Penelitian tahap pertama adalah proses penentuan bentuk senyawa kalsium dalam wafer krim yang paling disukai dari segi organoleptik. Kalsium ditambahkan ke dalam adonan lembaran wafer bersamaan dengan seng dan besi, sedangkan vitamin A dan C ditambahkan ke dalam krim. Mineral yaitu kalsium (laktat, dikalsium fosfat, atau karbonat), besi laktat, dan seng laktat ditambahkan pada saat pengadukan air dalam bowl mixer untuk pembuatan adonan lembaran wafer. Vitamin A dan C ditambahkan ke dalam adonan krim pada saat pengadukan 15 menit terakhir dalam ball mill. Varian penelitian adalah bentuk kalsium, sedangkan fortifikan lainnya sudah ditambahkan dalam proporsi dan bentuk yang tetap. Bentuk kalsium dipilih sebagai perlakuan fortifikan karena zat gizi ini ditambahkan dalam jumlah per sajian paling banyak dibandingkan zat gizi lainnya. Berdasarkan penelitian pendahuluan, kalsium laktat diketahui memberikan kontribusi terhadap rasa asam dan pahit yang intens pada wafer krim serta sulit untuk ditutupi oleh flavor. Oleh karena itu, dalam penelitian tahap pertama ini dilakukan penetapan bentuk kalsium sebagai alternatif dari kalsium laktat yang efeknya terhadap rasa lebih mudah ditutupi flavor.
Bentuk kalsium yang dipilih sebagai perlakuan untuk formulasi adalah kalsium laktat, dikalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Urutan tingkat absorpsi kalsium tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah kalsium laktat, kalsium karbonat dan dikalsium fosfat (Purac, 2003). Kalsium laktat memiliki tingkat absorpsi sebesar 35%. Kalsium karbonat memiliki tingkat absorpsi sebesar 28%. Dikalsium fosfat memiliki tingkat absorpsi 25%. Hasil pengamatan terhadap komentar subjektif pada produk yang diujikan memberi informasi bahwa bentuk kalsium berlainan menghasilkan karakteristik produk berbeda. Secara subyektif hasil karakter organoleptik produk yang menggunakan ketiga jenis kalsium dapat dilihat pada Tabel 12.
Bentuk kalsium laktat menghasilkan karakteristik yaitu rasa asam, getir, dan aftertaste pahit tetapi tidak begitu kuat. Hal ini sesuai dengan Muchtadi (2008) bahwa kalsium laktat dapat memberikan sedikit rasa pahit atau rasa susu pada penambahan konsentrasi tinggi. Kalsium laktat yang digunakan untuk fortifikasi dalam penelitian ini mengandung 14% kalsium dalam senyawa kalsium laktat.
Garam kalsium laktat mempunyai sifat kelarutan dalam air yang tinggi (9.3 g/l), sehingga dalam proses penambahannya ke dalam wafer, fortifikan dilarutkan terlebih dahulu ke dalam air. Penambahan kalsium laktat dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan makin banyaknya ion-
38
ion kalsium bebas yang terdapat dalam larutan. Ion kalsium bebas tersebut mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa lain, misalnya protein bebas, tartrat atau fosfat, membentuk senyawa yang tidak larut (Muchtadi, 2008).
Tabel 12.Hasil pengamatan subyektif karakteristik produk wafer fortifikasi dengan tiga jenis sumber kalsium
Pada umumnya, dengan meningkatnya jumlah kalsium, terutama yang tidak larut air seperti kalsium karbonat dan kalsium fosfat, cenderung untuk memberikan rasa berkapur (chalky mouthfeel) di mulut dan menyebabkan timbulnya rasa pahit pada produk yang difortifikasi (Muchtadi, 2008). Wafer yang difortifikasi dengan dikalsium fosfat memiliki tekstur yang lebih renyah, aroma obat dan rasa pahit hanya sedikit sekali teridentifikasi, serta terasa aftertaste asam tetapi dapat diterima. Menurut Muchtadi (2008), kalsium fosfat tidak memberikan flavor (bland flavour), namun dapat memberikan rasa berpasir di mulut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa berpasir di mulut atau chalky mouthfeel tidak teridentifikasi pada wafer krim fortifikasi. Hal tersebut dikarenakan kalsium yang tidak larut air ini, dilarutkan ke dalam air dan lesitin sehingga mengalami pelarutan fisik di dalam mixer sebelum adonan wafer yang lain ditambahkan ke dalam
mixer. Cara ini membuat fortifikan terdapat dalam bentuk lebih terlarut dan penyebaran dalam adonan lebih merata.
Wafer krim fortifikasi kalsium karbonat merupakan produk yang memiliki karakteristik paling getir, aftertaste pahit, dan rasa asam sangat kuat. Hasil penelitian ini sesuai yang diutarakan oleh Muchtadi (2008) bahwa kalsium karbonat dapat memberikan rasa sabun atau rasa lemon. Rasa sabun yang dimaksud adalah rasa pahit sebagaimana zat yang bersifat basa diinderai oleh papil pengecap, sedangkan rasa lemon yang dimaksud adalah ada rasa asam getir yang kuat. Produk wafer krim yang difortifikasi dengan kalsium laktat, dikalsium fosfat, dan kalsium karbonat selanjutnya diuji dengan metode rating hedonik. Atribut yang dinilai pada uji organoleptik ini meliputi aroma, rasa, mouthfeel, tekstur, dan aftertaste pada bobot berimbang yaitu masing-masing 20% sehingga totalnya 100%. Hasil uji kesukaan ditunjukkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil uji kesukaan perlakuan sumber kalsium pada wafer fortifikasi
Skor penilaian : 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = tingkat normal; 4 =suka; dan 5 = sangat suka
Formula Wafer Krim Perlakuan Fortifikan Kalsium
Hasil Identifikasi Atribut Organoleptik
Top note Base note Aftertaste
Tekstur Rasa Aroma Rasa Aroma Rasa Aroma
Formula 1 Ca-Laktat asam+++ obat ++ pahit ++ obat++ pahit++ kapur+ renyah++++
Formula 2 Di-Ca-Fosfat asam + obat + Pahit+ obat+ asam++ kapur++ renyah++++
Formula 3 Ca-Karbonat asam++++ obat +++ pahit+++ obat+++ pahit++++ kapur+++ renyah++++
Atribut Bobot
Level of Acceptance (LoA) keseluruhan
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Kalsium Laktat Dikalsium Fosfat Kalsium Karbonat
Aroma 20% 2.60 3.30 3.10
Tekstur 20% 3.10 3.50 3.30
Mouthfeel 20% 275 3.40 3.05
Rasa keseluruhan 20% 2.95 3.40 3.15
Aftertaste 20% 2.85 3.00 2.80
39
Hasil uji kesukaan dengan metode rating hedonik menunjukkan terdapat Level of Acceptance
(LoA) yang tidak sama pada tiap produk walaupun tingkat kesukaan panelis terhadap ketiga produk tidak berbeda nyata untuk semua atribut yang diujikan pada taraf signifikasi 0.05. Karakteristik produk fortifikasi dari perlakuan bentuk senyawa kalsium yang berbeda menghasilkan formula dengan LoA paling tinggi yaitu dikalsium fosfat (3.32) dibanding kalsium laktat (2.85) dan kalsium karbonat (3.08). LoA panelis diukur dengan metode rating, yaitu level 1 untuk tingkat sangat tidak suka, level 2 untuk tingkat tidak suka, level 3untuk tingkat normal,
level 4untuk tingkat suka, dan level 5 untuk tingkat sangat suka. Nilai LoA tertinggiini (3.32) menunjukkan tingkat penerimaan panelis didefinisikan sebagai mulai suka karena berada pada tingkat antara normal dan suka terhadap atribut produk.
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik dengan metode rating hedonik pada Tabel 12 dikalsium fosfat memiliki nilai LoA paling tinggi dan karakteristik yang lebih baik. Namun, karena nilai LoA yang diperoleh wafer krim dikalsium fosfat (3.32) belum sesuai standar LoA
perusahaan tempat penelitian dilakukan (3.5), perlu dilakukan formulasi lanjutan di penelitian tahap dua agar dapat memenuhi standar. Wafer krim terpilih masih memiliki atribut aftertaste
rasa asam yang harus ditutupi oleh flavor yang sesuai. Oleh karena itu, pada penelitian tahap dua dipilih perlakuan flavor untuk meningkatan nilai LoA wafer fortifikasi.