• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.2 TAHAPAN PENELITIAN

3.2.2 Penelitian Utama

Penelitian utama merupakan uji in vivo menggunakan hewan percobaan yaitu tikus albino

ratsSprague Dawley yang dipesan dari Pusat Satwa Primata IPB. Tikus percobaan yang dipergunakan

sebanyak 70 ekor dan selama pemeliharaan, tikus-tikus percobaan ditempatkan di dalam kandang Laboratorium Hewan SEAFAST Center IPB seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kandang pemeliharaan tikus percobaan SEAFAST Center IPB

Beberapa parameter akan dianalisis melalui uji in vivo, seperti pengukuran

berat badan tikus setiap tiga hari sekali, pengukuran kadar air feses, penghitungan sel

limfosit, analisis malonaldehida (MDA), dan analisis SOD. Sistematika penelitian

utama ini dipaparkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Sistematika penelitian utama.

Keterangan : Cekok Yogurt

H(-3)

Adaptasi

T0

Cekok EPEC 107 cfu/ml

H (0)

H (7)

H(14)

H (21)

T1

T2

T3

T0 = Terminasi awal 5 ekor tikus

T1 = Terminasi hari ke-7 (5 ekor tikus setiap kelompok, total 20 tikus) T2 = Terminasi hari ke-14 (5 ekor tikus setiap kelompok, total 20 tikus) T3 = Terminasi hari ke-21 (5 ekor tikus tiap kelompok, total 25 tikus)

3.2.2.1 Perlakuan pada Tikus Percobaan

Perlakuan pada tikus percobaan dijelaskan pada Tabel 2. Jumlah populasi EPEC yang diberikan yaitu sebanyak 107 cfu/ml. Hal ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa dosis 105 – 1010 sel EPEC dapat menyebabkan diare (Sussman 1997).

Tabel 2. Perlakuan pada tikus percobaan

Kelompok Perlakuan

1 Tikus kontrol negatif yaitu tikus yang hanya diberikan ransum standar dan diberikan akuades secara oral menggunakan sonde

2 Tikus yang diberikan ransum standar dengan diiringi pemberian yogurt sinbiotik terpilih sebanyak 1 ml (109 cfu BAL/ml) secara oral menggunakan sonde mulai hari ke-1 sampai hari ke-21

3 Tikus yang diberikan ransum standar dengan diiringi pemberian yogurt sinbiotik terpilih sebanyak 1 ml (109 cfu BAL/ml) secara oral menggunakan sonde mulai hari ke-1 sampai hari ke-21, diselingi dengan infeksi EPEC (107 cfu/ml) pada hari ke-8 sampai ke-14 secara oral menggunakan sonde.

4 Tikus yang hanya diberikan ransum standar dan infeksi EPEC (108 cfu/ml) sebanyak 1 ml per hari selama 7 hari (hari ke-8 sampai ke-14) tanpa pemberian yogurt.

5 Tikus yang diberikan ransum standar disertai yogurt prebiotik konvensional (109 cfu/ml) selama 21 hari.

Probiotik yang dicekok pada tikus kelompok yogurt sinbiotik dan yogurt sinbiotik+EPEC sebanyak 109cfu/ml karena kecukupan jumlah sel hidup atau “therapeutic minimum” yang harus

dikonsumsi secara regular agar probiotik dapat memberikan efek kesehatan kepada konsumen sebaiknya lebih dari 100 g per hari bio-yogurt yang mengandung lebih dari 106 cfu/ml (Rybka & Kailasapathy 1995 di dalam Hattingh & Viljoen 2001). Gambar 3 menunjukkan cara pencekokan yogurt maupun EPEC pada tikus.

18

3.2.2.2 Pembuatan ransum standar AOAC (1995)

Pembuatan ransum standar mengikuti metode AOAC (1995) dengan komposisi gizi kasein yang digunakan (Lampiran 9). Tabel 3 memperlihatkan komposisi ransum standar yang diberikan pada semua tikus percobaan.

Tabel 3. Penentuan ransum percobaan (AOAC 1995)

3.2.2.3 Penimbangan Berat Badan Tikus

Penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap tiga hari sekali dengan menggunakan timbangan yang terdapat di Laboratorium Hewan SEAFAST Center. Penimbangan dilakukan hingga hari ke-21.

3.2.2.4 Pengukuran Kadar Air Feses Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan kering diambil dengan penjepit dan ditimbang berat awalnya. Sampel feses kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang sudah ditimbang berat awalnya dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105ºC selama 3 jam. Cawan yang berisi sampel yang telah dikeringkan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air feses tikus dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (g/100 g bahan basah) = (1)

Keterangan :

W = bobot sampel sebelum dikeringkan (g) W1= bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2= bobot cawan kosong (g)

Komponen Sumber Jumlah Perhitungan (%) Komposi

si (g)

Protein Protein kasein 10% 11. 8698

Lemak Minyak jagung 8% 7.8694

Mineral Campuran mineral 5% 4.7863

Vitamin Campuran vitamin 1% 1 % 1

Serat Carboxymethylcellulose

(CMC) 1%

1

Air Air 5% 3.6231

Pati Maizena (pati jagung) %

Sisanya 100 – (lainnya)

3.2.2.5 Perhitungan Sel Limfosit

Dalam penelitian ini, sel limfosit diekstrak dari organ limpa tikus. Tikus percobaan diterminasi dengan cara dislokasi cervicalis dan dibedah untuk diambil organ limpanya secara steril. Limpa dicuci dengan menggunakan phosphate buffer saline (PBS) steril, selanjutnya dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi 5 ml RPMI-1640 steril dalam keadaan dingin. Limpa digerus sehingga diperoleh sel limfosit.

Setelah digerus, limfe dimasukkan ke dalam tabung sentrifus steril dan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet sel diberi 2 ml NH4Cl 0.85 % steril untuk melisis sel-sel darah merah selama dua menit dan segera ditambahkan 3 ml RPMI- 1640. Suspensi sel kembali disentrifus 1750 rpm selama 10 menit. Endapan mengandung sel limfosit, sedangkan supernatan dibuang dengan menggunakan pipet Pasteur. Endapan sel limfosit dicuci kembali dengan RPMI-1640 dan diencerkan dengan 2 ml RPMI-1640. Endapan tersebut selanjutnya dihitung jumlah sel yang hidupnya dengan bantuan pewarna tryphan blue dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 50 l campuran ditempatkan dalam hemasitometer. Penghitungan dilakukan dengan perbesaran mikroskop 400 kali. Sel yang hidup tidak berwarna dan secara visual dinding selnya tampak kompak. Sedangkan sel yang mati terlihat berwarna biru karena membran sel telah rusak sehingga dinding sel terlihat keriput.

Jumlah sel yang hidup dihitung pada area dua kotak besar yang masing-masing terdiri dari 16 kotak kecil. Sel yang terhitung merupakan proliferasi limfosit mencit secara in vivo. Proliferasi sel limfosit dihitung dengan rumus:

(2)

3.2.2.6 Analisis Kadar MDA Hati dan Ginjal Tikus Percobaan

(Prangdimutri et al. 2009)

Sebanyak 1.25 g hati atau 0.25 g ginjal segar dicacah pada kondisi dingin dalam 2.5 ml larutan PBS (phosphate buffer saline) yang mengandung 11.5 g/L KCl. Homogenat disentrifugasi dua kali pada 4,000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 1 ml supernatan yang diperoleh ditambah 4 ml HCl dingin (0.25 N) yang mengandung 15% TCA, 0.38% TBA, dan 0.5% BHT. Campuran dipanaskan pada suhu 80ºC selama 1 jam. Setelah dingin, campuran disentrifugasi pada 3,500 rpm selama 10 menit. Absorbansi supernatan diukur pada panjang gelombang ( ) 532 nm. Sebagai larutan standar digunakan TEP (tetraetoksi propana). Perhitungan dan kurva standar TEP dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2.2.7 Analisis Aktivitas SOD Hati dan Ginjal Tikus

(Misra dan Fredovich 1972)

Sampel hati dihancurkan dan diekstraksi dengan buffer fosfat pH 7, dengan perbandingan 1:10. Hasil ekstraksi disentrifus dengan kecepatan 3,000 rpm selama 10 menit dalam keadaan dingin.

Jumlah sel/ml = jumlah sel yang hidup x fp x 104, fp =2 2

20 Sebanyak 1 ml homogenat hati ditambahkan dengan 1.6 ml campuran kloroform dan etanol 96% dengan perbandingan 3:5. Selanjutnya homogenat hati tersebut divorteks 1 menit dan disentrifus pada 3000 rpm selama 10 menit pada 4ºC. Supernatan disimpan pada suhu -15ºC hingga siap dianalisis.

Pengukuran serapan dilakukan dengan cara memasukkan 2800 l buffer natrium karbonat pH 10.2 (Lampiran 2), 100 l sampel yaitu supernatan yang mengandung SOD dan 100 l larutan epinefrin ke dalam tabung reaksi. Serapan dibaca pada panjang gelombang 480 nm pada menit ke 1, 2, 3, dan 4 setelah penambahan epinefrin 0.003 M. Sebagai faktor pengoreksi atau blanko digunakan campuran HCl dan air bebas ion.

Larutan tanpa sampel yaitu larutan yang diberi pereaksi seperti pereaksi sampel, namun sampel diganti air bebas ion, lalu diukur absorbansinya. Pembuatan larutan tanpa sampel ini dilakukan dengan menambahkan 2,800 l buffer natrium karbonat konsentrasi 0.05 M dan memiliki pH 10.2 dituang pada tabung reaksi kemudian ditambahkam dengan 100 l larutan epinefrin yang memiliki konsentrasi 0.003 M, dan 100 l air bebas ion. Serapan diukur setelah penambahan epinefrin pada panjang gelombang 480 nm.

Perhitungan aktivitas SOD dinyatakan dengan satuan unit/mg protein dengan cara mengukur % hambatan:

% hambatan = (3)

Kemudian nilai % hambatan ini dikonversikan dalam kurva standar SOD di mana % hambatan (sumbu Y) dan aktivitas SOD dalam unit/mg protein (sumbu X) telah diketahui. Cara pengambilan organ pada tikus percobaan diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Cara pengambilan organ tikus percobaan

Dokumen terkait