• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.4. Metode Analisi Data

3.4.3. Penentuan Harga Bayangan Input dan Output

Dalam penelitian ini ada dua jenis harga yang digunakan yaitu harga privat atau harga aktual dan harga bayangan atau harga sosial. Menurut Gittinger (1986) harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan. Dalam pasar bersaing, biaya oportunitas suatu barang akan menjadi harga bayangan barang tersebut. Akan tetapi sulit untuk menetukan harga oportunitas suatu barang.

Perhitungan harga bayangan menurut Gittinger (1986) dapat dilakukan dengan mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum dan lain-lain. Penentuan harga bayangan untuk barang tradable, harga input dan output didekati dengan menggunakan harga FOB

(Free on Board) untuk barang yang diekspor dan harga CIF (Cost Insurance

Freight) untuk barang yang diimpor.

a. Harga Bayangan Output

Untuk usaha penggemukan outputnya adalah daging, sedangkan untuk usaha pembibitan outputnya adalah sapi bakalan. Harga bayangan output sapi potong baik (daging/sapi bakalan) menggunakan adalah harga CIF (Cost

Insurance Freight) ditambah dengan biaya pengapalan dan biaya tataniaga.. Harga

CIF digunakan karena komoditas daging sapi merupakan salah satu output yang diimpor. Harga CIF daging sapi di Indonesia adalah sebesar US$ 4,62 per kilogram dikalikan nilai SER pada tahun 2011 Rp 8 765, ditambah biaya tataniaga sebesar Rp 6 074,15 per kilogram, sehingga harga paritas daging ditingkat petani sebesar Rp 46 568,45 per kilogram.

Harga bayangan yang digunakan untuk output patin juga harga CIF (Cost

Insurance Freight) ditambah dengan biaya pengapalan dan biaya tataniaga. Hal

ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sampai akhir tahun 2011 Indonesia masih mengimpor patin dari Vietnam. Harga FOB ikan patin di Vietnam adalah US$.1.000 per ton. Harga CIF Indonesia ditambah dengan Freight & Insurance 10 persen. Harga CIF dikalikan dengan harga bayangan nilai tukar tahun 2011 serta ditambah dengan biaya tataniaga akhirnya harga paritas ikan patin ditingkat petani menjadi Rp 9 978,35 per kilogram

b. Harga Bayangan Bibit Patin

Harga bayangan bibit patin didekati dengan harga aktualnya. Hal ini disebabkan bibit yang digunakan adalah bibit lokal yang didatangkan dari Bogor. Harga bibit patin rata-rata di lokasi penelitian adalah Rp.400 per ekor.

c. Harga Bayangan Bakalan Sapi Potong

Sumber bibit atau bakalan sapi diperoleh dari hasil persilangan sapi impor dan lokal. Untuk itu harga bayangan bibit diasumsikan 50 persen terdiri dari komponen tradable dan 50 persen terdiri dari komponen domestik. Untuk komponen domestik diasumsikan harga bayangan sama dengan harga pasarnya (harga di lokasi usaha). Sedangkan untuk komponen tradable yang berasal dari impor digunakan harga CIF ditambah dengan biaya transportasi dan tataniaga lainnya. Harga CIF sapi bakalan sebesar US$ 2,7 per kilogram, biaya tataniaga sampai ketingkat petani adalah sebesar Rp 2 000 per kilogram, sehingga harga paritas ditingkat petani adalah sebesar Rp 28 032,05 per kilogram.

d. Harga Bayangan Pakan

Harga bayangan pakan patin berupa pelet berdasarkan harga privat di lokasi penelitian. Hal ini didasari asumsi bahwa border price hanya pada komponen atau bahan baku pembuatan pelet yaitu tepung ikan sehingga sulit menentukan harga bayangan berdasarkan border price bahan baku. Oleh karena itu, harga bayangan pakan diperoleh dari harga finansial dikurangkan dengan PPN sebesar 10%. Sedangkan pakan alternatif hanya berdasarkan harga privat saja.

Pakan untuk sapi potong berupa hijauan dan ampas tahu dapat digolongkan sebagai komponen non tradable, maka harga bayangannya diasumsikan sama dengan harga pasar, dimana didekati dengan harga konsentrat (dedak dan ampas tahu) yang berlaku di daerah penelitian. Untuk harga hijauan didekati dengan harga ditingkat petani yang menggambarkan harga biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan hijauan (didekati dengan hasil perkalian antara jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menyediakan hijauan dengan harga bayangan tenaga kerja tiap satuan atau total hijauan). Sedangkan bahan makanan seperti suplemen dan mineral didekati dengan CIF ditambah dengan biaya tataniaga sampai di tempat penelitian.

e. Harga Bayangan Obat-obatan

Harga dunia obat-obatan dalam perikanan tidak ada, oleh karena itu penentuan harga bayangan hormon dan obat-obatan didekati dengan harga finansial. Perhitungannya yaitu harga finansial dikurangkan dengan PPN sebesar 10%.

Harga bayangan untuk obat-obatan untuk sapi potong walaupun sudah diproduksi di dalam negeri namun sebagian bahan bakunya masih diimpor, maka perhitungan harga bayangannya dari harga aktual dikurangi PPN. Biaya obat-obatan terdiri dari input tradable dan non tradable, dimana karena sebagian besar bahan bakunya adalah impor, maka ditetapkan 80 persen dihitung sebagai komponen tradable dan 20 persen sebagai komponen non tradable, seperti yang dilakukan oleh Adnyana et al. (1997).

f. Harga Bayangan Garam

Indonesia masih mengimpor garam pada tahun 2011 maka harga bayangan yang digunakan adalah border price yaitu sebesar US$ 51,63 per ton. Kemudian ditambah dengan Freight dan Insurance 10 persen, dikalikan dengan SER dan ditambah dengan biaya tataniaga sehingga menghasilkan harga bayangan garam sebesar Rp 782,13 per kilogram. Tiap bungkus garam berbobot 2,5 kg sehingga harga perbungkus yaitu Rp 1.955.

g. Harga Bayangan Pupuk Urea

Harga bayangan pupuk urea dalam penelitian ini menggunakan harga paritas ekspor, karena Indonesia mengekspor pupuk urea ke negara lain. Penentuan harga bayangan pupuk urea berdasarkan pada harga FOB urea rata-rata di Black Sea tahun 2011 sebesar US$ 420,96 per ton. Nilai tersebut ditambah dengan Freight

and Insurance 15 persen atau sebesar US$ 63,14 per ton, sehingga rata-rata harga

bayangan pupuk urea adalah sebesar Rp.3945,09 per kilogram.

h. Harga Bayangan Perlengkapan dan Peralatan

Harga bayangan untuk peralatan digunakan adalah harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati pasar persaingan sempurna.

i. Harga Bayangan Tenaga Kerja

Menurut Pearson and Gotsch (2005), menyatakan bahwa peneliti tidak banyak menemukan divergensi yang mempengaruhi pasar tenaga kerja di Indonesia. Hal ini disebabkan karena ketentuan upah minimum tidak berlaku di sector pertanian. Menurut Gittinger (1986), tenaga kerja di pedesaan umumnya bukan merupakan tenaga ahli dan kenyataan masih adanya pengangguran. Sehingga dalam penelitian ini pengukuran harga bayangan tenaga kerja menggunakan pendekatan produk marginal dimana produk marginal sebenarnya masih dapat ditingkatkan, sehingga tingkat upah bayangan diduga lebih rendah dari upah aktual.

Tingkat upah bayangan baik untuk usaha budidaya patin maupun usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Indragiri Hulu adalah tingkat upah aktual dikali persentase penduduk yang bekerja. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indragiri Hulu, jumlah pengangguran pada tahun 2011 adalah sebesar 7 persen. Harga bayangan tenaga kerja adalah harga upah aktual dikali jumlah penduduk yang bekerja yaitu sebesar 93 persen

j. Harga Bayangan Nilai Tukar

Harga bayangan nilai tukar uang adalah harga uang domestik dalam kaitannya dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang pada kondisi persaingan sempurna (Suryana, 1980). Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan nilai tukar uang dapat dihitung menggunakan Standard Conversion Factor (SCF) sebagai faktor koreksi terhadap nilai tukar resmi yang berlaku.

Squire dan Van Der Tak (1982) dalam Gittinger (1986) menggunakan formula sebagai berikut :

SERt = OERt SCFt

Dimana :

SERt : Nilai Tukar Bayangan (Rp/US$) OERt : Nilai Tukar Resmi (Rp/US$)

Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :

SCFt = Xt + Mt

(Xt – Txt) + (Mt + Tmt) Dimana,

SCFt : Faktor konversi standar untuk tahun ke-t Xt : Nilai ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp) Mt : Nilai impor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)

Txt : Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t (Rp) Tmt : Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t (Rp) Perhitungan SER tahun 2011 berdasarkan data dari Bank Indonesia dan BPS (Badan Pusat Statistik). Dimana total nilai ekpor Indonesia (Xt) pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 1.785.229,8 milyar, nilai impor Indonesia (Mt) Rp 1.554.489,3 milyar, penerimaan pemerintah dari pajak ekspor (Txt) Rp 25.439 milyar, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor (Tmt) sebesar Rp 21.501 milyar. Nilai tukar resmi rata-rata mata uang Rupiah terhadap US Dollar pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 8.775 per US Dollar. Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai faktor konversi standar pada tahun 2011 adalah sebesar 1,001 sehingga diperoleh nilai tukar bayangan mata uang Rupiah terhadap US Dollar (SER) sebesar Rp.8765 per US Dollar.

k. Harga Bayangan Kandang dan Peralatan

Dalam penelitian ini sebagian besar bahan bangunan kandang dan peralatan merupakan hasil produksi domestik, maka harga bayangan kandang dan peralatan sama dengan harga privat yang dihitung berdasarkan nilai penyusutannya.

l. Harga Bayangan Bahan Bakar Minyak

Harga bayangan BBM ditentukan dari harga di tingkat bunker yaitu harga sebelum subsidi yang diperoleh dari Pertamina. Pada tahun 2011 harga bensin adalah Rp 9.050 per liter.

Dokumen terkait