• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Konsentrasi Polimer

Dalam tahap penelitian ini, digunakan tepung putih telur dan kitosan sebagai polimer yang diharapkan dapat memperbaiki stabilitas tekstur dari cokelat. Tepung telur dan kitosan digunakan secara tunggal atau secara kombinasi pada konsentrasi 0,5 dan 1,0%. Sebagai kontrol digunakan cokelat yang tidak diberi perlakuan tepung putih telur dan kitosan.

Gambar 4.1 memperlihatkan kondisi fisik dari cokelat yang diberi perlakuan tepung putih telur dan/atau kitosan setelah disimpan pada suhu 34°C selama 4 jam. Cokelat tanpa penambahan polimer (0.0TPT;0.0K) sudah mengalami

perubahan bentuk, yaitu meleleh dan menempel pada kemasan. Penambahan tepung putih telur secara tunggal (0.5TPT;0.0K) memberikan cokelat yang relatif

stabil, namun masih agak lembek. Peningkatakan konsentrasi tepung putih telur hingga 1.0% (1.0TPT;0.0K) memberikan tesktur cokelat yang lebih stabil

dibandingkan dengan kontrol (tidak meleleh dan tidak menempel pada kemasan). Sementara itu, penggunaan kitosan 0.5% dan 1.0% masih memberikan cokelat yang masih mudah meleleh dan lembek serta menempel di kemasan. Apabila tepung putih telur dan kitosan dikombinasikan pada konsentrasi masing-masing 0,5% (0.5TPT;0.5K), maka cokelat memiliki tekstur yang cukup stabil tetapi masih

Commented [T10]: Masih deskripsi data belum ada pembahasannya

23 saling menempel satu dengan yang lain. Demikian juga bila konsentrasi kedua polimer tersebut dinaikkan tidak memberikan tekstur yang lebih baik.

Dari berbagai kombinasi tepung putih telur dan kitosan tersebut, maka kombinasi 1,0% tepung putih telur dan 0,0% kitosan (1.0TPT;0.0K) memberikan

karakteristik tekstur yang terbaik, diikuti perlakuan pemggunaan 0,5% tepung putih telur (0.5TPT;0.0K). Diduga penggunaan putih telur dapat memperbaiki

karakter fisik cokelat karena protein putih telur berfungsi sebagai agensia pengikat pada sistem campuran pada cokelat.

Gambar 4.1. Bentuk fisik cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur (TPT) dan kitosan (K)

Kualitas cokelat ditentukan oleh parameter fisik (rheology, ukuran partikel, kandungan lemak padat (solid fat content), kekerasan dan snap), permukaan

24 (warna, glossiness dan fat bloom) dan sensori rasa. Pada penelitian ini, parameter fisik cokelat yang dianalisa adalah tekstur yang secara objektif diukur nilai kekerasan dan kelengketannya sedangkan sensori diukur dengan nilai snap dan % menempel di kemasan, rheology diukur dengan nilai viscositas. Parameter yang diinginkan adalah cokelat dengan tekstur lebih keras namun tetap bisa meleleh saat dikonsumsi, tidak lengket di kemasan, skor snap baik, viskositas tidak berbeda nyata dengan kontrol, warna dan rasa yang tidak berubah dibandingkan dengan kontrol. Hasil analisa parameter fisik cokelat dengan perlakuan polimer tepung putih telur dan kitosam disajikan pada Tabel 4.2. Penjelasan dari masing- masing parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Analisa parameter fisik cokelat

Sampel Perlakuan Tekstur Snap (skor) Menempel di kemasan (%) Viskositas (ps) Kekerasan (gf) Kelengketan (gs) 0.0TPT;0.0K 23.70±3.53 -39.18±6.74 0.00±0.00 1.43±0.56 33.00±16.97 0.0TPT;0.5K 81.56±14.15 -34.56±9.85 -1.00±0.00 0.44±0.15 49.40±21.73 0.0TPT;1.0K 107.48±13.73 -28.64±40.26 -1.00±0.00 0.32±0.03 48.20±24.37 0.5TPT;0.0K 130.04±19.93 -10.74±46.34 2.00±0.00 0.09±0.02 53.60±13.58 0.5TPT;0.5K 70.44±23.10 -60.72±7.20 -3.00±0.00 0.22±0.10 53.50±12.26 0.5TPT;1.0K 109.62±52.25 -15.08±0.74 1.00±0.00 0.32±0.30 51.00±16.26 1.0TPT;0.0K 171.76±31.80 -66.74±5.32 3.00 ±0.00 0.33±0.29 63.90 ±12.59 1.0TPT;0.5K 163.48±15.36 -33.82±6.39 -3.00±0.00 0.13±0.05 59.90± 23.65 1.0TPT;1.0K 105.53±27.38 -52.72±4.58 -2.00 ±0.00 0.24±0.12 57.70 ±26.48 TPT: tepung putih telu.r.; K: bubuk kitosan.; 0.0, 0.5 dan 1.0 menunjukkan persentase polimer yang digunakan.

1. Tekstur Cokelat

Kekerasan cokelat tergantung pada konsentrasi fase kristalisasi lemak (lemak kakao, lemak susu) dan fase padatan terdispersi (gula, padatan susu, padatan kakao). Resep/formula, teknik produksi, tempering, polimorfisme dan suhu pendinginan juga berpengaruh pada kekerasan cokelat padat (Abdullah dan Zamri, 2011). Sulistyowati dan Misnawi (2008) menyebutkan kekerasan cokelat merupakan parameter kualitas yang penting khususnya untuk distribusinya pada daerah tropis.

Perlakuan pendahuluan dilakukan terhadap sampel dengan disimpan di dalam chamber pada suhu 32oC selama 2 jam, kemudian diukur teksturnya

25 dengan tujuan untuk membuat cokelat lebih lembek namun belum sampai meleleh. Suhu 32oC dipilih karena pada suhu ini biasanya cokelat sudah mulai

lembek namun belum meleleh sempurna sehingga masih bisa diukur teksturnya. Hasil analisis varian terhadap parameter kekerasan (lampiran 1) menunjukkan bahwa tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap kekerasan (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan dengan (p>0.05). Terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap kekerasan dengan (p<0.05). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi tepung putih telur maka kekerasan semakin meningkat, sedangkan perlakuan kitosan tidak menunjukkan pengaruh terhadap kekerasan. Pengaruh kitosan dan tepung putih telur pada parameter kekerasan cokelat dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: Y=32,07 + 150,83TPT + 73,86K – 148,88TPT*K (R2= 0.809).

Gambar 4.2 Grafik kekerasan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

Penambahan kitosan pada cokelat diharapkan dapat menyerap lemak cokelat sehingga cokelat menjadi lebih keras, sesuai dengan karakteristik kitosan seperti serat pangan (Majeti dan Kumar 2000). Namun hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan kitosan tidak mempengaruhi kekerasan cokelat. Berdasarkan data pada Tabel 4.2, nilai kekerasan yang terbaik ditunjukkan pada perlakuan

26 1.0TPT;0.0K yaitu 171.76±31.8 gf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

penambahan putih telur 1.0% telah memadai untuk memperbaiki kekerasan cokelat. Peranan protein dalam putih telur diduga berperan dalam pembentukan tekstur dari cokelat tersebut.

Hasil analisis varian (Lampiran 1) menunjukkan bahwa hanya tepung putih telur yang berpengaruh nyata terhadap kelengketan (p<0.05). Uji lanjut Duncan pada perlakuan tepung putih telur menunjukkan bahwa terdapat penurunan kelengketan secara nyata pada level 1% ke 0.5% dan 1.0% ke 0.0%, namun penambahan dari 0.0% tepung putih telur ke 0.5% tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Pengaruh tepung putih telur pada parameter kelengketan dapat dinyatakan dengan model persamaan berikut : Y= - 29.732 - 19.869 * TPT2, dengan nilai r=0.322. Karena yang berpengaruh terhadap nilai kelengketan hanyalah faktor TPT maka grafik ditampilkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik kelengketan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

Penambahan kitosan tidak mempengaruhi tekstur cokelat, senada dengan pernyataan Tisoncik (2010) dimana disebutkan cokelat merupakan suspensi kakao massa dan gula dalam matriks lemak kakao. Lemak kakao sebagai materi penyusun strukur utama dari cokelat, tersusun atas triasilgliserol simetris (Lipp and Anklam dalam Tisoncik, 2010). Triasilgliserol ini bertanggung jawab

27 terhadap kristalisasi dan karakter melting dari cokelat. Interaksi unik polimorfisme struktur lemak sangat menentukan parameter tekstur, rasa dan aroma, dan mouthfeel lembut cokelat (Hartel dalam Tisoncik, 2010).

2. Snap

Pengukuran snap merupakan analisis sensori dari parameter kekerasan cokelat. Zarić et all (2012) menyebutkan kekerasan cokelat merupakan salah satu faktor penting dalam mendefinisikan sifat fisik cokelat dan ditentukan dengan mengukur intensitas gaya yang diperlukan untuk mematahkan cokelat. Kekerasan cokelat tergantung pada kehalusan dan distribusi partikel padat. Perlakuan penda- huluan terhadap sampel dilakukan dengan cara sampel cokelat dikemas dalam aluminium foil disimpan dalam chamber dengan suhu 32oC selama 4 jam, dikelu-

arkan dari chamber dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu 20-28oC, kemudian

dipatahkan menjadi dua bagian dan secara sensori diberi skor. Perlakuan pendahu- luan bertujuan untuk membuat cokelat lebih lembek namun belum sampai meleleh. Suhu 32oC dipilih karena pada suhu ini biasanya cokelat sudah mulai

lembek namun belum leleh sempurna sehingga masih bisa diukur snapnya. Pengaruh tepung putih telur dan kitosan terhadap parameter snap dapat dilihat pada Gambar 4.4. Penggunaan putih telur secara tunggal dapat mening- katkan nilai kemudahan patah (snap) daricokelat, sedangkan penambahan kitosan memberikan nilai negatif pada skor snap, sedangkan kombinasi putih telur dan kitosan memberikan efek yang bervariasi. Secara logika skor snap berkorelasi dengan nilai tekstur kekerasan, dimana semakin tinggi nilai kekerasan maka skor snap semakin tinggi pula. Hasil penelitian menunjukkan skor snap yang menun- jukkan nilai lebih baik dari kontrol adalah 0.5TPT;1.0K dengan skor + 1,

28 Gambar 4.4 Grafik snap cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan

kitosan

Analisis regresi dilakukan untuk mencari hubungan antara penambahan tepung putih telur, kitosan atau kombinasinya dengan skor snap. Model persa- maan dapat dinyatakan sebagai berikut:

Y= - 0.764 + 3.830TPT - 21.942TPT2*K + 17.138TPT2*K, dengan r= 0.865.

3. Persen Menempel pada kemasan

Pengukuran persen menempel di kemasan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kelengketan cokelat selama penyimpanan di suhu 34°C selama 4 jam. Hal ini sebagai gambaran ketahanan cokelat jika disimpan pada suhu minimal 34°C dan waktu 4 jam tanpa berubah bentuk. Persen menempel pada kemasan mengambarkan parameter kelengketan cokelat dengan kemasan.

Hasil analisis varian (Lampiran 3) terhadap persen menempel pada kemasan menunjukkan bahwa perlakuan tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap persen menempel (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap persen menempel di kemasan dengan (p>0.05), dan terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap persen menemepel di kemasan dengan (p<0.05). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur menunjukkan kecenderungan menurunkan persen menempel di kemasan, sedangkan semakin tinggi konsentrasi kitosan menun-

29 jukkan kecenderungan menurunkan persen menempel di kemasan. Persamaan regresi dinyatakaan sebagai Y=0.640 - 0.497TPT (r=0.483).

Gambar 4.5 Grafik persen menempel dikemasan cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

Karena hanya tepung putih telur yang berpengaruh terhadap persen menempel di kemasan, maka grafik ditunjukkan oleh pada Gambar 4.5. Berdasarkan grafik diketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap penurunan persen menempel di kemasan adalah penambahan tepung putih telur, dimana semakin tinggi persen tepung putih telur maka persen menempel dikemasan akan menurun. Hasil ini senada dengan analisa tekrtur nilai kelengketan cokelat dimana hanya tepung putih telur yang berpengaruh nyata terhadap nilai kelengketan cokelat dan cenderung menurun dengan meningkatnya persen tepung putih telur.

4. Viskositas

Becket (2010) menyebutkan sifat alir cokelat merupakan parameter yang penting untuk konsumen maupun industri pengguna cokelat. Rheology cokelat dapat diukur secara objektif salah satunya adalah pengukuran viskositas. Cokelat merupakan campuran partikel padatan (gula, padatan kakao, polimer) yang bersifat hidrofilik dan lemak kakao yang bersifak hidrofobik. Hasil analisis varian (Lampiran 4) terhadap parameter viskositas menunjukkan bahwa perlakuan:

30 tepung putih telur, kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas(p>0.05), serta tidak ada interaksi antar tepung putih telur dan kitosan terhadap viskositas.

Berdasarkan Tabel 4.2, parameter viskositas menunjukkan kecenderungan peningkatan viskositas cokelat baik dengan penambahan putih telur maupun kitosan, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini dimungkinkan karena penambahan polimer tersebut hanya sedikit, sedangkan produk cokelat yang diamati merupakan produk yang kental dengan viskositas 30000-80000 cps. Johansson dan Bergenstahl dalam Tisconik (2010) menyebutkan bahwa emulsifier berperan dalam sifat alir cokelat dan kristalisasi lemak kakao. Cokelat merupakan suatu emulsi “kering” dengan gula sebagai gugus hidrofilik dan partikel kakao sebagai gugus lipofilik yang terdispersi dalam fase kontinyu lemak kakao (Nieuwenhuyzen dan Szuhaj dalam Tisconik, 2010).

5. Warna dan Rasa

Pengujian warna dan rasa dimaksudkan untuk mengetahui hubungan parameter warna objektif dengan penerimaan konsumen terhadap sampel cokelat dengan perlakuan penambahan polimer. Pengujian warna dilakukan secara objektif dengan colorimeter, sedangkan uji rasa dilakukan secara sensori. Hasil uji warna dan rasa disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Analisa parameter warna secara objektif dan rasa secara organoleptik pada cokelat yang diberi perlakun tepung putih telur dan kitosan

Perlakuan Warna Rasa (skor)

L A b Manis Pahit Kakao

0.0TPT;0.0K 13.48 ±0.04 13.22±0.09 15.70±0.18 0.60 ±0.55 -0.60±0.55 0.00±0.00 0.0TPT;0.5K 14.48±0.73 12.43±0.09 15.17±0.24 0.60 ±0.55 -0.60±0.55 0.60±0.55 0.0TPT;1.0K 15.56±0 .01 12.74±0.04 15.40±0.22 1.60±0 .55 -0.60±0.55 -0.60±0.55 0.5TPT;0.0K 14.61±0.10 13.38±0 .18 15.24±0.14 1.60±0.55 -0.60±0 .55 -0.60±0.55 0.5TPT;0.5K 14.45±0.07 12.90±0.07 15.41±0.039 2.00±0.00 0.60±0.55 -0.60±0.55 0.5TPT;1.0K 15.55±0.29 12.35±0.28 14.88±0.04 1.60±0.55 0.60±0.55 -0.60±0.55 1.0TPT;0.0K 15.06±0.00 13.59±0.00 17.21±0.00 2.00±0.00 -0.60±0.55 -0.60±0.55 1.0TPT;0.5K 15.41±0.07 12.69±0.14 15.47±0.03 2.00 ±0.00 -0.60±0.55 -0.60±0.55 1.0TPT;1.0K 15.87±0.02 12.94±0.12 16.08±0.14 3.00±0.00 -1.00±1.00 -1.00±1.00 TPT: tepung putih telur.; K: kitosan.; 0.0, 0.5 dan 1.0 menunjukkan persentase polimer yang digunakan.

Hasil analisis varian terhadap parameter warna L (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap warna L dengan (p<0.05), kitosan berpengaruh nyata terhadap warna L (p<0.05), dan terdapat interaksi yang

31 nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap warna L (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi tepung putih telur maka skor warna L makin tinggi, sedangkan makin tinggi konsentrasi kitosan maka skor warna L makin tinggi (Gambar 4.6). Persamaan regresi linier adalah sebagai berikut:

Y=13.708 + 1.425TPT + 1.840 K2 - 1.176 * TPT*K2, (r=0.934)

Hasil analisis varian terhadap parameter warna a (Lampiran 5) menunjukkan bahwa : tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap warna a (p<0.05), kitosan berpengaruh nyata terhadap warna a (p<0.05), terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap warna a dengan (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi tepung putih telur maka skor warna a makin tinggi, dengan peningkatan nyata pada konsentrasi 1.0%, sedangkan makin tinggi konsentrasi kitosan maka skor warna a relatif turun (Gambar 4.7). Persamaan regresi linear adalah sebagai berikut:

Y=13.280 - 2.177 * K + 0.276 TPT2 + 1.460 K2, dengan r=0.883

Hasil analisis varian terhadap parameter warna b (lampiran 5) menunjukkan bahwa, perlakkuan tepung putih telur maupun kitosan berpengaruh nyata terhadap warna b (p<0.05), begitu juga interaksi antara tepung putih telur dan kitosan terhadap warna b (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan menunjukkan perbedaan konsentrasi tepung putih telur menunjukkn skor warna b yg berbeda siginifikan dan cenderung naik, sedangkan peningkatan kitosan maka akan terjadi penurunan skor warna b (Gambar 4.8). Persamaan regresi linier dinyatakan sebagai

Y=15.311 + 1.755 * TPT2 - 4.520 * TPT*K + 3.383TPT*K2 (r=0.885) Penambahan tepung putih telur menunjukkan nilai L semakin naik atau semakin putih terang., nilai a semakin naik atau warna merah semakin naik, dan nilai b relative naik atau warna semakin kuning. Dengan penambahan kitosan, nilai L semakin tinggi atau semakin putih, namun nilai a relatif turun atau intensitas merah turun, dan nilai b bervariasi namun cenderung turun.

32 Gambar 4.6 Grafik warna L cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih

telur dan kitosan

Gambar 4.7 Grafik warna a cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

33 Gambar 4.8 Grafik warna b cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih

telur dan kitosan

Perubahan cokelat menjadi lebih kuning dengan adanya putih telur dapat disebabkan oleh reaksi maillard antara asam amino sengan gugus gula sukrosa selama proses pemanasan. Daviez dan Labuza (1994) menyatakan bahwa reaksi maillard awalnya dideskripsikan sebagai reaksi antara gula pereduksi pereduksi dan asam-asam amino dari protein. Sumber gula pereduksi yang berpotensi untuk mengalami reaksi Maillard adalah dektrosa, fruktosa, sirup jagung tinggi fruktosa, sakarosa, pati jagung dan maltodekstrin. Sumber gugus amin (-NH2) pada produk

konfeksioneri yang dapat teribat dalam reaksi adalah padatan susu, krim, padatan telur, kacang-kacangan, padatan kakao, butter (mengandung sedikit nitrogen), gelatin, dan lesitin. Pengaruh penambahan kitosan relative tidak menyebabkan warna kuning ditunjukkan dengan nilai L yang semakin naik dan b yang relative turun.

Paramater sensori rasa bisa dievaluasi dengan analisis deskripsi ataupun penerimaan konsumen. Hasil analisis varian terhadap parameter rasa manis (Lam- piran 6) menunjukkan bahwa perlakuan tepung putih telur maupun kitosan berpe- ngaruh nyata terhadap rasa manis dengan (p<0.05), serta terdapat interaksi yang nyata antara tepung putih telur dan kitosan terhadap rasa manis dengan (p<0.05). Pada uji lanjut uji Duncan dengan semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur

34 menunjukkan peningkatan rasa manis, dan semakin tinggi konsentrasi kitosan menunjukkan peningkatan rasa manis (Gamba4 4.9). Persamaan regresi dinyata- kan sebagai: Y=0,685 + 0,677K2 + 1,40TPT, (r=0.811).

Gambar 4.9 Grafik rasa manis cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

Hasil analisis varian terhadap parameter rasa pahit (Lampiran 6) menunjuk- kan bahwa perlakuan: tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap rasa pahit dengan (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa pahit dengan (p>0.05). Uji lanjut Duncan menujukkan bahwa semakin tinggi konsen- trasi tepung putih telur menunjukkan kecenderungan menurunkan rasa pahit.

Hasil analisis varian terhadap parameter rasa kakao (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan tepung putih telur berpengaruh nyata terhadap rasa kakao (p<0.05), sedangkan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa kakao (p>0.05), serta tidak terdapat interaksi antara tepung putih telur dan kitosan terhadap rasa kakao (p>0.05). Pada uji lanjut uji Duncan dengan semakin tinggi konsentrasi tepung putih telur menunjukkan kecenderungan menurunkan rasa

35 kakao (Gambar 4.10). Persamaan regresi ditunjukkan dengan persamaan: Y= - 0.078 - 0.733TPT (r=0.437).

Gambar 4.10 Grafik rasa kakao cokelat dengan variasi konsentrasi tepung putih telur dan kitosan

Penambahan polimer tepung putih telur memberikan perubahan rasa secara keseluruhan, dengan kecenderungan rasa manis meningkat sedangkan rasa pahit dan kakao cenderung turun. Penambahan kitosan hanya berpengaruh pada rasa manis yang cenderung meningkat sedangkan rasa pahit dan kakao tidak berubah secara nyata. Protein biasanya memberikan rasa cenderung gurih sehingga akan menurunkan intensitas rasa manis.

Dokumen terkait