• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasio Pertumbuhan PAD

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai analisis keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Suprapto (2006) meneliti kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Sleman. Hasil penelitiannya secara umum menunjukkan bahwa tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Sleman tiap tahunnya masih sangat rendah, namun untuk perkembangan kemandiriannya setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup pesat. Efektivitas pendapatannya setiap tahun tergolong efektif, dan efisiensi pendapatannya setiap tahun tergolong efisien. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat kemandirian keuangan, efektifitas pendapatan dan efisiensi pendapatan Kabupaten Sleman untuk tahun-tahun mendatang akan

selalu mengalami peningkatan.

Sakti (2007)meneliti perkembangan kemampuan keuangan daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan analisa hasil perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio IKR, rasio keserasian, dan rasio pertumbuhan perkembangan keuangan di Kabupaten Sukoharjo disektor keuangan masih rendah.

Azhar (2008) meneliti kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum dan setelah otonomi daerah. Hasilnya secara umum menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan penting dalam pencapaian kinerja keuangan sebelum dan sesudah berlakunya otonomi daerah pada pemerintahan daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Kinerja keuangan yang diukur melalui desentralisasi fiskal dan tingkat kemampuan pembiayaan memiliki perbedaan-perbedaan, namun untuk tingkat efisiensi penggunaan anggaran tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Detisa (2009) meneliti kinerja keuangan pemerintah daerah dalam era otonomi khusus pada pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan-perbedaan penting dalam pencapaian kinerja keuangan pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada pada propinsi NAD sesudah otonomi khusus. Kinerja keuangan pada penelitian diukur dengan rasio-rasio keuangan. Hasilnya, pada rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian

keuangan daerah, dan rasio efektifitas dan efisiensi, kinerja keuangan pemerintahan kabupaten-kabupaten di propinsi NAD menunjukkan hasil yang belum stabil karena masih mengalami persentase yang naik turun terhadap hasil perhitungannya. Pada rasio aktivitas menunjukkan hasil yang kurang efektif karena dana yang dimiliki pemerintah masih diprioritaskan untuk belanja rutin daripada belanja pembangunan. Sedangkan pada rasio pertumbuhan menunjukkan kinerja yang kurang baik karena mengarah kepada tren yang negatif.

Adhiantoko (2013) meneliti kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio derajat desentralisasi fiskal dapat dikategorikan sangat kurang, kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah tergolong masih sangat rendah, kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio efektivitas PAD diketahui bahwa efektivitas keuangan DPPKAD Kabupaten Blora tahun 2009 dan 2010 berjalan tidak efektif, kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio efisinesi keuangan daerah diketahui bahwa rata-rata efisiensi keuangan daerah Kabupaten Blora tahun 2007 sampai dengan 2011 sebesar 99,61% atau dapat dikatakan kurang efisien, dan kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora jika dilihat dari rasio keserasian adalah menunjukkan bahwa pemerintah daerah

kurang memperhatikan pembangunan daerah karena belanja operasi masih sangat tinggi dibanding belanja modal.

Assadiqi (2014) meneliti kinerja keuangan Kabupaten Klaten. Hasilnya menunjukkan kinerja keuangan pendapatan daerahnya secara umum dapat dikatakan baik, meskipun tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat masih tinggi dan pemungutan pajak daerah masih belum efisien. Sedangkan hasil kinerja keuangan belanja daerahnya secara umum dapat dikatakan baik, tetapi dalam keserasian belanja belum terjadi keseimbangan antara belanja operasi dengan belanja modal

Beberapa penelitian terdahulu dengan hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Indikator Hasil Penelitian Suprapto

(2006)

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah

Daerah Kabupaten Sleman Dalam Masa Otonomi Daerah Tahun

2000-2004 Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi PAD Tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Sleman tiap tahunnya masih sangat rendah,

namun untuk perkembangan kemandiriannya setiap

tahun mengalami peningkatan yang cukup

pesat. Efektivitas pendapatannya setiap tahun tergolong efektif,

dan efisiensi pendapatannya setiap

tahun tergolong efisien. Hasil proyeksi kemandirian, efektifitas pendapatan, dan efisiensi pendapatan untuk tahun-tahun berikutnya akan selalu mengalami peningkatan. Sakti (2007) Analisis Perkembangan Kemampuan Keuangan Daerah dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo Rasio Kemandirian, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Indeks Kemampuan Rutin, Rasio Keserasian, Rasio Pertumbuhan Angka-angka rasio kemandirian keuangan daerah, rasio derajat desentralisasi fiskal, IKR, rasio keserasian, dan rasio pertumbuhan menunjukkan bahwa perkembangan sektor keuangan di Kabupaten Sukoharjo masih rendah Azhar (2008) Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah

Otonomi Daerah Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian, Rasio Efisiensi

Kinerja keuangan yang

diukur melalui desentralisasi fiskal dan

tingkat kemampuan pembiayaan memiliki perbedaan-perbedaan, namun untuk tingkat efisiensi penggunaan anggaran tidak memiliki

perbedaan yang signifikan Detisa (2009) Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah

Daerah dalam Era Otonomi Khusus Pada

Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian, Rasio Aktivitas, Rasio Efektivitas dan Efisiensi Angka-angka rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, dan rasio efektifitas dan efisiensi menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintahan

kabupaten-kabupaten di propinsi NAD belum stabil karena hasil perhitungannya naik turun setiap tahunnya.

Angka rasio aktivitas menunjukkan hasil yang kurang efektifsedangkan

angka rasio pertumbuhan

menunjukkan kinerja yang kurang baik karena mengarah kepada tren yang negatif

Adhiantoko (2013)

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora (Studi

Kasus pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan

dan Aset Daerah Kabupaten Blora Tahun 2007-2011) Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio Keserasian Kinerja keuangan DPPKAD Kabupaten Blora masih tergolong sangat rendah, tidak efektif, dan tidak efisien. Rasio derajat desentralisasi fiskal tergolong sangat kurang,rasio

kemandirian keuangan daerah masih tergolong dalam pola hubungan instruktif, penerimaan PAD efektif namun pengelolaannya kurang efisien, dan rasio keserasian menunjukkan bahwa pemerintah daerah kurang memperhatikan

pembangunan daerah karena belanja operasi masih sangat tinggi dibanding belanja modal. Assidiqi (2014) Analisis Kinerja Keuangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Klaten Tahun 2008-2012 Rasio Pertumbuhan, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi

kinerja keuangan dalam bidang pendapatan daerah secara umum dapat dikatakan baik, namun ketergantungan terhadap pemerintah pusat masih tinggi dan pemungutan pajak

Fiskal daerah masih belum efisien. Sedangkan hasil kinerja keuangan belanja daerahnya secara umum dapat dikatakan baik, tetapi dalam keserasian belanja belum terjadi keseimbangan antara belanja operasi dengan belanja modal.

Dokumen terkait