• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KEMATIAN BATANG OTAK

Dalam dokumen sop hcu (Halaman 74-109)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001

Pengertian Mati batang otak suatu keadaan jaringan otak rusak sedemikianberatnya sehingga fungsi vitalnya rusak ireversibel dan tidak lagi tergantung pada keadaan jantung.

Tujuan Untuk menyamakan penilaian / diagnosis kematian batang otak

Kebijakan Diagnosis kematian batang otak harus melalui prosedur yangditetapkan

Prosedur 1. Hakekatnya seseorang telah meninggal jika batang

otaknya sudah mati. Oleh karena itu penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan hanya melakukan pemeriksaan terhadap fungsi batang otak saja.

2. Untuk mengetahui fungsi batang otak perlu dilakukan

pemeriksaan terhadap :

a) Respon terhadap sekitar ( perintah,

rangsangan, gerak, dan sebagainya )

b) Gerakan otot dan postur dengan catatan bahwa

pasien tidak dalam sedang berada dibawah pengaruh obat pelemas otot

c) Reflek pupil

d) Reflek komea

e) Respon motorik syaraf kranial terhadap

rangsangan

f) Reflek menelan atau batuk jika tuba

endotrakeal didorong kebawah

g) Reflek vestibulo okuler bila air es dimasukkan

kedalam telinga

h) Napas spontan jika respirator dilepas dalam waktu cukup ( ± 10 menit ) sehingga PCO2 melebihi 50 torr

3. Pemeriksaan tersebut pada ayat 2 baru boleh

dilakukan paling sedikit 6 jam setelah onset apneu dan koma. 4. Jika hasil dari pemeriksaan tersebut pada ayat 2

negatif maka diagnosis kematian batang otak belum dapat ditegakkan sebelum dilakukan pemeriksaan yang kedua untuk

kepentingan konfirmasi, sehingga karenanya pasien harus tetap dianggap masih hidup dan diperlakukan sebagaimana layaknya.

5. Pemeriksaan yang kedua untuk kepentingan

konfirmasi tersebut diatas baru boleh dilakukan paling cepat 2 jam setelah pemeriksaan pertama

6. Jika pemeriksaan yang kedua juga menunjukkan hasil

yang negatif maka diagnosis kematian batang otak dapat ditegakkan dan selanjutnya pasien dinyatakan meninggal serta dibuat surat kematiannya

7. Pemeriksaan angiografi dan EEG tidak diperlukan, tetapi dokter dapat melakukannya jika merasa ragu terhadap hasil perneriksaan seperti tersebut di atas

8. Dalam hal pasien meninggal ( dinyatakan meninggal )

maka segala macam peralatan penunjang kehidupannya harus dicabut, kecuali pasien dipersiapkan menjadi donor cadaver.

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PENGELOLAAN KETOASIDOSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001

Pengertian Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kegawatan penyakit metabolik dan

endokrin sebagai komplikasi Diabetes Mellrtus tipe I karena difisiensi insulin yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta dijumpai adanya hiperlikemia, ketosis dan asidosis.

Tujuan Sebagai upaya menekan angka kematian akibat KAD sampai 2%

Kebijakan Penanganan KAD mesti dilaksanakan sesuai urutan serta pengelolaan yang

benar untuk menghindari kefatalan akibat kesalahan prosedur

Prosedur 5. Diagnosa

Anamnesia : Poliuria, polidipsi dan polifagi. Pernapasan cepat dan dalam

(Kussmaul), napas bau aseton, berat badan menurun , syok atau koma, nyeri perut, malaise, Dehidrasi berat tetapi poliuria. Faktor presipitasi : terlambat diagnosis, infeksi, trauma, komplikasi lain.

Pemeriksaan : gejala asidosis, dehidrasi dengan/tanpa syok bahkan koma Penunjang : gula darah, urinasila, BGA, elektrolit darah, keton darah,

darah tepi langkap, fungsi ginjal, kultur darah, urin dan twiggorok, x foto dada

Kriteria diagnosis : gula darah > 300 mg%, asidosis metabolik (pH<7,3 :

HCO3<15 mEq/1) dan ketosis 6. Tata Laksana :

Indikasi rawat PICU ; pH < 7,0: umur < 2 tahun; tidak sadar : GDS > 1000 mg% atau kondisi lain yang memerlukan perawatan di PICU. Selain itu pasien dirawat di HND.

Pokok-pokok terapi adalah : 1. Terapi cairan

2. Insulin

3. Koreksi gangguan elektrolit 4. Penanganan infeksi

Terapi

a. Manajemen airway dan breathing

Jika perlu penderita dilakukan intubasi dan pemakaian ventilator mekanik RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 PENGELOLAAN KETOASIDOSIS

Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001 Terapi cairan dan elektrolit

Bila syok infuse RL, NaCl atau koloid sesuai protap syok Rehidrasi Cara perhitungan kebutuhan cairan pada KAD :

1. Tentukan derajat dehidrasi ...%A

2. Tentukan defisit cairan A x BB ( kg x

1000=Bml

3. Tentukan kebutuhan rumatan / 48 jam C ml

4. Tentukan kebutuhan total dalam 48 jam B + C = D ml

5. Tentukan dalam tetesan per jam D/48 = ... ml/jam

Contoh : anak LPB Im2-BB 30 kg dehidrasi 10%, lama terapi 36 jam

I jam I 500cc NaCl 0,9% x RL

I jam II 500cc NaCl 0,45% + KCl 20 mEq

Jam III s/d 12 jam 2000 cc/jam = 2400cc D 5% + NaCl 0,2% +

Cl 40

mEq/I Total 36 jam = 5400 cc

Koreksi Na hati-hati, hitung dulu Na sesungguhnya

Koreksi ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi cairan 72 jam infuse NaCl 0,45%

Kalium diberikan sejak awal resusitasi kecuali pada anuria Dosis K = 5 mEq/kgBB/hari diberikan dengan kekuatan larutan 20-40 nEq/I dengan kecepatan tidak lebih dari 0,5 mEq/kg/jam

Estimas Losses accumulation :

- air 100cc/kg (60-100) - Na 6 mEq/kg (5-15) - K 5 mEq/kg (4 – 6) - CI4 mEq/kg (3-9) - POH 3 mEq/kg RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PENGELOLAAN KETOASIDOSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001 100 100) -darah (gula 1,6 terlibat Na -ya sesungguhn Na 

Kebutuhan cairan rumatan : BB kebutuhan cairan perhari

3-10 kg 100ml/kg

10-20 kg 1000 ml + 50ml/kg setiap BB di atas 10kg

>20kg 1500 ml + 20ml/kg setiap BB diatas 20 kg

Serum osmolarity (mOsm/kg) =

Jenis cairan resisutasi awal NaCl 0,9% / RL. Bila kadar gula darah sudah turun mencapai < 250 cc mg/dl cairan diganti dengan D5% in 0,45% saline.

c. Pemberian Insulin

Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai.

Mulai bolus 0,1 U/kgBB Rl, dilanjutkan dengan drip 0,1 U/kgBB/jam (50 U

Rl + 500 cc NaCl, ambil 50cc untuk BB 30kg-30cc/jam)

Bila GDS turun menjadi 300 mg/dl dosis insulin diturunkan 0,05 U/kg/jam dan tambahkan infus glukosa 5% atau 10% pada infus sampai asidosis penurunan GDS tak boleh > 100 mg dalam 1 jam

Intake peroral dimulai bila secara metabolik sudah stabil (BicNat > 15, GDS

<200, pH>7,3. Sebelum insulin dihentikan intake peroral diberikan dengan menambah dosis insulin sbb :

- Untuk makan dengan dosis insulin digandakan 2 kali selama makan sampai 30 menit setelah selesai.

- Untuk makan besar dosis insulin digandakan 3 kali selama makan sampai 60 menit setelah selesai.

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PENGELOLAAN KETOASIDOSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001

d. Asdosis

pH>7,1 tak perlu koreksi bicnat

pH<7,1 koreksi dengan rumus 0,3 x BB x BE

asidosis menetap walau dengan insulin 0,1 U/kg/jam : kemungkinan karena : Sepsis berat – asidosis laktat; insulin degradation; salah dosis.

3 (mg/dl) BUN 18 ~) (mg/dl glukosa 2 x (mEq/I) Na Serum  

e. Monitoring

GDS tiap 2 jam, elektrolit dan BGA tiap 2-4 jam dalam 24 jam Nadi, RR, tensi, neurologist, balans cairan, suhu, ketonuri negative. Bila ada gangguan elektrolit perlu segera di koreksi.

f. Penanganan infeksi

Gunakan antibiotik yang adekuat

g. Diit:

Puasa sampai metabolik stabil : GDS<200;HCO3>15;pH>7,3

Unit terkait HND anak – ICU di RSDK Semarang

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16

Semarang Telp. 024-84134998

Fax : 8318617

PENGELOLAAN REAKSI TRANFUSI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001

Pengertian Reaksi transfusi adalah reaksi reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam

24 jam setelah transfusi

Tujuan Sebagai panduan penanganan reaksi transfusi

Kebijakan Reaksi transfusi merupakan reaksi akut yang membahayakan jiwa yang

memerlukan tindakan penanganan segera

Prosedur 1. Reaksi hemolisis mayor

- hentikan gejala transfusi

- pertahankan tekanan darah dan perrusi ginjal - berikan cairan NaCl atau RL

- berikan hidrokortison adrenalin intravena

2. Pasien dengan darah terinfeksi

- Penatalaksanaan sesuai protap syok

- Segera diberi antibiotika sebelum hasil kultur keluar 3. Pasien dengan reaksi alergi

- Gejala; galal, urtikaria, kasus berat edema - Segera berikan antihistamin dan hidrokortison

- Perlu komponen yang dicuci pada transfuse selanjutnya 4. Pasien dengan overload cairan

- Gejala; pusing batuk, tanda edema pulmo

- Jika ditemukan gagal jantung, kelola sesuai penatalaksanaan gagal jantung

- Berikan diuretika

- Pencegahan : tetesan lambat

Unit terkait UGD, HND, ICU, di RSDK Semarang

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 TEKNIK TRANSFUSI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001

Pengertian Transfusi darah merupakan sesuatu rangkaian proses pemindahan darah

seorang donor darah kepada resipien

Tujuan Menyamakan tindakan teknik transfusi darah

Kebijakan Semua tindakan transfuse darah harus memenuhi prosedur teknik transfusi

darah

Prosedur : 1. Tentukan indikasi transfusi dengan jelas dan tepat

2. Pilih darah/komponen darah yang akan diberikan secara efisien 3. Hitung jumlah volume darah yang akan ditransfusi

4. Ambil contoh darah untuk uji laboratorium (golongan darah, tes cocok serasi)

5. Cocokkan darah yang datang dari Bank darah / PMI 6. Prosedur di bangsal :

- Perawat dan dokter bangsal sudah mengetahui rencana transfusi - Darah yang datang dicek sekali lagi

- Lakukan uji kebocoran kantung darah

7. Persiapan Transfusi darah

- Siapkan peralatan infuse : tiang penyangga, set transfusi tipe “y”, lokasi jalur, ukuran jarum kateter (no 18-20), filter 170 mikroliter - Bekerja aseptik, penderita imunosupresif / netropeni (sarung tangan

harus steril)

- Jangan tambah obat apapun dalam kantung darah

- Jaga temperatur darah (hipertemi berakibat hemolisis, hipotermi berakibat aritma / henti jantung)

- Kecepatan infus :

o Kehilangan darah akut, kecepatan >100 per menit sampai sistolik 100 mmgh

o Anemia kronis 4 jam untuk setiap unit darah (jangan > 2ml/mnt) o Penderita penyakit jantung, paru dan ginjal bila perlu

o Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara terpisah

o Transfusi trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt o Cyropresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10ml/mnt

o PRC atau darah yang sedikit plasmanya, viskositas terlalu tinggi kecepatan aliran berkurang, sehingga perlu dicampur dengan saline fisiologi 50-100 ml/unit

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 TEKNIK TRANSFUSI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001 8. Pemantauan :

9. Pilih darah/komponen darah yang akan diberikan secara efisien 10. Hitung jumlah volume darah yang akan ditransfusi

11. Ambil contoh darah untuk uji laboratorium (golongan darah, tes cocok serasi)

12. Cocokkan darah yang datang dari Bank darah / PMI 13. Prosedur di bangsal :

- Perawat dan dokter bangsal sudah mengetahui rencana transfusi - Darah yang datang dicek sekali lagi

- Lakukan uji kebocoran kantung darah

- Catat waktu mulai dan selesai transfusi darah 14. Persiapan Transfusi darah

- Siapkan peralatan infuse : tiang penyangga, set transfusi tipe “y”, lokasi jalur, ukuran jarum kateter (no 18-20), filter 170 mikroliter - Bekerja aseptik, penderita imunosupresif / netropeni (sarung tangan

harus steril)

- Jangan tambah obat apapun dalam kantung darah

- Jaga temperatur darah (hipertemi berakibat hemolisis, hipotermi berakibat aritma / henti jantung)

o Kehilangan darah akut, kecepatan >100 per menit sampai sistolik 100 mmgh

o Anemia kronis 4 jam untuk setiap unit darah (jangan > 2ml/mnt) o Penderita penyakit jantung, paru dan ginjal bila perlu

o Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara terpisah

o Transfusi trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt o Cyropresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10ml/mnt

o PRC atau darah yang sedikit plasmanya, viskositas terlalu tinggi kecepatan aliran berkurang, sehingga perlu dicampur dengan saline fisiologi 50-100 ml/unit

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 TEKNIK TRANSFUSI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

- Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara terpisah

- Transfuse trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt - Cryspresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10 ml/mnt

- PRC atau darah yang sedikit plasmany, vikositas terlalu dicampur dengan saline fisiologis 50-100 ml/mnt

8. Pemantauan :

 5-30 menit pertama transfuse, terutama atau kecepatan tetesan dari reaksi transfuse

 Pantau tanda vital, dieresis, lokasi jalur infus (reaksi inflamasi & ekstravasasi)

9. Evaluasi akhir :

 Lepas jalur infuse, cek sekitar lokasi bila tak ada tanda radang segera tekan dan tutup dengan kassa steril

 Bila ada tanda radang, kirim ujung kateter ke laboratorium bakteriologi  Bila ada resiko overload sirkulasi pantauan diteruskan sampai 120/24

jam pasca transfuse

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 MISTENIA GRAVIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

Pengertian Kelemahan otot-otot yang bertambah waktu digunakan secara berulang-ulang

atau terus menerus dan membaik setelah istirahat.

Tujuan Menciptakan kondisi optimal guna menyembuhkan dan mengantisipasi bila

terjadi ancaman gagal nafas.

Kebijakan Penanganan miastenia gravis dengan segera dan tepat akan mencegah

terjadinya kematian, pengobatannya disesuaikan dengan prosedur yang tepat.

Prosedur 1. Kriteria Diagnostik; > Anamnesis :

 Diplopia

 Sakit kepala

 Gangguan menelan

 Lekas lelah setelah aktivitas secara terus menerus > Pemeriksaan  Tes kuantitatif kekuatan otot >> waktu abduksi lengan ke depan Reflek

Fisiologis normal > Tes Watemberg 2. Diagnosis diferensial :

 Sindroma “Lambert – Eaton”

 Botulisme

 Kelemahan / kelumpuhan karena gangguan vaskuler, neuropati 3. Pemeriksaan penunjang

 Farmakoiogik test: Neostigmin / edrophonium tes

 EMG

 X Foto toraks AP dan lateral. Untuk melihat pembesaran kelenjar Thymus CT Scan Toraks > Imunologis; Anti-Ach R radiomunoassay 4. Konsultasi > Imunologi

 Pulmunologi > bedah toraks

4. Perawatan Rumah Sakit: > Rawat Inap segera > Bila krisis miastenia, diupayakan dirawat di ruang ICU

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 MISTENIA GRAVIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

5. Terapi:

 Antikonesterase:

 Piridostigmin 3 • 6 kali 30 – 120 mg

 Neostigmin 4 kali 15 mg > Kortikosteroid : dosis tergantung respon > Imunosupresif non steroid, Azatioprin / siklofosfamid > timektomi > plasmafareis

6. Standar Rumah Sakit

Rumah Sakit Type B Pendidikan 7. Penyulit

Paralisis otot, dapat karena : > Krisis Miastenik > Krisis KoHnergik 8. Inform Consent : Perlu

9. Standar Tenaga  Dokter ahli syaraf

 Dokter ahli Penyakit Dalam  Dokter ahli bedah Toraks 10. Lama Perawatan

Tergantung keadaan 8. Masa pemulihan satu (1) minggu

11. Out put Komplikasi : > Paralisis pernafasan > infeksi > Sembuh parsial 12. Patologi Anatomi

Perlu, bila Timektomi 13. Otopsi

Jarang

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16

Semarang Telp. 024-84134998

Fax : 8318617

SINDROMA GUILLAI BARRE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

Pengertian Gangguan fungsi syaraf akut, post infeksi dengan abnormalitas autoimun,

ditandai parese ekstremitas bagian distal yang progresif, biasanya bersifat ascending.

Tujuan Mampu melaksanakan perawatan ICU yang efektif untuk pasien-pasien SGB.

Prosedur 1. Kriteria Diagnosis

 Sindroma biasanya didahului dengan mialgia atau parestesi tungkai  Kelemahan atau rasa tebal bagian distal yang progresif biasanya

bersifat “ascending”

 Kelemahan biasanya simetris dan lebih nyata disbanding gejala sensoris. Tipe kelemahan fkasid

 Dapat mengenai syaraf kranialis terutama kedua syaraf fasialis (±40%) Gangguan miksi jarang terkena (±10%)

 Kadang-kadang disertai kelumpuhan otot-otot pernapasan dengan gejala sesak napas

 Lebih dari 50% penderita mempunyai riwayat infeksi saluran nafas dan perut 1-3 minggu sebelumnya.

2. Diagnosis banding :  Poliomyelitis

 Botulisme

 Neuropati akibat keracunan logam berat  Paralisis periodic

 Poliraiosistisakut  Tick paralisis

 Porfiria intermiten akut  Miastenia gravis

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16

Semarang Telp. 024-84134998

Fax : 8318617

SINDROMA GUILLAI BARRE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

3. Pemeriksaan penunjang:

 Pemeriksaan LCS --- disosiasi cytoalbumin (>2 minggu)

 Pemeriksaan EMG

 Konduksi syaraf menurun

 Latensi memanjang

 F-respon menurun Test Fungsi Respirasi 4. Konsultasi

 Bagian rehabilitasi medic / PRU  Lain-lain tergantung komplikasi 5. Perawatan Rumah Sakit:

a) Bila penderita dalam fase progresif penyakit

b) Bila timbul gejala-gejala kelumpuhan otot pernapasan, seperti:  Frekuensi nafas > 35 kali per menit

 Kapasitas vital < 15 ml / kg BB  Poa2 < 70 mmHg

 PaCO2 > 50 mmHg

c) Bila disertai gangguan fungsi otonom, seperti :  Retensi urin

 Hipertensi atau hipotensi ortostatik  Sinus takikardi atau sinus bradikardi d) Bila disertai kelumpuhan syaraf kranialis. 6. Terapi:

A. Terapi Spesifik a) Pergantian plasma

 Diberikan 4-5 kali dalam 8-10 hari dengan dosis 250 ce/kgBB  Diberikan seawall mungkin dan tidak diberikan bila perjalanan

penyakit sudah lewat 3 minggu kecuali masih Nampak progresifitas penyakit

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16

Semarang Telp. 024-84134998

Fax : 8318617

SINDROMA GUILLAI BARRE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

b) Imunoglobulin intra vena Dosis ; 0,4 gr/kgBB per hari selama 5 hari c) Steroid dosis tinggi tidak mempunyai bukti bermanfaat pada

pengobatan SGB

d) Perawatan di ICU dengan intubasi ventilator bila timbul gagal nafas B. Terapi Umum

1. Yang terutama perawatan umum dari penderita

2. Monitoring kapasitas vital pernafasan dan fungsi jantung

3. Pencegahan thrombosis vena dengan pemberian heparin sub cutaneus 5000 Unit tiap 12 jam

4. Monitoring munculnya komplikasi:

 Hipertensi (S>200 mmHg) diberi Beta adrenergic bloker  Hipotensi Postural --- Posisi Supina

 Bradi Aritmia --- Atropin Suifat  Infeksi --- Antibiotika adekuat 5. Program rehabilitasi

7. Standar Rumah Sakit:

Rumah Sakit Type B Pendidikan 8. Penyulit:

Terutama kegagalan pernafasan dan infeksi sekunder 9. Inform Consent:

Sesuai Keadaan (Bila ada tindakan khusus) 10. Standar Tenaga

 Dokter ahli syaraf

 Dokter ahli rehabilitasi medic  Konsulen lain sesuai keadaan

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16

Semarang Telp. 024-84134998

Fax : 8318617

SINDROMA GUILLAI BARRE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

11. Lama Perawatan

Tergantung keadaan, bila tanpa komplikasi berkisar 3 minggu 12. Masa Pemulihan

Bervariasi, tergantung perjalanan beratnya penyakit 13. Out put

Tergantung Jenisnya:

 75% : Sembuh Total

 10% : Dengan kecacatan ringan

 10% : Dengan kecacatan berat

 5% : meninggal dunia

14. Patologi Anatomi Tidak perlu 15. Otopsi

Tidak ada

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STROKE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

Pengertian Gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah

otak, terjadi secara mendadak atau secara cepat timbul gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu

Tujuan Mampu melaksanakan perawatan yang efektif untuk pasien-pasien stroke.

Prosedur 1. Macam / Jenis Stroke :

a. Stroke infark : trombolitik; emboji; hemodinamik

b. Stroke Hemoragik : Pendarahan Intr serebral; Pendarahan sub Araknoid

c. Stroke usia muda 2. Kriteria Diagnosis

Gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak, terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.

2.A. * Defisit Neurologis dapat berupa  TIA : sembuh Total dalam 24 jam

 RIND : sembuh total dalam waktu 3 minggu

 Completed stroke

 Stroke Siriraj < 0 atau negative

 Tanda-tanda kenaikan TIK jarang timbul pada masa awal (baru muncul hari III-V)

 Khusus untuk kausa Emboli, biasanya didapat kelainan jantung

 Kesadaran biasanya masih completed stroke 2.B. * Klinis selalu merupakan completed stroke

 Biasanya diikuti dengan kesadaran menurun / koma, nyeri kepala, muntah, kejang.

 Tanda-tanda kenaikan TIK timbul awal (tensi naik, bradikardi relative, tanda herniasi)

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STROKE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

 Stroke sirijaj diatas 0 atau posistif

 Pada PSA dan pendarahan ventrikel dapat ditemukan tanda kaku kudu dan meninggal.

2.C. * Biasanya ditemukan kelainan berupa

 Penyakit Jantung (aritmia, gangguan katub jantung, infark, DC) --- 8-35%

 Gangguan hematologic (sindrom hiperkoagulasi, abnormalitas koagulasi – fibrinolisis, abnormal platelet dan gangguan koagulasi darah):3-18%

 Penggunaan kontrasepsi oral --- 4-16%  Migren --- 2-8%

 Penggunaan obat-obatan seperti alcohol, kokain heroin, simpatomimetik, dll.

 Kadang ditemukannya ada tumor otak

 Kelainan pembuluh darah (Cavernous malformation, A VM, Coartation aorta Ehler - Sanlas dan Marfan’s syndrome lebih banyak terjadi pada masa kehamilan.

3. Diagnosis diferensial :

 Epilepsy

 Gangguan metabolic (hipoglikemia, uremia, ensefolopati hepatic, dll)

 Syncope

 Tumor otak

 Gangguan elektrolit (hipoglikemia, hiponatremia)  Intoksikasi obat (alcohol, barbiturate, transquilizer)

 Migren

 Infeksi (meningitis, ensefalitis)  Ensefalopati hipertensi

 Kelainan psikiatri 4. Pemeriksaan Penunjang :

RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STROKE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL

Tanggal Terbit Ditetapkan

Direktur Utama

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663

Ureum, kreatinin, gula darah, asam urat, kolesterol, trigliserid, LDL, HDL, Na, K, urinalisa

 X Foto Thoraks

 EKG : Echokardiografi. EEG

 CTScan

 Doppler

 Angiografi

 MRI

5. Konsultasi:

 Bagian Penyakit Dalam

 Bagian Mata

 Bagian Rehabilitasi medik/PRU

 Bagian bedah syaraf – stroke hemoragik  Lain-lainsesuai keadaan

6. Perawatan Rumah Sakit

Dalam dokumen sop hcu (Halaman 74-109)

Dokumen terkait