• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6. Penentuan Kadar Unsur Hara Makro

2.6.1. Penentuan Nitrogen

Cara ini terutama penting dalam penentuan kadar protein. Pada dasarnya, bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Disini nitrogen diubah menjadi ion amonium. Pada tahap berikutnya, larutan ditambah basa kuat sehingga bereaksi basa lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dengan HCl baku yang tertentu jumlahnya untuk mengikat NH3. Destilat dititrasi dengan NaOH baku untuk menentukan kelebihan asam.

Reaksi – reaksi :

X + oksidator NH4+ + CO2 + H2O + lain – lain (destruksi) NH4+ + OH- NH3 + H2O (destilasi)

NH3 + HCl NH4Cl (penampungan) NH4Cl + NaOH NaCl + NH4OH (titrasi)

Atau :

NH3 + H3BO3 NH4BO2 (penampungan)

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut – turut sebagai berikut : 5,95; 5,71; dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.

Tabel 2.6.1. Faktor yang Digunakan untuk Konversi Nitrogen menjadi Protein

Komoditi Faktor konversi untuk protein dalam tabel komposisi bahan

Faktor koreksi dari harga protein menjadi

“protein kasar“ Beras ( semua jenis )

Gandum biji Tepung Produk Kacang tanah Kacang kedelai Kelapa

Susu ( semua jenis ) / keju

Makanan lain (umum)

5,95 5,83 5,70 5,70 5,46 5,71 5,30 6,38 6,25 1,05 1,07 1,10 1,10 1,14 1,09 1,18 0,98 1,0

Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula – mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro ( Sudarmadji, 1992 ).

2.6.2. Penentuan C – Organik

Material organik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan, dan organisme tanah, baik yang telah mengalami dekomposisi maupun yang sedang mengalami dekomposisi. Material organik tanah yang tidak terdekomposisi menjadi humus yang berwarna coklat sampai hitam dan bersifat koloidal. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O7 2-yang diberikan secara berlebihan. Reaksi ini terjadi karena adanya energi 2-yang dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+ direduksi oleh C – Organik menjadi warna hijau dari Cr3+ (Nurdin, M. S., 2002 ).

Teknik penetapan C – Organik yang paling standart adalah oksidasi bahan organik oleh dikromat yang mana metode ini sering disebut Metode Walkey Black. Dalam prosedurnya kalium dikromat ( K2Cr2O7 ) dan asam sulfat pekat (H2SO4) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam posfat ( H3PO4 ) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi.

Persamaan reaksi :

2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+ 4Cr3+ + 3 CO2 + 8H2O

Prosedur Walkey Black ini sangat luas digunakan, sederhana, cepat, dan tidak memerlukan peralatan yang yang mahal ( Zimmerman, 1997 ).

2.6.3. Penentuan Posfor

Ada beberapa metode analisis kuantitatif fosfor, yaitu : 1. Metode asam askorbat

Asam askorbat merupakan salah satu pereduksi yang dapat menghasilkan senyawa kompleks berwarna. Dalam metode asam askorbat, ammonium molibdat bereaksi dalam medium asam dengan fosfor membentuk kompleks fosfomolibdat berwarna kuning yang akan direduksi menjadi kompleks biru-molibdem (molybdenum blue) oleh asam askorbat yang mempunyai panjang gelombang absorbansi maksimum

itu, metode ini lebih sederhana, cepat dan akurat. Akan tetapi reagen yang digunakan kurang stabil (Bernhart, 1954).

2. Metode SnCl2 (Deniges methods)

SnCl2 merupakan salah satu pereduksi yang mempunyai kesensitifan besar, tetapi pereaksi ini kurang stabil dan harus digunakan dalam keadaan baru. Dalam metode ini, SnCl2 bereaksi dengan ammonium molibdat membentuk kompleks berwarna biru yang mengabsorpsi maksimum cahaya pada panjang gelombang 690 nm. Kepekatan warna yang dihasilkan tergantung pada proporsi reagen yang ditambahkan, temperatur dan waktu reaksi. Metode ini terganggu oleh silikat dan arsenit (positif) sedangkan arsenat, fluorida, thorium, bismut, sulfida, tiosianat (negatif). Warna yang terbentuk lebih stabil dibandingkan dengan metode asam askorbat (Abbott, 1963).

3. Metode Vanadat

Fosfor bereaksi dengan vanadat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Pencampuran pereaksi vanadat dan molibdat harus dilakukan beberapa hari sebelum digunakan karena sangat cenderung untuk mengendap. Bahan-bahan organik yang turut tercampur harus terlebih dahulu dihilangkan agar tidak mengganggu warna yang dihasilkan menggunakan pereaksi pengoksidasi (The Tintometer, 1967) .

4. Metode Hidroquinon-molibdat

Salah satu pereduksi yang paling klasik adalah hidrouinon yang pada saat sekarang ini kurang dianggap penting, namun masih digunakan dalam Association of Official Analytical chemistry (AOAC). Pada metode ini ammonium molibdat direaksikan dengan larutan fosfor membentuk ammonium fosfomolibdat berwarna kuning, kemudian direduksi dengan hidroquinon menjadi senyawa kompleks berwarna biru (molydenum blue). Waktu tunggu untuk pembentukan warna maksimum adalah selama 5 menit.

5. Metode molibdat-metol (Tschopp ,s method)

Metol (β-methylamino phenol sulphate) salah satu pereduksi yang cukup stabil dengan harga yang murah. Dalam metode ini, bila sampel mengandung NO3- lebih

dari 1 mg boleh digunakan Comparator, dan jika lebih dari 3 mg harus menggunakan pereaksi Neshler. Metode ini 500 kali kurang sensitif terhadap silika dibanding fosfat. Selain itu reaksi arsenit dan fosfor akan memberi warna yang hampir sama sehingga arsenit perlu dihilangkan dengan penambahan H2S, diikuti penyaringan dan penguapan. Komponen lain seperti gula, laktat, citrat, tartarat, oksalat dan garam-garam organik lainnya akan menekan intensitas warna yang dihasilkan sehingga semua komponen tersebut juga harus dihilangkan terlebih dahulu.

6. Metode amino-naftol-asam sulfonat

Metode ini didasarkan atas modifikasidari fisk dan prosedur Subbarow. Fosfor anorganik direaksikan dengan ammonium molibdat, selanjutnya direduksi dengan amino-naftol-asam sulfonat sehingga dihasilkan kompleks berwarna biru.Metode ini pada umumnya kurang sensitif. Waktu reaksi yang diperlukan untuk pengembangan warna adalah 15 menit (Snell, 1984).

7. Metode Valin Vanadomolibdat Tablet

Metode ini telah disederhanakan dengan menggunakan pereaksi dalam bentuk tablet. Sama halnya seperti vanadat, kompleks yang dihasilkan berwarna kuning (The Tintometer, 1967).

2.6.4. Penentuan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom dimana atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti lebih banyak memperoleh energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2002).

Berdasarkan proses atomisasi, maka metode spektrofotometri serapan atom dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

Dokumen terkait