• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketiga formula yang ditetapkan sebelumnya digunakan untuk proses interesterifikasi enzimatik sesuai dengan metode Zhang et al. (2001) yang dimodifikasi Hasrini (2008) menggunakan shaker inkubator. Ketiga formula tersebut adalah (RPOo/RPOs)/CNO dengan rasio 75/25 (M75), 77.5/22.5 (M77), dan 82.5/17.5 (M82) yang merupakan tiga formula terbaik hasil penelitian Hasrini (2008). Ketiga formula tersebut merupakan formula terbaik karena dianggap menghasilkan karakter bahan baku spreads yang mendekati karakter margarin ritel dan industri (Hasrini 2008). Ketiga formula ini diinteresterifikasi menggunakan Lypozyme TL IM dalam erlenmeyer menggunakan shaker inkubator.

Produk hasil interesterifikasi enzimatik pada tahap penelitian ini kemudian dilakukan analisis kadar karoten, SMP dan SFC untuk menentukan formula yang memiliki karakter paling mendekati karakter margarin target (Fattahi-far et al. 2006) dan yang memiliki kandungan karoten yang cukup tinggi. Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan satu formula terpilih yang selanjutnya akan diteruskan pada proses ineteresterifikasi enzimatik secara kontinyu. Data hasil analisis penentuan formula terpilih meliputi total karoten, SFC, dan SMP dapat dilihat pada Lampiran 2.

1.

Total Karoten

Analisis total karoten dilakukan pada bahan sebelum dan setelah proses interesterifikasi enzimatik. Data hasil analisis total karoten pada tahap penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 14. Hasil ANOVA memperlihatkan bahwa total karoten berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 4). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa total karoten sampel sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik berbeda nyata.

Tabel 14. Perbandingan total karoten sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik menggunakan shaker inkubator

Sampel Total karoten (ppm) Retensi karoten (%) Sebelum IE Setelah IE

M75 262.42 ± 6.80b 209.88 ± 0.28a 79.98 M77 265.01 ± 12.65b 212.92 ± 4.84a 80.34 M82 269.02 ± 8.73b 227.00 ± 0.83a 84.38

Keterangan: Data ± standar deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%.

M75 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 75/25; M77 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 77.5/22.5; M82 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 82.5/17.5

Total karoten pada sampel M75, M77, dan M82 sebelum interesterifikasi enzimatik tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena komposisi RPOo/RPOs dalam ketiga formula tersebut tidak berbeda jauh, sehingga kandungan karoten di dalamnya juga tidak banyak berbeda. Pada Tabel 14 terlihat bahwa total karoten pada bahan setelah interesterifikasi enzimatik mengalami penurunan. Karoten akan sangat mudah teroksidasi bila dipanaskan bersama dengan udara (Andarwulan dan Koswara 1999). Pemanasan pada penelitian ini dilakukan pada suhu 60oC. Pada suhu ini, aktivitas enzim optimum dan kerusakan karoten minimal. Karoten banyak terkonsentrasi pada fraksi olein. Oleh karena itu semakin banyak komposisi RPOo/RPOs pada bahan yang berbanding lurus dengan konsentrasi oleinnya, maka total karoten dalam sampel juga semakin tinggi.

Seberapa banyak karoten yang mampu dipertahankan oleh bahan selama proses interesterifikasi enzimatik ditunjukkan dengan retensi karotennya. Retensi karoten adalah perbandingan total karoten setelah interesterifikasi enzimatik terhadap total karoten sebelum interesterifikasi enzimatik. Dapat terlihat bahwa retensi karoten paling tinggi dimiliki oleh M82 yaitu 84.38%. Perubahan kandungan β-karoten pada minyak sawit merah sangat dipengaruhi oleh konsentrasi β-karoten awal pada minyak sawit merah, temperatur/suhu pemanasan, dan lama pemanasan minyak sawit merah (Budiyanto et al. 2008).

Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik hasil penelitian Hasrini (2008) dapat dilihat pada Tabel 15. Data retensi karoten hasil penelitian Hasrini (2008) lebih tinggi dibandingkan retensi karoten pada tahap peneletian ini. Retensi karoten yang berbeda diduga disebabkan karena perbedaan bahan baku yang digunakan.

Tabel 15. Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik hasil penelitian Hasrini (2008)

Sampel Total karoten (ppm) Retensi karoten (%) Sebelum IE Sesudah IE

M75 363.13 ± 3.35 356 43 ± 2.39 98.15 M77 378.21 ± 3.03 366.72 ± 4.06 96.96 M82 392.81 ± 2.86 381.32 ± 3.72 97.07 Keterangan: M75 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 75/25; M77 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 77.5/22.5; M82 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 82.5/17.5

2.

Profil Solid Fat Content (SFC) dan Slip Melting Point (SMP)

Hasil uji statistik SMP tahap penelitian penentuan formula terpilih ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa SMP berbeda nyata (p<0.05). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa SMP sampel sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik berbeda nyata.

Data SMP sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik ditunjukkan pada Tabel 16. Berdasarkan data pada Tabel 16, terdapat penurunan SMP dibandingkan bahan bakunya. Hal ini disebabkan karena perubahan profil triasilgliserol akibat

interesterifikasi enzimatik. Kisaran SMP hasil interesterifikasi enzimatik pada penelitian ini yaitu di antara 30-32oC berada dalam kisaran SMP untuk tub reduced fat spreads (RFS) antara 26-32oC (Lida dan Ali 1998).

Tabel 16. Perbandingan SMP sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik dalam shaker inkubator Sampel SMP ( o C) Sebelum IE Setelah IE M75 34.1 ± 0.9cd 30.1 ±0.9a M77 35.6 ± 0.5de 31.4 ± 0.5ab M82 36.5 ± 0.4e 32.5 ± 0.7bc Margarin komersial A 35.6 ± 0.2 Margarin komersial B 37.2 ± 0.0 Margarin target (Fattahi-far et al. 2006) 33.5 ± 0.5

Keterangan: Data ± standar deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%.

M75 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 75/25; M77 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 77.5/22.5; M82 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 82.5/17.5

Menurut Long et al. (2003), penurunan SMP pada campuran stearin sawit kemungkinan berhubungan dengan pemecahan trisaturated TAG tripalmitin yang dikenal sebagai gliserida bertitik leleh tinggi. Meskipun demikian, titik leleh TAG bergantung pada berbagai faktor, seperti sifat asam lemak penyusunnya yang dipengaruhi oleh panjang rantai atom C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh (Winarno 1992). Titik leleh asam laurat yang dominan pada minyak kelapa lebih rendah dibandingkan dengan asam palmitat yang dominan pada minyak sawit karena asam laurat memiliki panjang rantai atom C lebih pendek dibandingkan asam palmitat.

Profil margarin target yang dijadikan sebagai standar spreads pada penelitian ini adalah standar margarin meja komersial pada penelitian yang dilakukan Fattahi-far et al. (2006). Fattahi-far et al. (2006) melakukan interesterifikasi antara minyak biji teh non- hidrogenasi (nonhydrogenated tea seed oil) dengan minyak biji teh hidrogenasi (hydrogenated tea seed oil) untuk memproduksi bahan baku margarin. Hasil penelitian Fattahi-far et al. (2006) menyebutkan bahwa campuran antara minyak biji teh non- hidrogenasi dan minyak biji teh hidrogenasi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarin. SMP sampel juga dibandingkan dengan SMP margarin komersial A dan margarin komersial B. Data pada Tabel 16 Menujukkan bahwa SMP M82 adalah yang paling mendekati SMP margarin komersial dan margarin target.

Data analisis SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik pada penelitian Hasrini (2008) dapat dilihat pada Tabel 17. Perbedaan SMP hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Hasrini (2008) diduga disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan.

Tabel 17. Perbandingan SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE) penelitian Hasrini (2008) Sampel SMP ( o C) Sebelum IE Sesudah IE M75 31.15 ± 0.23 32.63 ± 0.15 M77 33.34 ± 0.78 33.60 ± 0.94 M82 36.19 ± 0.28 34.86 ± 0.74

Keterangan: M75 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 75/25; M77 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 77.5/22.5; M82 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 82.5/17.5

Profil SFC hasil penelitian Hasrini (2008) setelah interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan bahan baku margarin ritel dan margarin industri dapat dilihat pada Gambar 9. Dapat terlihat bahwa formula M75, M77, dan M82 adalah formula yang memiliki profil SFC yang paling mendekati bahan baku margarin ritel dan industri.

Keterangan: M75 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 75/25; M77 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 77.5/22.5; M82 = (RPOo/RPOs)/CNO rasio 82.5/17.5

Gambar 9. Profil SFC hasil interesterifikasi enzimatik Hasrini (2008)

Nilai SFC dan SMP dari margarin target (Fattahi-far et al. 2006), margarin komersial A dan margarin komersial B ditunjukkan pada Tabel 18. Margarin komersial A biasa digunakan untuk oles roti, sedangkan margarin komersial B biasa digunakan untuk menumis. Perbandingan SFC tahap penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 10.

Tabel 18. Nilai SFC dan SMP dari sampel, margarin target (Fattahi-far et al. 2006), margarin A dan margarin B

Bahan SFC (%) SMP (oC) 10oC 20 oC 25 oC 30 oC 35 oC 40 oC Margarin Target (Fattahi-far et al. 2006) 39.86 23.93 13.28 6.96 1.21 0.00 33.5 Margarin A 40.25 22.68 16.53 10.49 6.75 2.25 35.6 Margarin B 44.17 29.05 21.31 14.57 9.61 6.41 37

(A)

(B)

(C)

Gambar 10. Profil SFC dari campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) pada perlakuan (A) M75, (B) M77, dan (C) M82 yang dibandingkan dengan profil SFC margarin komersial target, margarin A, dan margarin B. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 S F C (% ) Suhu (oC) Sebelum IE Setelah IE Margarin Target (Fattahi-far et al. 2006) Margarin A Margarin B 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 S F C (% ) Suhu (oC) Sebelum IE Setelah IE Margarin Target (Fattahi-far et al.,2006) Margarin A Margarin B 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 S F C (% ) Suhu (oC) Sebelum IE Setelah IE Margarin Target (Fattahi-far et al.,2006) Margarin A Margarin B

Berdasarkan gambar di atas, terdapat peningkatan SFC dibandingkan bahan baku pada suhu 20oC, 25oC, dan 30oC. Peningkatan SFC ini berhubungan dengan perubahan komposisi TAG dan pembentukan TAG yang mengandung asam lemak jenuh setelah interesterifikasi (Farmani et al. 2006). Diduga terbentuk TAG yang mengandung asam lemak jenuh berantai sedang seperti asam laurat sehingga tetap padat pada suhu 20- 30oC, dan setelah suhu 30oC TAG tersebut meleleh bersamaan dengan TAG yang lain sehingga terjadi penurunan SFC dibandingkan bahan baku pada suhu 35oC, dan 40oC. Hal ini karena interaksi eutektik yang terjadi antara CNO dan minyak sawit merah, sehingga campuran tersebut menjadi lebih lunak setelah interesterifikasi (Lida et al. 2002).

Selain itu, dapat terlihat perubahan jelas sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik. Peningkatan SFC pada suhu 20oC, 25oC, dan 30oC menunjukkan kestabilan pada saat packing, distribusi, dan penyimpanan di suhu ruang. SFC pada suhu 25oC sebaiknya berada pada kisaran 15-35% untuk plastisitas dan spreadability yang baik (Rao et al. 2001). Penurunan SFC pada suhu 35oC dan 40oC menunjukkan penyebaran produk yang baik dan mudah meleleh saat dikonsumsi. SFC pada suhu 33.3oC sebaiknya pada kisaran 3.5% agar meleleh dengan sempurna pada saat dimakan (Chrysam 1996).

Profil SFC yang paling mendekati margarin target adalah M82, sedangkan profil SFC yang paling mendekati margarin A adalah M75. Selanjutnya, M82 dijadikan bahan baku untuk interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor packed-bed kontinyu dengan pertimbangan retensi karoten yang paling besar dibandingkan M75 dan M77.

Profil SFC hasil interesterifikasi enzimatik yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan profil SFC hasil penelitian Hasrini (2008). Perbedaan bahan baku menyebabkan perbedaan antara profil SFC bahan baku sebelum interesterifikasi pada penelitian ini dengan profil SFC bahan baku Hasrini (2008).

Dokumen terkait