• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Penelitian Terdahulu

mengakibatkan rusaknya proses pengomposan. Pada suhu di atas 63°C, aktifitas mikoba mengalami penurunan dengan cepat karena suhu optimum termofilik telah dilampaui dan aktifitas mikroba akan terus menurun hingga suhu 72°C. Pada range suhu 52-60°C adalah sangat bagus untuk proses dekomposisi (Miller, 1992). Penurunan suhu yang terlalu tinggi pada pengomposan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan mengontrol ukuran dan bentuk sampah dan meningkatkan pendinginan dengan membolak-balikkan dan mengaduk kompos (Bernal et al., 2009).

 Kadar air

Kadar air optimum pada proses pengomposan aerobik adalah pada kisaran 50-60%. Kadar air dapat disesuaikan dengan mencampur komponen atau penambahan air. Apabila kadar air kompos di bawah 40% dapat mengakibatkan proses pengomposan berjalan lambat (Tchobanoglous et al., 1993).

2.3 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu berikut ini telah dilakukan untuk membuktikan bahwa co-composting tanah tercemar crude oil dengan bahan organik mampu menurunkan kadar hidrokarbon yang terkandung di dalamnya :

 Stefanoff dan Garcia (1995) mengemukakan Angkatan udara Amerika Serikat mencoba meremediasi tanah terkontaminasi hidrokarbon di Pangkalan Udara McClellan California dengan co-composting menggunakan sampah dapur. Hidrokarbon yang tersisihkan sebesar 90% selama 90 hari pengomposan.  Beaudin et al. (1996) mengemukakan kadar hidrokarbon

berkurang sampai 50% pada tanah tercemar minyak dengan proses co-composting menggunakan sampah kebun.

 Jorgensen et al. (2000) mengemukakan kadar hidrokarbon berkurang sampai 71% pada tanah tercemar crude oil dengan proses co-composting menggunakan sampah kulit kayu.

23

 Namkoong et al. (2002) mengemukakan kadar hidrokarbon berkurang sampai 99% pada co-composting tanah tercemar crude oil dengan kompos matang.

 Ma et al. (2003) mengemukakan PAH terdegradasi sampai 55,3% pada co-composting tanah tercemar crude oil dengan campuran sampah dapur, ranting, daun, dan kompos matang dengan perbandingan yang sama selama 42 hari.

 Van Gestel et al. (2003) mengemukakan penyisihan tanah terkontaminasi hidrokarbon dengan menggunakan campuran sampah sayur, buah, dan taman selama 12 minggu adalah sebesar 86%. Perbandingan campuran sampah organik dengan tanah adalah 9:1. Campuran sampah sayur, buah, dan taman digunakan karena campuran sampah sayur, buah, dan taman mempunyai C:N rasio sebesar 19:1 sedangkan C:N rasio yang menghasilkan konsentrasi hidrokarbon terkecil adalah 17:1.

 Atagana et al. (2003) mengatakan co-composting antara tanah terkontaminasi hidrokarbon dengan campuran pupuk dari kotoran sapi dan sampah sayur dapat menyisihkan lebih dari 90% hidrokarbon dari tanah.  Moretto et al. (2005) mengatakan PAH terdegradasi

sampai 68% pada co-composting tanah terkontaminasi jelaga dengan menggunakan campuran sampah kebun dan lumpur dari saluran air limbah selama 130 hari.  Antizar-Ladislao et al. (2005) mengatakan biodegradasi

PAH pada tanah terkontaminasi dari pertambangan gas alam mencapai 60,8% dengan co-composting menggunakan sampah kebun selama 2 bulan. Perbandingan komposisi tanah dengan sampah adalah 0,8:1.

 Atagana (2008) mengemukakan TPH terdegradasi sampai 67,8% pada co-composting tanah terkontaminasi TPH dengan menggunakan campuran lumpur dari saluran air limbah dan sampah kebun dengan perbandingan 50%:50% selama 2 bulan.

 Sayara et al. (2010) mengatakan degradasi PAH mencapai 40% pada co-composting tanah terkontaminasi

24

PAH dengan sampah rumah tangga dengan komposisi perbandingan 1:1 selama 30 hari pengomposan.

 Sayara et al. (2011) mengatakan degradasi PAH mencapai 89% pada co-composting tanah terkontaminasi dengan sampah rumah tangga dengan komposisi perbandingan 4:1 selama 30 hari pengomposan.

 Liu et al. (2011) mengemukakan kadar TPH berkurang sampai 80% pada co-composting tanah tercemar crude oil dengan sampah dapur selama 140 hari pengomposan.  Handrianto et al. (2012) mengatakan co-composting campuran kulit kacang tanah dan kotoran ternak dengan perbandingan 1:2 dengan tanah tercemar crude oil berpengaruh terhadap penurunan kadar TPH sebesar 66% selama 30 hari pengomposan.

 Hapsari dan Trihadiningrum (2014) mengemukakan bahwa co-composting limbah lumpur berminyak dan sampah basah rumah tangga serta kotoran ternak dengan komposisi 55%:45% mampu mereduksi polutan minyak sampai 72% selama 60 hari.

 Sinaga dan Trihadiningrum (2015) mengemukakan bahwa co-composting aerobik campuran tanah dan sampah kebun dengan komposisi 50%:50% mampu mereduksi PAHs sampai 40,88% selama 60 hari.

 Mizwar dan Trihadiningrum (2016) mengemukakan bahwa kondisi optimum co-composting untuk penyisihan PAHs pada tanah terkontaminasi batubara adalah pada kondisi aerobik karena prosesnya lebih cepat yaitu selama 120 hari dengan efisiensi penyisihan sebesar 71,88%.

2.4 Gambaran Umum Pertambangan Minyak Bumi

Rakyat Wonocolo, Bojonegoro

Pertambangan minyak bumi rakyat Wonocolo adalah salah satu pertambangan minyak bumi tradisional yang dikelola rakyat di Kabupaten Bojonegoro. Desa Wonocolo terletak di Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro. Secara geografis terletak di perbatasan antara provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Wilayah perbukitan mendominasi Desa Wonocolo. Desa ini mempunyai suhu udara yang rendah dan dikelilingi area hutan

25

yang di sekelilingnya sudah hampir gundul, ada beberapa pepohonan kecil yang belum lama direboisasi. Sebelah Timur Wonocolo berbatasan dengan Desa Banyu Urip. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ngantru, sebelah barat berbatasan dengan Desa Kedewan, dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kali Gede. Luas wilayah Desa Wonocolo ± 140 km². Dihuni oleh 460 kepala keluarga atau 1913 jiwa (Naumi dan Trilaksana, 2015). Kondisi kawasan pertambangan minyak bumi rakyat di Wonocolo, Bojonegoro dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Latar belakang penambangan minyak tradisional adalah karena di Desa Wonocolo terdapat banyak sumur tua peninggalan Belanda yang dimanfaatkan kembali pada tahun 1970an karena terjadi kenaikan harga minyak yang tinggi sehingga kegiatan penambangan minyak itu secara ekonomis akan menguntungkan. Proses kegiatan penambangan tersebut awalnya dilakukan secara tradisional, namun setelah tahun 1980-an menggunak1980-an teknologi baru deng1980-an mengggunak1980-an mesin diesel dan mobil bekas untuk menggerakkan pompa minyak. Secara ekonomis kegiatan penambangan minyak kurang menguntungkan masyarakat penambang, karena sistem pembagian yang kurang adil dan harga yang relatif murah. Namun dibandingkan dengan usaha pertanian tetap lebih menguntungkan. Dampak negatif dari usaha penambangan adalah adanya konflik horizontal antar warga dan pencemaran lingkungan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah (Naumi dan Trilaksana, 2015). Pada kawasan pertambangan minyak bumi rakyat Wonocolo terdapat sejumlah 44 sumur dengan kapasitas produksi 25.771 L/hari (Handrianto et al., 2012).

26

27

Dokumen terkait