• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Utama

Dalam dokumen KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN PATIN (Halaman 29-34)

Tingkat kelangsungan hidup (SR) selama pengangkutan dengan waktu 8 jam menunjukkan bahwa pada akhir pengangkutan tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap derajat kelangsungan hidup dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup selama pengangkutan benih ikan patin diperoleh tidak adanya kematian ikan hingga jam ke-5 sampai jam ke-7. Hal ini dikarenakan kualitas media pengangkutan masih mendukung untuk kehidupan benih ikan patin. Kematian ikan mulai terjadi dari jam ke-5 jam ke-8.

Media transportasi yang tidak menggunakan penambahan garam mengakibatkan tingginya tingkat metabolisme sehingga kualitas air semakin menurun seperti konsumsi oksigen yang tinggi, serta karbondioksida dan amoniak meningkat karena ikan mengalami stres selama transportasi dan tidak terlepas dari pengaruh suhu. Suhu sangat penting karena mempengaruhi variabel kualitas air yang lain (Jensen 1990).

Ikan bersifat poikilothermal, maka suhu air dilingkungannya sangat penting untuk proses fisiologis. Suhu yang meningkat akan meningkatkan proses biokimia yang terjadi pada tubuh ikan. Sebaliknya, saat terjadi penurunan suhu, maka proses metabolisme dalam tubuh ikan mengalami penurunan. Setelah dilakukan pengangkutan benih ikan selama 8 jam, suhu media pengangkutan relatif sama pada semua perlakuan. Suhu pengangkutan pada selama 8 jam berkisar 25-27,1 oC. Suhu media pengangkutan selama perlakuan masih dalam batas kisaran suhu optimum benih ikan patin. Peningkatan suhu yang terjadi tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup ikan karena menurut Stickney (1979), secara umum fluktuasi suhu yang membahayakan ikan adalah 50C dalam waktu 1

17 jam. Hal ini tidak terjadi selama penelitian berlangsung. Fluktuasi suhu harian hanya berkisar dari 1–20C selama 24 jam.

Tingginya kelangsungan hidup benih ikan patin pada perlakuan 2 ppt dan 3 ppt diduga disebabkan karena adanya penambahan larutan garam pada media air transportasi. Pada konsentrasi garam dalam darah dan media mendekati keseimbangan osmotik (isoosmotik), benih ikan patin tidak membutuhkan energi yang banyak untuk metabolisme. Selain itu pemberian garam yang optimal dapat mengurangi tingkat stres. Piper et al. (1982) menyatakan bahwa penambahan garam dapat mengurangi stres dengan mengurangi kerja osmotik ikan. Penambahan garam kedalam media pengangkutan dapat mengurangi mortalitas ikan yang diangkut. Hal ini terlihat pada hasil pengamatan perlakuan 0 ppt (tidak ditambahkan garam) kualitas air dari kandungan DO yang rendah dan kandungan CO2 yang tinggi.

Hasil pengukuran DO media pengangkutan menunjukan bahwa konsentrasi DO media terus mengalami penurunan pada semua perlakuan bersamaan dengan bertambahnya waktu pengangkutan. Kandungan DO media pengangkutan pada jam ke-8 berkisar antara 4,78±0,45-5,67±0,36 mg/ℓ. Namun demikian, yang masih layak untuk pengangkutan benih ikan patin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pescod (1973), konsentrasi DO yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2 mg/ℓ. Selain itu Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa konsentrasi DO di bawah 2 mg/ℓ dapat menyebabkan kematian sebagian besar ikan pada transportasi sistem tertutup.

Saat ikan bernafas akan menghasilkan karbondioksida (CO2) sebagai hasil dari buangan metabolisme ikan. Konsentrasi CO2 pada media pengangkutan benih ikan patin semakin lama semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pengangkutan. Konsentasi CO2 tertinggi terdapat pada perlakuan 0 ppt yaitu pada jam ke-8 sebesar 13,02±0,04 mg/ℓ dan nilai konsentrasi CO2 terendah terdapat pada perlakuan 3 ppt sebesar 10,52±0,01 mg/ℓ. Menurut Berka (1986), nilai-nilai kritis untuk karbondioksida selama transportasi dalam sistem tertutup bergantung pada spesies, namun bervariasi antara 40 mg/ℓ untuk spesies ikan daerah bermusim dan sampai dengan 140 mg/ℓ untuk spesies ikan tropis. Konsentrasi CO2 yang dihasilkan dari semua perlakuan dengan waktu pengangkutan selama 8

18 jam masih dapat ditoleransi oleh benih ikan patin. Wedemeyer (1996) merekomendasikan bahwa selama transportasi konsentrasi CO2 dipertahankan di bawah 30-40 mg L-1. Swann (1993) menyatakan bahwa penambahan garam dapat meringankan stres dan menjaga keseimbangan antara konsentrasi cairan tubuh dan lingkungan. Hal ini disebabkan ikan yang stres akan membutuhkan oksigen dalam jumlah yang banyak untuk pernafasan sehingga CO2 sebagai hasil pernafasan tersebut meningkat.

Peningkatan konsentrasi CO2 berhubungan erat dengan nilai pH. Pada media pengangkutan semua perlakuan mengalami penurunan pH yaitu pada jam ke-8 berkisar pada 6,3-6,5. Nilai pH optimum yang digunakan untuk transportasi ikan berkisar 7-8 (Berka 1986). Penurunan pH dikarenakan konsentrasi CO2 yang tinggi. Berka (1986) menyatakan bahwa nilai pH air dapat dijadikan kontrol karena berhubungan langsung dengan konsentrasi NH3 dan CO2. Selanjutnya dikatakan apabila terjadi penurunan pH air maka akan terjadi peningkatan H+ didalam air, sehingga NH3-N dapat berubah menjadi NH4+. Pada pH rendah, sebagian besar amonia akan terurai menjadi ion NH4+ dan menghasilkan efek toksik rendah. Pada hasil pengamatan konsentrasi NH3 mengalami penurunan selama proses pengangkutan.

Konsentrasi NH3 pada tiap perlakuan berkisar antara 0,001-0,003 mg/ℓ dan masih dapat ditoleransi oleh benih ikan patin. Berka (1986) menyatakan bahwa amoniak dengan konsentrasi 0,6 mg/ℓ bersifat toksik dan dapat membunuh ikan dalam beberapa hari, sedangkan konsentrasi 0,06 mg/ℓ dapat menyebabkan kerusakan pada insang dan ginjal, penurunan pertumbuhan, kerusakan otak dan mengurangi kapasitas penyerapan oksigen oleh ikan.

Kemudian pada pemeliharaan selama tiga hari pascatransportasi menghasilkan nilai SR tertinggi pada benih ikan patin hasil perlakuan penambahan larutan garam 3 ppt sebesar 96,33%. Kematian yang tinggi pada perlakuan 0 ppt sebesar 10% dengan nilai SR 90%. Kematian yang tinggi diduga karena pada perlakuan 0 ppt tidak diberikan larutan garam sehingga tingkat stres transportasi tinggi dengan meningkatnya tingkat metabolisme. Pengaruh akibat stres ini masih berlanjut selama pemeliharaan pascatransportasi.

19 Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi proses fisiologi ikan, termasuk didalamnya proses metabolisme dan osmoregulasi. Kematian yang berkaitan secara langsung dengan stres pada transportasi mungkin terjadi karena gangguan pada ion dalam darah (McDonald & Milligan 1997). Karena kondisi ini, prosedur umum untuk transportasi ikan air tawar adalah dengan menambahkan garam ke dalam air transportasinya. Tingkat kerja osmotik yang rendah menunjukkan bahwa antara osmolaritas cairan tubuh dan media mendekati ideal atau isoosmotik sehingga energi yang digunakan untuk osmoregulasi semakin sedikit. Hatting et al. (1975) menyatakan setiap jenis ikan mempunyai toleransi yang terhadap salinitas, sehingga disarankan pemberian 3-7 gram/ℓ untuk meningkatkan kesehatan dalam beberapa spesies selama transportasi.

Pada Tabel 5 diketahui perbandingan biaya transportasi yang paling efisien adalah perlakuan 3 ppt dengan biaya transportasi Rp 10,00/ekor dengan keuntungan tertinggi sebesar Rp 9.477.555,00. Hal ini disebabkan pada perlakuan 3 ppt memiliki nilai SR tertinggi, sehingga keuntungan semakin tinggi dibandingkan perlakuan 0, 1 dan 2 ppt. Harga dasar biaya produksi paling rendah diperoleh pada perlakuan 3 ppt sebesar Rp 75,00/ekor (Lampiran 12). Harga pokok penjualan digunakan untuk mengetahui keuntungan. Ada dua manfaat dari harga pokok penjualan yaitu sebagai patokan untuk menentukan harga jual dan untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Apabila harga jual lebih besar dari harga pokok penjualan maka akan diperoleh laba, dan sebaliknya apabila harga jual lebih rendah dari harga pokok penjualan akan diperoleh kerugian (Dikmenkum, 2009). Penambahan garam 3 ppt dapat dikatakan sebagai produksi yang maksimal. Menurut Effendi (2004), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang tinggi.

20

IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan penambahan garam sebanyak 3 ppt kedalam media pengangkutan benih ikan patin memberikan derajat kelangsungan hidup (SR) sebesar 98,17% selama proses pengangkutan dan SR pemeliharaan pasca pengangkutan selama tiga hari memiliki nilai SR tertinggi, yaitu sebesar 98,30%. Dengan demikian penambahan garam optimal kedalam media pengangkutan dengan kepadatan 600 ekor/ℓiter bagi pengangkutan benih ikan patin ukuran 1 inci menggunakan sistem tertutup adalah sebanyak 3 ppt, dengan keuntungan setiap 1 kali pengiriman Rp 9.477.555,00 (peningkatan keuntungan sebesar 38,2% dari perlakuan 0 ppt) dan biaya pokok transportasi terendah sebesar Rp 75,00/ekor.

4.2 Saran

Disarankan untuk pengepakan sistem tertutup ikan patin ukuran 1 inci dengan kepadatan 600 ekor/liter menggunakan media bersalinitas 3 ppt. Selain itu juga disarankan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan media bersalinitas yang lebih tinggi dan juga penambahan zeolit dan karbon aktif pada media pengangkutan dengan kepadatan 600 ekor/liter.

21

Dalam dokumen KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN PATIN (Halaman 29-34)

Dokumen terkait