• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan ini bertujuan untuk mengkonfirmasi lebih lanjut bahwa suhu pengukuran menggunakan alat moisture analyzer yang diperoleh dari tahapan penelitian sebelumnya, yaitu suhu 105oC, bila diterapkan untuk pengukuran kadar air bahan baku bubuk perisa (tapioka, maltodekstrin, dan laktosa) dapat

memberikan hasil pengukuran yang setara dengan hasil pengukuran kadar air bahan-bahan tersebut menggunakan metoda standar yang selama ini digunakan.

B.1. Tepung Tapioka

Pada percobaan ini sampel – sampel tepung tapioka diukur kadar airnya menggunakan satu Moisture Analyzer yang sama namun diukur pada 3 (tiga) suhu yang berbeda yaitu suhu 100, 105, 110oC, hasil pengukuran yang didapat dibandingkan dengan hasil pengukuran kadar air menggunakan metoda oven konveksi (SNI 01-2891-1992 butir 5.1). Seperti tampak pada tabel 14, rata-rata pengukuran kadar air menggunakan Moisture Analyzer yang diukur pada suhu 105 oC memberikan hasil kadar air 9,78%, mendekati hasil pengukuran menggunakan oven yang diset pada suhu yang sama yaitu 9,7589%.

Tabel 14 Kadar Air rata-rata Tepung Tapioka Kadar Air (%)

Oven 105oC MA 100oC MA 105oC MA 110oC

Rata-rata 9,7589 9,59 9,78 10,12

Standar Deviasi 0,1302 0,0859 0,0909 0,0662

Koefisien Varian 1,33% 0,90% 0,93% 0,65%

Tabel 15 Perhitungan statistik dengan tes Dunnett untuk Tepung Tapioka Moisture analyzer vs oven Beda Mutlak

(|Yi-Yj|)

Nilai d

Dunnett Hasil MA 100oC vs Oven 105oC 0,167 0,105 Beda Nyata MA 105oC vs Oven 105oC 0,020 0,105 Tidak Nyata

MA 110oC vs Oven 105oC 0,368 0,105 Beda Nyata

Uji ANOVA yang dilanjutkan dengan uji post hoc menggunakan tes Dunnett seperti tampak pada tabel 15 dan Lampiran 5 (5.1), membuktikan bahwa pengukuran kadar air sampel tapioka menggunakan alat Moisture Analyzer yang diatur pada suhu 105oC secara statistik hasilnya tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran kadar air sampel tapioka yang diukur dengan oven 105oC. Oleh karena itu dapat disimpulkan untuk tepung tapioka, metoda pengukuran kadar air menggunakan Moisture Analyzer yang diatur pada suhu 105oC dapat menggantikan metoda oven konveksi yang selama ini digunakan sebagai metoda standar untuk pengukuran kadar air.

B.2. Maltodekstrin

Kadar air maltodekstrin diukur dengan alat Moisture Analyzer HB43-S pada tiga suhu yang berbeda (100, 105, 110oC) untuk mengetahui hasil kadar air mana yang mendekati hasil pengukuran dengan metode oven UM-400. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kadar air maltodekstrin yang diukur dengan alat Moisture Analyzer pada suhu 105 oC memberikan hasil kadar air 5,20% yang hasilnya mendekati dengan kadar air yang diukur dengan alat oven pada suhu yang sama yaitu 5.2055% seperti tampak pada Tabel 16.

Tabel 16 Kadar air rata-rata Maltodekstrin Kadar Air (%)

Oven 105oC MA 100oC MA 105oC MA 110oC

Rata-rata 5,2055 4,70 5,20 5,30

Standar Deviasi 0,0393 0,0993 0,0769 0,0538

Koefisien Varian 0,75% 2,11% 1,48% 1,02%

Tabel 17 Data hasil perhitungan statistik tes Dunnett untuk Maltodekstrin

Moisture analyzer vs oven

Beda Mutlak (|Yi-Yj|)

Nilai d Hasil MA 100oC vs Oven 105oC 0,353 0,096 Beda Nyata MA 105oC vs Oven 105oC 0,005 0,096 Tidak Nyata

MA 110oC vs Oven 105oC 0,093 0,096 Beda Nyata

Hasil perhitungan statistik dengan tes Dunnett pada Tabel 17 menunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar air dengan menggunakan Moisture Analyzer pada suhu 105oC memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan hasil dengan metode oven. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Moisture Analyzer pada suhu 105oC memberikan hasil yang mendekati hasil metode oven sehingga moisture HB43-S pada suhu 105oC dan dapat digunakan sebagai metode pengganti oven UM-400 untuk bahan baku maltodekstrin. Secara lengkap perhitungan statistik dengan tes Dunnett dapat dilihat di Lampiran 5 (5.2).

B.3. Laktosa

Menurut Andarwulan (2011), laktosa, sukrosa, dan maltosa merupakan senyawa disakarida yang juga merupakan senyawa polimer yang bersifat mengikat air, keberadaannya dalam sampel bahan pangan dapat menyebabkan air

sulit keluar dari sampel tersebut. Penggunaan suhu pemanasan yang cukup tinggi (suhu 70-100oC) dapat menyebabkan laktosa mengalami dekomposisi dan terurai menghasilkan senyawa yang bersifat volatil, sehingga hal ini dapat mempengaruhi data kadar air yang diperoleh.

Untuk menganalisis kadar air sampel bahan pangan yang mengandung gula khususnya fruktosa atau laktosa, AOAC (1984) merekomendasikan metoda LOD menggunakan oven vakum suhu 60-70oC. Metode pemanasan sebenarnya kurang sesuai digunakan untuk mengukur kadar air laktosa, karena sifatnya yang peka dan mudah terdekomposisi bila terkena panas. Kadar air bahan seperti ini akan lebih tepat bila diukur menggunakan metode Karl Fischer yang tidak membutuhkan pemanasan pada proses analisisnya. Berdasar kekhususan sifat yang dimilikinya, untuk laktosa dan produk bubuk perisa yang dibuat dari bahan ini metode Karl Fischerlah yang dijadikan sebagai metoda referensi analisis kadar air, bukan metoda oven konveksi. Pereaksi Karl Fischer sangat sensitif terhadap air sehingga metode ini dapat diaplikasikan untuk analisis kadar air bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang sangat rendah seperti produk minyak/lemak, gula, madu dan bahan kering.

Tabel 18 Kadar air laktosa diukur menggunakan beberapa jenis metode.

Water Content Kadar Air (%)

KF Oven 105oC MA 100oC MA 105oC MA 110oC

Rata-rata 5,39 0,0604 0,84 0,91 1,54

Standar Deviasi 0,1479 0,0067 0,1078 0,1593 0,2059 Koefisien Varian 2,75% 11,13% 12,78% 17,49% 13,41%

Hasil pengukuran kadar air dengan metode KF menggunakan autotitrator Mettler Toledo DL31 adalah 5,39% (Tabel 18), sangat jauh bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran menggunakan moisture analyzer dengan setting suhu 100, 105 dan 110oC ataupun oven konveksi suhu 105°C .

Karl Fischer merupakan metode yang sensitif yang dapat mendeteksi kelembaban apapun, bahkan dari lingkungan sekitarnya yang pengaruhnya harus dihilangkan sebanyak mungkin, itulah sebabnya mengapa kadar air hasil pengukuran menggunakan KF . Hal ini di perkuat dengan hasil pengujian statistik dengan menggunakan tes Dunnett (Tabel 19 dan Lampiran 5 bagian 5.3) dimana hasil

pengujian terhadap semua suhu pengukuran memberikan hasil berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa pengukuran kadar air dengan pemanasan bukanlah metode yang tepat untuk mengukur bahan tersebut dan tidak dapat menggantikan pengukuran dengan metode KF.

Tabel 19 Data hasil perhitungan statistik dengan tes Dunnett untuk Laktosa Metoda lain vs Karl

Fischer Beda Mutlak (|Yi-Yj|)

Nilai d Hasil Oven 105oC vs KF 5,326 0,166 Beda Nyata

MA 100oC vs KF 4,542 0,166 Beda Nyata MA 105oC vs KF 4,475 0,166 Beda Nyata MA 110oC vs KF 3,850 0,166 Beda Nyata