• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selama penulisan tinjauan pustaka, peneliti menemukan beberapa penelitian terkait. Hasil dari penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat penerapan petani atau penelitian terkait yang pernah dilakukan akan dipaparkan di bawah ini.

Menurut Irma dan Mamik (2014) dalam penelitiannya mengenai Persepsi Dan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Inovasi Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Desa Labu Kecamatan Puding Besar Kabupaten Bangka menunjukan bahwa Petani memiliki persepsi positif terhadap inovasi teknologi PTT padi sawah dan tingkat adopsi 48%.

Menurut Ishak dan Afrizon (2011) dalam penelitiannya mengenai Persepsi Dan Tingkat Adopsi Petani Padi Terhadap Penerapan System Of Rice Intensification (SRI) Di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma menunjukan bahwa dari penelitiannya terlihat bahwa seluruh petani di Desa Bukit Peninjauan I memiliki persepsi yang baik terhadap teknologi SRI, namun masih rendah dalam tingkat adopsi. Sebagian besar petani (69,23%) belum mengadopsi teknologi SRI sesuai anjuran.

Hajrah Lala (2012) dalam penelitiannya mengenai Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo (2:1) di Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar menyampaikan bahwa 1 tingkat adopsi teknologi jajar legowo 2 : 1 masuk dalam kategori rendah, yakni sebanyak 60,78 % petani responden. Faktor internal petani yang berhubungan nyata dengan tingkat adopsi teknologi jajar legowo 2 : 1 adalah : motivasi mengikuti teknologi jajar legowo 2 : 1, tingkat keuntungan relatif, tingkat kerumitan dan tingkat kemudahan untuk dicoba.

Menurut Ingriani, A. Kurniasih (2010) dalam penelitiannya mengenai Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Padi Organik di Kelurahan Manisa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan menyampaikan bahwa tingkat adopsi petani terhadap padi organik di Kelurahan Manisa masih tergolong rendah. Faktor internal yakni usia, tingkat pendidikan dan faktor Eksternal yakni intensitas penyuluhan dan sifat kekosmopolitan menunjukkan hubungan yang nyata dengan tingkat adopsi.

Menurut Desy (2010) dalam penelitiannya tentang Tingkat Adopsi Teknologi Program Prima Tani dan Penguatan Kelembagaan dengan PT Tri Sari Usahatani mengatakan bahwa tingkat adopsi padi hibrida Adirasa I di Desa Paleran Kecamatan Umbulsari berada pada tingkatan sedang. Faktor-faktor karakteristik petani yang berkorelasi dengan tingkat adopsi padi hibrida Adirasa I adalah pendidikan, pengalaman, luas lahan.

Menurut Romauli (2014) dalam penelitiannya tentang Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai menyampaikan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik di daerah penelitian tergolong tinggi dengan jumlah persentase 70 %. Ada hubungan antara pengalaman bertani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta berbagai pertimbangan keadaan lapangan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi

sistem tanam padi jajar legowo yaitu faktor umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan, status lahan, pengalaman usahatani, motivasi mengikuti teknologi, dan pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi, dan intensitas penyuluhan. C. Kerangka Pemikiran

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

Sistem jajar legowo sebagai inovasi baru belum tentu diterima oleh petani. Petani memerlukan pertimbangan-pertimbangan sebelum memutuskan menerima atau menolak inovasi tersebut. Penerapan inovasi tidak hanya tergantung pada inovasi yang ditawarkan tetapi lebih ditentukan oleh kesediaan petani dalam mengadospi inovasi. Seperti yang dikemukakan Mosher (1987), bahwa petani yang menentukan cara usahatani yang harus dilakukan sehingga harus

Petani Padi 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pengalaman Usahatani 4. Luas Lahan 5. Status Lahan

6. Motivasi Petani Mengikuti Teknologi

7. Pandangan Petani Terhadap Sifat–sifat Inovasi 8. Intensitas Penyuluhan

Teknologi Sistem Tanam Padi Jajar Legowo

1. Penyiapan lahan

2. Pembuatan Baris Tanam 3. Tanam

4. Pemupukan 5. Penyiangan

6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Penerapan 1. Sangat Rendah 2. Rendah 3. Sedang 4. Tinggi 5. Sangat Tinggi

mempelajari dan menerapkan metode baru yang diperlukan untuk membuat usahataninya produktif.

Mengacu pada tinjauan di atas dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka diduga bahwa karakteristik internal petani padi sawah berhubungan dengan tingkat adospi teknologi sistem tanam padi jajar legowo. Adapun faktor yang terpilih diduga mempengaruhi tingkat penerapan yaitu faktor umur, pendidikan, luas lahan, status lahan, pengalaman usahatani, motivasi mengikuti teknologi, dan pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi, dan intensitas penyuluhan.

Dalam penelitian faktor-faktor yng diduga akan mempengaruhi tingkat penerapan petani terhadap teknologi sistem tanam padi jajar legowo yang meliputi pembuatan baris tanam, tanam, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit.

26

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (1988), metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi gambaran/lukisan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

A. Penentuan Lokasi

Pemilihan/ penetapan lokasi pada penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu lokasi ditetapkan secara sengaja oleh peneliti didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu (Wirartha, 2006). Lokasi penelitian yaitu Gapoktan Sri Rejeki di Desa Gandrungmanis, Kecamatan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Gapoktan Sri Rejeki dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian besar petani anggota Gapoktan tersebut sudah menerapkan teknologi sistem tanam jajar legowo. Selain itu Gapoktan Sri Rejeki memiliki nilai unggul dibandingkan Gapoktan lain di kabupaten yang sama, yang merupakan Gapoktan terbaik se-Kabupaten Cilacap secara administrasi.

Gapoktan Sri Rejeki merupakan gabungan dari 7 kelompok tani yang berada di Desa Gandrungmanis. Berikut data anggota dari kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Sri rejeki:

Tabel 1. Jumlah Anggota Gapoktan Sri Rejeki

Kelompok Tani (Poktan) Anggota

Tani Makmur 115 Rukun Tani 105 Berkah Mulya 94 Ngudi Tuwuh 85 Catur Tani 120 Dewi Sri 94 Soka Makmur 124

Sumber: Data Primer Gapoktan Sri Rejeki Desa Gandrungmanis, 2016 B. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara purposive, yaitu secara sengaja atas dasar rekomendasi dari ketua Gapoktan sebanyak 50 petani. Ketua Gapoktan merekomendasi petani yang sduah menerapkan sistem tanam padi Jajar Legowo pada tiap Kelompok Tani di Gapoktan tersebut sesuai dengan jumlah petani yang dibutuhan. Jumlah responden yang diambil dari masing-masing kelompok tani ditentukan dengan menggunakan rumus :

ni = Keterangan;

ni : Jumlah sampel yang akan diambil dari masing-masing kelompok tani nk : Jumlah anggota kelompok tani

N : Total populasi sampel

n : Jumlah sampel yang telah dientukan

Berdasarkan rumus di atas maka didapat jumlah petani sampel yang diambil pada masing–masing kelompok tani yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Jumlah Responden Masing-masing Kelompok Tani dari Gapoktan Sri Rejeki di Desa Gandrungmanis Kecamatan Gandrungmangu Kabupaten Cilacap

No. Kelompok Tani

Jumlah Anggota (orang) Perhitungan Jumlah anggota x jumlah sampel Populasi Jumlah Sampel (orang) 1. Tani Makmur 115 115 x 50 737 8 2. Rukun Tani 105 10 x 50 737 7 3. Berkah Mulya 94 94 x 50 737 6 4. Ngudi Tuwuh 85 85 x 50 737 6 5. Catur Tani 120 120 x 50 737 8 6. Dewi Sri 94 94 x 50 737 6 7. Soka Makmur 124 124 x 50 737 9 Jumlah 737 50

Sumber: Data Primer Gapoktan Sri Rejeki Desa Gandrungmanis, 2016 C. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer yang dibutuhkan akan diperoleh melalui kuisioner dan wawancara langsung kepada sumber informasi yang terbaik yaitu petani anggota Gapoktan yang sudah menerapkan teknologi sistem tanam jajar legowo.

Sedangkan untuk data-data sekunder akan diperoleh dari instansi terkait meliputi Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian, Kantor Kepala Desa Gandrungmanis, serta dari penelusuran kepustakaan, internet dan literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

D. Asumsi dan Pembatasan Masalah Asumsi

1. Varietas padi yang ditanam oleh petani dalam penerapan teknologi sistem tanam jajar legowo dianggap sama.

Pembatasan Masalah

1. Penelitian dilakukan pada petani yang sudah menerapkan teknologi sistem tanam jajar legowo dan merupakan anggota Gapoktan Sri Rejeki di Desa Gandrungmanis, Kecamatan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan definisi operasional dan pengukuran variabel untuk menghindari kesalahan dan ketidak jelasan.

1. Sistem tanam padi Jajar Legowo adalah teknologi penanaman dalam upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong, yang bertujuan untuk menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.

2. Teknologi pertanian adalah penerapan ilmu pengetahuan atau perangkat modern dalam pelaksanaan mendayagunakan sumber daya alam serta sumber daya pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.

3. Adopsi merupakan penerapan atau penyerapan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru.

4. Umur merupakan usia petani responden pada saat dilakukan penelitian, yang dinyatakan dalam tahun, diukur dengan skala ordinal.

5. Pendidikan, yaitu tingkat pendidikan terakhir yang dicapai petani responden pada bangku sekolah atau lembaga pendidikan formal. Diukur dengan skala ordinal.

6. Pengalaman usahatani adalah lamanya responden terlibat langsung dalam berusahatani padi sawah. Klasifikasi pengalaman berusahatani responden ditetapkan berdasarkan pertimbangan jumlah tahun. Diukur dalam skala ordinal.

7. Luas lahan yaitu luas lahan petani yang digunakan untuk melakukan usaha budidaya padi yang menerapkan teknologi sistem tanam jajar legowo, dinyatakan dalam hektar. Diukur dalam skala ordinal.

8. Status lahan adalah terkait dengan kepemilikan lahan petani responden yang digunakan dalam usahatani yaitu milik sendiri atau bukan milik sendiri.

9. Motivasi petani dalam mengikuti teknologi adalah pernyataan petani yang mendorong dirinya mau menggunakan teknologi jajar legowo. Motivasi tersebut berasal dari dalam diri atau dari luar petani.

10. Pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi adalah bagaimana pendapat/pandangan petani mengenai teknologi jajar legowo dilihat dari inovasinya.

11. Intensitas penyuluhan merupakan tingkat keseringan kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh penyuluh setempat yang diikuti oleh petani.

Tabel 3. Variabel Tingkat Penerapan Teknologi

Indikator Standar Kriteria Skor

Penyiapan lahan 1. Pengolahan lahan menggunakan traktor atau ternak, dilakukan secara sempurna (2 kali bajak dan 1 kali garu) atau minimal satu kali bajak. Mampu menerapkan 3 standar penyiapan lahan 5

2. 2 minggu sebelum pengolahan tanah ditaburkan bahan organik. Mampu menerapkan 2 standar penyiapan lahan 4

3. Waktu pengolahan tanah 15-17 hari. Mampu menerapkan 1 standar penyiapan lahan 3 Melakukan standar penyiapan lahan dengan tidak benar 2 Tidak melakukan standar penyiapan lahan 1 Pembuatan baris tanam

1. Melakukan pembuangan air 1-2 hari sebelum pembuatan baris tanam. Mampu menerapkan 3 standar pembuatan baris tanam 5

2. Meratakan tanah sebaik mungkin. Mampu menerapkan 2 standar pembuatan baris tanam 4

3. Pembuatan garis tanam yang lurus dengan sesuai tipe jajar legowo menggunakan tali yang dibentang dari ujung ke ujung lain. Mampu menerapkan 1 standar pembuatan baris tanam 3 Melakukan standar pembuatan baris dengan tidak benar

Indikator Standar Kriteria Skor Tidak melakukan

standar pembuatan baris

1

Penanaman 1. Menggunakan benih yang bermutu dengan tingkat kecambah lebih dari 90%.

Mampu

menerapkan 4 standar

penanaman

5

2. Memilih benih yang baik dengan melakukan seleksi garam 3% maupun larutan ZA dengan perbandingan 3:1. Mampu menerapkan 3 standar penanaman 4

3.Menggunakan bibit padi muda kurang dari 21 hari.

Mampu

menerapkan 2-1 standar

penanaman

3

4. Menggunakan 1-3 bibit per lubang. Melakukan standar penanaman dengan tidak benar 2 Tidak melakukan tandar penanaman 1 Pemupukan 1. Melakukan pupuk berimbang. Mampu

menerapkan 4 standar

pemupukan

5

2. Melakukan pemupukan dengan cara tabur.

Mampu

menerapkan 3 standar

pemupukan

4

3. Posisi orang pada saat pemupukan berada pada barisan kosong legowo.

Mampu

menerapkan 2-1 standar

pemupukan

3

Pemupukan dilakukan dengan cara tabur ke kiri dan ke kanan agar lebih efisien.

Melakukan standar pemupukan dengan tidak benar 2 Tidak melakukan standar pemupukan 1

Indikator Standar Kriteria Skor Penyiangan 1. Penyiangan dilakukan

menggunakan landak/osrok. Mampu menerapkan 3 standar penyiangan 5 2.Melakukan penyiangan dengan cara satu arah.

Mampu menerapkan 2 standar penyiangan

4 3.Tidak melakukan

penyiangan pada jarak tanam dalam barisan 10-15 cm.

Mampu menerapkan 1 standar penyiangan

3

Melakukan standar penyiangan dengan tidak benar

2 Tidak melakukan standar penyiangan 1 Pengendalian hama dan penyakit 1. Melakukan pengendalian hama terpadu (PHT) dengan cara monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga penggunaan teknologi pengendalian dapat lebih tepat. Mampu menerapkan 3 standar pengendalian hama dan penyakit 5 2.Melakukan penyemprotan insektisida dalam pengendalian OPT pada seluruh bagian tanaman.

Mampu menerapkan 2 standar pengendalian hama dan penyakit

4

Penyemprotan

diarahkan ke kiri dan ke kanan agar lebih efisien.

Mampu menerapkan 1 standar pengendalian hama dan penyakit

3

Melakukan standar pengendalian hama dan penyakit dengan tidak benar

2

Tidak melakukan standar pengendalian hama dan penyakit

F. Teknik Analisis Data

Penelitian deskriptif termasuk salah satu jenis penelitian kategori penelitian kuantitatif. Layaknya suatu penelitian kuantitatif, kegiatan studi deskriptif meliputi pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, serta diakhiri dengan kesimpulan yang didasarkan penganalisisan data tersebut (Wiratha, 2006).

1. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi sistem tanam jajar legowo petani anggota Gapoktan Sri Rejeki dianalisis menggunakan analisis skor. Penerapan teknologi sistem tanam jajar legowo melalui beberapan tahapan yaitu (a) penyiapan lahan; (b) pembuatan baris tanam; (c) penanaman; (d) pemupukan; (e) penyiangan; (f) pengendalian hama dan penyakit. Analisis skor tiap tahapan penerapan yaitu dengan cara :

Interval = Skor Makasimal – Skor Minimal

∑ Kategori

= 5 - 1 4 = 0,8

Tabel 4. Pencapaian Skor Pada Tiap Tahapan Penerapan

Kriteria Pencapaian Skor

Sangat rendah 1,00 – 1,80 Rendah 1,81 – 2,60 Sedang 2,61 – 3,40 Tinggi 3,41 – 4,20 Sangat tinggi 4,21 – 5,00 Kisaran Skor 1,00 – 5,00

Analisi skor pada tingkat penerepan secara keseluruhan yaitu dengan cara seperti berikuk :

Interval = Skor Makasimal – Skor Minimal

∑ Kategori

= 30 - 6 5 = 4,8

Tabel 5. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Jajar Legowo Kategori Penerapan Teknologi Jajar Legowo Pencapaian Skor

Sangat Rendah 6,00 – 10,79 Rendah 10,80 – 15,59 Sedang 15,60 – 20,39 Tinggi 20,40 – 25,19 Sangat Tinggi 25,20 – 30,00 Kisaran Skor 6,00 – 30,00

2. Untuk mengetahui mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi sistem tanam padi jajar legowo oleh petani anggota Gapoktan Sri Rejeki, dengan menggunakan rumus korelasi Rank Spearman (rs). Rumus untuk menghitung koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut :

Keterangan :

rs = koefisien korelasi Rank Spearman N = banyaknya subyek

36

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Data monografi Desa Gandrungmanis (Tahun 2016, Semester 1) menunjukkan keadaan alam, keadaan penduduk, dan keadaan sarana perekonomian di Desa Gandrungmanis adalah sebagai berikut :

A. Keadaan Alam

1. Letak Geografis

Desa Gandrungmanis merupakan salah satu desa dari 14 desa yang ada di Kecamatan Gandrungmangu Kabupaten Cilacap yang terdiri dari, Desa Bulusari, Desa Cinangsi, Desa Cisumur, Desa Gandrungmangu, Desa Gintungreja, Desa Karanganyar, Desa Karanggintung, Desa Kertajaya, Desa Layansari, Desa Muktisari, Desa Rungkang, Desa Sidaurip, dan Desa Wringinharjo.

Jarak Desa Gandrungmanis dari Pusat Pemerintahan Kecamatan adalah 0,5 Km , jarak dari Pusat Pemerintahan Kota/Ibukota Kabupaten adalah 53 Km, dana jarak dari Ibukota Provinsi adalah 400 Km. Adapun batas-batas wilayah Desa Gandrungmanis sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Gandrungmangu Sebelah Selatan : Desa Layansari

Sebela Barat : Desa Bulusari Sebelah Timur : Desa Bantarsari

Luas wilayah Desa Gandrungmanis adalah 576,769 Ha. Jumlah penduduk yang ada di Desa Gandrungmanis sebanyak 8.316 jiwa dengan 2.097 kepala keluarga.

2. Keadaan Topografi

Desa Gandrungmanis memiliki keadaan topografi dataran rendah dengan ketinggian 10-15 m diatas permukaan air laut. Keadaan topografi tersebut dimanfaatkan pada sektor pertanian, yaitu berupa sawah, ladang dan perkebunan. Lahan yang digunakan untuk pemukiman dan sektor lain jauh lebih rendah. Maka dari itu lahan yang digunakan untuk sektor pertanian cukup besar.

3. Jenis Tanah

Jenis tanah yang ada di Desa Gandrungmanis termasuk ke dalam jenis tanah alluvial. Jenis tanah alluvial adalah jenis tanah yang terbentuk karena endapan yang biasa terjadi di daerah dataran rendah. Daerah endapan terjadi di sungai, danau, yang berada di dataran rendah, ataupu cekungan yang memungkinkan terjadinya endapan. Tanah jenis alluvial memiliki manfaat untuk lahan pemukiman dan lahan pertanian.

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Penduduk Desa Gandrungmanis berjumlah 8.316 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.097. Penduduk Desa Gandrungmanis terdiri dari 4.058 penduduk laki-laki dan 4.258 penduduk perempuan. Adapun jumlah

penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Gandrungmanis dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Gandrungmanis Tahun 2016

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 4.058 48,88

Perempuan 4.258 51,12

Jumlah 8.316 100,00

Sumber : Monografi Desa Gandrungmanis Tahun 2016

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Persentase penduduk perempuan 51,12% dan penduduk laki-laki 48,88%. Dengan melihat keadaan penduduk menurut jenis kelamin, Desa Gandrungmanis mempunyai perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan cukup berimbang.

Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui sex ratio disuatu wilayah, yaitu perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dengan rumus:

Sex Ratio = Jumlah Penduduk Laki-laki x 100 Jumlah Penduduk Perempuan

= 4.058 x 100 4.258

= 95,3

Hal ini berarti setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 94 orang penduduk laki-laki. Dalam hal ini maka jumlah perempuan memang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Perbandingan tersebut akan berdampak pada ketersediaan tenaga kerja laki-laki terutama tenaga kerja di bidang pertanian. Pembagian pekerjaan dalam bidang pertanian lebih banyak dikerjakan oleh laki-laki karena

dianggap memiliki tenaga lebih besar. Peran perempuan juga penting karena perempuan identik dengan ketelitian yang lebih baik dibanding laki-laki.

Apabila angka sex ratio jauh di bawah 100, dapat menimbulkan berbagai masalah, karena ini berarti di wilayah tersebut kekurangan penduduk laki-laki akibatnya antara lain kekurangan tenaga kerja laki-laki untuk melaksanakan pembangunan, atau masalah lain yang berhubungan dengan perkawinan. Hal ini dapat terjadi apabila suatu daerah banyak penduduk laki-laki meninggalkan daerah atau kematian banyak terjadi pada penduduk laki-laki. (Mantra dalam Dewandini, 2010).

2. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seseorang. Tingkat pendidikan dapat digunakan untuk melihat kemampuan seseorang, misalnya saja dalam menyerap berbagai pengetahuan. Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi merupakan sumberdaya yang potensial, dan akan lebih terbuka dalam menerima hal-hal baru. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dan dapat mengarahkan seseorang dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dan lebih menguntungkan bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan. Pada tabel 6 menunjukan bahwa penduduk Desa Gandrungmanis sebagian besar berada pada tingkat pendidikan SMA / Sederajat (30,26%). Jumlah penduduk Desa Gandrungmangu yang mengenyam pendidikan tingkat atas atau lebih dari program pemerintah wajib belajar sembilan tahun menurut tabel 7 dapat dikatakan cukup tinggi. Jumlah penduduk Desa Gandrungmanis pada tingkat

pendidikan SMP / Sederajat yang sesuai anjuran pemerintah wajib belajar sembilan tahun yaitu 24,19%, terbesar kedua setelah pada tingkat pendidikan SMA / Sederajat. Keadaan penduduk menurut tingat pendidikan di Desa Gadrungmanis dapat dilihat dari tabel 6 berikut:

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gandrungmanis Tahun 2016

No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

Orang (Jiwa) Persentase (%)

1 Belum Sekolah 1.251 15,61

2 SD /Sederajat 1.701 21,22

3 SMP / Sederajat 1.939 24,19

4 SMA / Sederajat 2.425 30,26

5 Akademi / D1-D3 384 4,79

6 Perguruan Tinggi / Sedrajat 315 3,93

Jumlah 8.015 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Gandrungmanis Tahun 2016

Dengan hal tersebut maka Penduduk Desa Gandrungmanis memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi cara berfikir masyarakat dalam menghadapi suatu masalah. Tingkat pendidikan yang tinggi juga akan mempengaruhi tingkat keterbukaan dan penerimaan hal-hal baru.

3. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Jumlah penduduk di Desa Gandrungmanis dapat dikelompokkan menurut kelompok umur. Jumlah penduduk di Desa Gandrungmanis menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 8:

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Gandrungmanis Tahun 2016

No Umur (Tahun)

Jumlah Penduduk

Orang (Jiwa) Persentase (%)

1 0 – 14 2.374 28,46

2 15 – 64 5.754 68,98

3 ≥ 65 213 2,56

Jumlah 8.341 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Gandrungmanis Tahun 2016

Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT). Berdasar Tabel 8 dapat dilihat besarnya jumlah penduduk di Desa Gandrungmanis tergolong dalam usia produktif (15-64 tahun) adalah sebesar 5.754 (68,98 5) dari keseluruhan jumlah penduduk. Penduduk yang tergolong dalam usia non produktif (0-14 tahun dan ≥

65 tahun) adalah sebesar 2.374 jiwa (28,46%) dan 213 jiwa (2,56%). Berdasar data jumlah penduduk usia produktif dan non produktif dapat dihitung ABTnya yaitu perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif, dengan rumus sebagai berikut:

ABT = Jumlah Penduduk Usia Non Produktif x 100 Jumlah Penduduk Usia Produktif

= 2.374+213 x 100 5.754

= 44,96

Dari perhitungan diatas diperoleh nilai ABT sebesar 44,96 artinya setiap 100 orang penduduk Desa Gandrungmanis berusia produktif menanggung 45 penduduk yang tidak produktif. ABT dikatakan tinggi apabila ABT lebih atau samadengan 50, sedangkan ABT dikatakan rendah apabila kurang dari 50.

Menurut Mantra dalam Dewandini (2010), tingginya ABT merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh golongan produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak produktif.

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Desa Gandrungmanis bermacam-macam atau bersifat heterogen. Penduduk Desa Gandrungmanis bekerja di berbagai sektor untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Desa Gandrungmanis dapat dilihat pada tabel 9. Sumber : Data Monografi Desa Gandrungmanis Tahun 2016

Bedasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Gandrungmanis memiliki beragam mata pencaharian. Mata pencaharian paling banyak adalah sebagai petani yaitu sebanyak 31,15% (1.169 orang). Mata pencaharian terbesar kedua penduduk Desa Gandrngmanis adalah wirasawasta/pedagang yaitu sebanyak 22,57% (847 orang).

Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Gandrungmanis Tahun 2016

No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

Orang (Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 1.169 31,15 2 Buruh Tani 540 14,39 3 Tukang 471 12,55 4 PNS, TNI, POLRI 111 2,96

Dokumen terkait