• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan data yang ada, maka setiap atribut diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pembangunan yang bersangkutan. Skor ini menunjukkan skala dari nilai yang “buruk” sampai pada nilai ”baik”. Nilai “buruk” mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi pengembangan pertanian berkelanjutan. Sebaliknya nilai “baik” mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Di antara dua ekstrem nilai ini terdapat satu atau lebih nilai antara tergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut.

Jumlah peringkat pada setiap atribut akan ditentukan oleh tersedia tidaknya literatur yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah peringkat. Sebagai contoh untuk menentukan tingkat pemanfataan limbah ternak sapi potong masih belum jelas kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan, oleh karena itu akan ditentukan berdasarkan “scientific judgement” dari pembuat skor. Dalam penelitian ini dibuat empat peringkat yaitu tidak dimanfaatkan, sedikit dimanfaatkan, sebagian besar dimanfaatkan, dan seluruhnya dimanfaatkan. Pada dimensi ekonomi, misalnya atribut kelayakan finansial terdiri dari empat peringkat yaitu: sangat layak, layak, impas, dan tidak layak. Pada Tabel 2 disajikan atribut-atribut dan skor yang akan digunakan untuk menilai keberlanjutan pengembangan pertanian usaha tani pola CLS pada setiap dimensi.

Tabel 2. Atribut dan Skor Keberlanjutan Usaha tani Pola CLS di Kabupaten Sragen.

Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan

I. Dimensi ekologi 1. Kesesuaian lahan untuk

padi

0; 1; 2;3 3 0 (0) tanah tidak sesuai; (1) kurang sesuai S3; (2) sesuai S2; (3) sangat sesuai S1

2. Tingkat pemanfaatan lahan untuk padi

0; 1; 2;3 0 3 (3) melebihi kapasitas; (2) tinggi (1) sedang; (0) rendah

pestisida rendah 4. Pemanfaatan limbah ternak

sapi untuk pupuk kandang

0; 1; 2; 3 3 0 (0) tidk dimanfaatkan; (1) sebagian kecil dimanfaatkan; (2) sebagian besar dimanfaatkan; (3) seluruhnya dimanfaatkan

5. Pemanfaatan limbah jerami untuk pakan ternak sapi

0; 1; 2; 3 3 0 (0) tidak dimanfaatkan; (1) sebagian kecil dimanfaatkan; (2) sebagian besar dimanfaatkan; (3) seluruhnya dimanfaatkan

6. Sistem Pemeliharaan ternak sapi

0; 1; 2; 3 0 3 (3) >50 % diumbar/liar; (2) 25 % -50% diumbar/liar (1) 10%-25 % diumbar/liar; (0) <10% yang diumbar/liar

7. Kepadatan ternak (ekor ternak/ 1000 orang)

0; 1; 2; 3 3 0 Mengacu pada APWPPP Deptan: (0) sangat padat (300-500); (1) padat (100-300); (2) sedang (50- 100); (3) jarang (<50)

8. Ketersediaan Rumah Potong Hewan (RPH)

0; 1; 2; 3 3 0 Mengacu pada Ditjen Peternakan; (0) tidak ada, (1) type C; (2) type B; (3) type A

9. Pemotongan sapi betina produktif

0; 1; 2; 3 0 3 (3 > 50%; (2) 25 - <50%; (1) 10 - < 25%; (0) < 10%;

II. Dimensi Ekonomi 1. Kelayakan finansial dan

ekonomi

0; 1; 2; 3 3 0 Mengacu analisis kelayakan: (0) rugi/tidak layak; (1) impas/kembali modal; (2) untung/layak; (3) sangat untung/layak

2. Kontribusi terhadap PDRB 0; 1; 2;3 3 0 (0) tidak ada, (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi 3. Rata-rata penghasilan

petani CLS relatif dibanding non CLS

0; 1; 2; 3 3 0 (0) di bawah ; (1) sama; (2) lebih tinggi; (3) jauh lebih tinggi

4. Rata-rata penghasilan petani CLS relatif terhadap UMR (upah minimum regional) Jawa Tengah.

0; 1; 2; 3 3 0 (0) di bawah; (1) sama; (2) lebih tinggi; (3) jauh lebih tinggi

5. Lembaga keuangan (bank/kredit)

0; 1; 2 ; 3

3 0 (0) tidak ada; (1) ada tapi menjangkau sebagian kecil petani; (2) ada dan menjangkau sebagai besar petani; (3) menjangkau seluruh petani 6. Transfer keuntungan 0; 1; 2;3 3 0 (0) sebagian besar dinikmati penduduk luar

daerah; (1) seimbang antara penduduk lokal dengan penduduk luar daerah; (2) sebagian besar penduduk lokal; (3) seluruhnya penduduk lokal; 7. Besarnya pasar 0; 1; 2;3 3 0 (0) pasar lokal; (1) pasar provinsi, (2) pasar

nasional; (3) pasar internasional

8. Besarnya subsidi 0; 1; 2; 3 0 3 (3) mutlak 100% subsidi; (2) besar; (1) sedikit; (0) tidak ada subsidi

III. Dimensi Sosial- Budaya

1. Sosialisasi pekerjaan (individual atau kelompok)

0; 1; 2;3 3 0 (0) pekerjaan dilakukan secara individual; (1) kerjasama satu keluarga; (2) sebagian kerjasama kelompok; (3) seluruhnya kerjasama kelompok 2. Jumlah rumah tangga petani

CLS

0; 1; 2;3 3 0 (0) <10%; (1) 10-25%; (2) 25-50%; (3) >50%dari total jumlah rumah tangga di Sragen

3. Pengetahuan terhadap lingkungan

0; 1; 2;3 3 0 (0) tidak ada (1) sedikit; (2) cukup; (3) banyak/luas 4. Frekwensi konflik 0; 1; 2;3 3 0 (0) banyak/sering; (1) ada sedikit; (2) jarang sekali;

(3) tidak ada 5. Persepsi/peran masyarakat

dalam usaha tani CLS

0; 1; 2; 3 3 0 (0) negatif; (1) netral; (2) positif; (3) sangat positif 6. Frekwensi penyuluhan dan

pelatihan

0; 1; 2; 3 3 0 (0) tidak pernah ada; (1) sekali dalam 5 tahun; (2) sekali dalam setahun; (3) dua kali atau lebih dalam setahun

7. Kelembagaan/Kelompok tani 0; 1; 2; 3 3 0 (0) <25% punya; (1) 25-50% punya; (2) 50-75% punya; (3) >75% punya

8. Kelembagaan/badan usaha/jasa di bidang input dan output

0; 1; 2; 3 3 0 Badan usaha/jasa (perusahaan, kios, KUD): (0) ada tapi semuanya belum dapat diakses petani; (1) ada, tapi hanya sebagian kecil yang dapat diakses; (2) sebagian besar dapat diakses; (3) semuanya dapat diakses

9. Lembaga layanan pemerintah (layanan

0; 1; 2; 3 3 0 Kelembagaan pemerintah: memberi akses penyuluhan, pengolahan dan pemasaran produk:

penyuluhan, teknologi, informasi saprodi, informasi pengolahan dan pemasaran hasil)

(0) ada tapi semuanya belum dapat diakses petani; (1) hanya sebagian kecil yang dapat diakses; (2) sebagian besar dapat diakses; (3) semuanya dapat diakses.

Jika diperhatikan pada Tabel 2, pembuatan peringkat disusun berdasarkan urutan terkecil ke nilai terbesar baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan berdasarkan urutan nilai dari yang terburuk ke nilai yang terbaik. Untuk selanjutnya nilai skor dari masing- masing atribut dianalisis secara multidisiplin untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan usaha tani pola CLS yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “baik” (“good’) dan titik “buruk”(“bad”). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi.

D. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahapan penentuan atribut usaha tani pola CLS secara berkelanjutan yang mencakup tiga dimensi (dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya), tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan pada setiap dimensi, analisis ordinasi “Rap-CLS” yang berbasis metode “Multidimensional Scaling” (MDS), penyusunan indeks dan status keberlanjutan yang dikaji.

Proses ordinasi Rap-CLS ini menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2001). Perangkat lunak Rapfish ini merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebaikan posisi (flipping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini maka posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk” diberi nilai skor 0% dan titik ekstrem “baik” diberi skor nila 100%. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Sragen. Ilustrasi hasil ordinasi yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dari sistem yang dikaji disajikan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Usaha tani Pola CLS di Kabupaten Sragen sebesar 71 %.

Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut, misalnya dimensi ekologi. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dlam bentuk diagram disajikan pada Gambar 5.

Ekonomi

100%

0%

Sosial Budaya Ekologi

100% 100%

Gambar 5. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Setiap Dimensi Usaha tani Pola CLS di Kabupaten Sragen.

Skala indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS mempunyai selang 0%-100%, jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari 50% (>50%) maka sistem tersebut sustainable, dan sebaliknya jika kurang atau sama dengan 50% (•50% ) maka sistem tersebut belum sustainable. Namun demikian dalam penelitian ini penulis mencoba membuat empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar tersebut yaitu:

Skala Indek 75% - 100% Kategori: baik Skala Indek 50% - 75% Kategori: cukup Skala Indek 25% - 50% Kategori: kurang

Skala Indek 0% - 25% Kategori: buruk

Untuk selanjutnya indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS ini akan disebut sebagai IkB-CLS, yang merupakan singkatan dari Indeks Keberlanjutan Usaha tani Pola CLS.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap IkB-CLS di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan “root mean square” (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu-x atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut dalam pembentukan nilai IkB-CLS pada skala sustainabilitas atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam keberlanjutan usaha tani pola CLS di lokasi penelitian. Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinsi usaha tani pola CLS digunakan analisis “Monte Carlo”. Menurut Kavanagh (2001) dan Fauzi dan Anna (2002) analisis “Monte Carlo” juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut ini.

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut;

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda;

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi);

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing date);

5.

Tingginya nilai “stress’ hasil analisis Rap-CLS menggunakan metode MDS maksimal 25%. Tahapan dengan aplikasi Rapfish disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tahapan Analisis Rap-CLS Menggunakan MDS dengan Aplikasi Modifikasi Rapfish.

3.2.4. Analisis Prospektif

A. Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara diskusi, wawancara, pengisian kuesioner, dan pengamatan langsung terhadap usaha tani pola CLS di lokasi penelitian. Dipilih expert/pakar yang mewakili pemerintah daerah (dinas pertanian dan ketahanan pangan), perguruan tinggi, KTNA, petani, swasta. Teknik pengambilan contoh dalam rangka menggali informasi dan pengetahuannya (akuisisi pendapat pakar) ditentukan/dipilih secara sengaja (purposive sampling). Dasar pertimbangan dalam penentuan atau pemilihan pakar untuk dijadikan sebagai responden menggunakan kriteria keberadaan dan kesediaan menjadi responden, memiliki reputasi dan kedudukan, kredibel dan memiliki pengalaman di bidangnya. Jenis data primer berupa data sosial- ekonomi, tujuan sistem, identifikasi faktor strategis, tingkat kepentingan faktro strategis, perumusan skenario sistem dan prioritas jenis kegiatan.

Mulai

Kondisi Usaha tani pola CLS saat ini

Penetuan Atribut sebagai Kriteria Penilaian

Penilaian (skor) setiap dimensi