• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Tax efficience telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, namun menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Beberapa penelitian tersebut antara lain:

Kurniasih dan Sari (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh return on assets, leverage, corporate governance, ukuran perusahaan dan kompensasi rugi fiskal pada Tax efficience dengan menggunakan sampel 72 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2010. Dalam penelitian ini Tax efficience diukur dengan Cash Effective Tax Rates sedangkan corporate governance diukur menggunakan proksi komposisi komisaris independen dan keberadaan komite audit. Hasil penelitian menemukan bahwa Return on Assets (ROA), Ukuran Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Tax efficience, sedangkan Leverage dan Corporate Governance tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Tax efficience.

Budiman dan Setiyono (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh karakter eksekutif terhadap penghindaran pajak (Tax efficience). Dalam penelitian ini Tax efficience diukur dengan Cash Effective Tax Rates. penelitian ini menggunakan variable kontrol size, leverage, sales growth, dan NOL (net operating loss). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini 41 perusahaan Non-banking, Credit Agencies Other Than Bank, Securities, Insurance dan investasi

yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2010. Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan (uji F) maupun secara individual (uji t) menunjukkan bahwa dari kelima variabel independen (resiko perusahaan, size, leverage, sales growth, dan net operating loss) secara signifikan mampu mempengaruhi nilai penghindaran pajak (CASH ETR) perusahaan.

Annisa dan Kurniasih (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh corporate governance terhadap Tax efficience. Penelitian ini menggunakan variabel depanden Tax efficience yang diukur menggunakan book-tax gap dan variabel independen corporate governance yang diukur menggunakan kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris independen, dewan komisaris, komite audit dan kualitas audit. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2008. Hasil penelitian ini menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris independen dan dewan komisaris terhadap Tax efficience perusahaan. Kemudian terdapat pengaruh signifikan komite audit dan kualitas audit terhadap Tax efficience.

Sari dan Martani (2010) melakukan penelitian tentang karakteristik kepemilikan perusahaan, corporate governance dan tindakan pajak agresif, dengan sampel 40 perusahaan manufaktur yang listed di BEI tahun 2005-2008. Penelitian ini menggunakan variabel dependen Tax efficience (yang diukur dengan Effective Tax Rates, Cash Effective Tax Rates, Book-Tax Difference Manzon-Plesko dan Book-Tax Difference Desai-Dharmapala) dan 2 variabel independen (Family dan CG). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

keagresifan pajak perusahaan keluarga lebih tinggi dari pada perusahaan non-keluarga, pengaruh CG terhadap Tax efficience tidak terbukti secara signifikan, pengaruh CG terhadap hubungan kepemilikan keluarga dan Tax efficience juga tidak terbukti secara signifikan.

2.2 Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan).

Menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam Waluyo (2010:3) pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2009:1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum (Djajadiningrat, 2007).

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Suatu negara tidak akan mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, berdasarkan definisi-definisi yang telah dijelaskan diatas, terlihat adanya dua fungsi pajak menurut Waluyo (2010:6) yaitu:

1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

2) Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata untuk keperluan pemerintah di satu pihak, tetapi demi kepentingan rakyat banyak. Pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah, dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak merugikan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan syarat-syarat yang khusus untuk melakukannya agar seimbang antara masyarakat dan pemerintah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Adapun syarat-syarat pemungutan pajak seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2009:2) bahwa:

1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3) Tidak menggangu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Mardiasmo (2009:8) menyatakan bahwa sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sistem yaitu:

1) Official Assessment System

Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif dan utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri, wajib pajak pasif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan). Untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

Dokumen terkait