahan, metode AHP digunakan sebagai alat untuk menentukan bobot pada masing-masing variabel penentu kerawanan longsorlahan. Penentuan bobot tersebut dinilai lebih efektif karena nilai bobot diperoleh berdasarkan perhitungan matematis. Bobot yang diperoleh kemudian dihitung untuk mendapatkan indeks kerawanan longsorlahan. Hasil dari perhitungan tersebut masih berupa angka-angka, oleh karena itu untuk memperoleh hasil maksimal maka perlu bantuan SIG untuk menyajikan data tersebut secara spasial.

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sebuah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan data dan memanipulasi informasi geografis. SIG adalah suatu bentuk sistem informasi yang menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antarmuka .Kemampuan dasar dari SIG adalah mengintegrasikan berbagai operasi basis data seperti Query, menganalisa dan menyimpan serta menampilkan dalam bentuk peta. Inilah yang membuat SIG lebih unggul dari sistem informasi lain.

Kajian kerawanan longsorlahan merupakan salah satu dari beberapa kajian yang berbasis spasial. Longsorlahan merupakan salah satu bencana geologi yang banyak menimbulkan kerugian baik material maupun korban jiwa. Dengan menggunakan bantuan SIG, maka distribusi keruangan daerah rawan longsorlahan dapat disajikan, sehingga penanganan dan antisipasi terhadap bencana longsorlahan dapat dilakukan secara tepat sasaran. Secara skematis kerangka penelitian ini disajikan dalan Gambar 1.5.

38

Gambar 1.5. Diagram alir kerangka pemikiran

Dokumen terkait