• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU

2. Penentuan Suhu Pirolisis

jagung telah sesuai dengan standar kadar air bahan dimana menurut Bridgwater (2003), kadar air bahan yang akan dipirolisis sebaiknya 10% hingga 15%.

Kadar lignin batang dan daun jagung adalah 4,85 g per 100 g bahan. Nilai tersebut menyatakan kandungan lignin yang kecil. Menurut Fengel dan Wegener (1984), jumlah lignin yang terkandung di dalam tumbuhan sangat bervariasi. Pada spesies kayu, kandungan lignin berkisar antara 20%-40%, sedangkan kadar selulosa pada kayu sebesar 40%-50%. Hasil analisis kadar selulosa batang dan daun jagung hanya sekitar 29,86 g per 100 g bahan, lebih kecil dari kandungan selulosa kayu.

Menurut Hardjo dan Indrasti (1989), kandungan hemiselulosa cukup besar yaitu 10-40% dari kandungan karbohidrat dan lignin sebagai residu kehutanan dan pertanian. Kadar hemiselulosa batang dan daun jagung yang dihasilkan sebesar 12,91%. Kandungan silika pada campuran batang dan daun jagung sebesar 2,28 g/100g. Ravendran et al. (1996) menyatakan silika pada abu tidak mempengaruhi kerja katalis tetapi berpengaruh terhadap struktur arang yang dihasilkan serta reaktivitasnya.

2. Penentuan Suhu Pirolisis

Pirolisis merupakan penghilangan massa bahan pada suhu yang cukup tinggi tanpa atau dengan oksigen yang terbatas. Suhu yang digunakan pada pirolisis ditentukan dengan analisis termogravimetrik. Menurut Jindarom et al. (2003), analisis termogravimetrik digunakan untuk menentukan karakteristik suhu degradasi bahan, suhu susut bahan maksimum atau puncak suhu degradasi dan suhu dekomposisi akhir yaitu suhu dimana 90% massa bahan telah hilang.

Analisis termogravimetrik ini dilakukan dengan Perkin-Elmer

Thermo Balance, model TGA 7 yang dilengkapi dengan komputer. Bahan

seberat 10 mg dimasukkan ke tabung dan dialirkan gas nitrogen dengan tekanan 20 cm3/menit. Nitrogen ini berfungsi untuk mengusir oksigen yang terdapat di dalam tabung. Sampel bahan dipanaskan pada suhu 105ºC selama 12 menit untuk menurunkan kadar air. Kemudian dipanaskan

22

sampai suhu 1000ºC untuk mengetahui reaksi dekomposisi bahan. Hasil analisis termogravimetrik batang dan daun jagung seperti terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Analisis termogravimetrik batang jagung

23

Gambar 8 menunjukkan suhu dekomposisi batang jagung yang dibakar hingga suhu 1000ºC selama 60 menit. Terdapat tiga zona pada analisis termogravimetrik batang. Zona pertama batang mulai terbakar pada suhu 28-139ºC dimana terjadi penurunan kadar air bahan. Devolatilisasi mulai terjadi pada suhu 139,28ºC dan perubahan senyawa volatil berakhir pada suhu 981ºC dengan mengakibatkan weight loss sebesar 83,867%. Puncak devolatilisasi ada dua yaitu pada zona kedua antara suhu 139-398ºC dimana maksimumnya terjadi pada suhu 350ºC . Senyawa volatil ringan yang terdegradasi mencapai 41,86%. Zona ketiga yang merupakan devolatilisasi kedua yaitu pada range suhu 388- 850ºC dimana titik maksimum terjadi pada suhu 800ºC. Senyawa volatil berat yang terdegradasi sebesar 32,08%.

Pada analisis termogravimetrik daun jagung juga didapat karakteristik suhu dekomposisi yang hampir sama dimana daun mulai terdegradasi pada suhu 28ºC dan berakhir pada suhu 978ºC dengan weight

loss mencapai 85,32%. Daun dengan kadar air yang lebih rendah daripada

batang jagung akan lebih cepat terdegradasi sehingga pada suhu 209,06- 611,76oC daun telah terdegradasi sebanyak 67% dengan titik maksimum suhu 350ºC dan 600ºC. Pada suhu 611,76-978,55ºC daun yang terdegradasi hanya meningkat 6,55% dari suhu dibawah 611,76ºC.

Analisis termogravimetrik ini menunjukkan reaksi utama pirolisis dimana terjadi depolimerisasi, dekarboksilasi dan pemecahan senyawa pada rentang suhu pirolisis. Pada suhu rendah puncak TGA pada batang dan daun jagung menunjukkan evaporasi kadar air pada suhu 150ºC, kemudian pada suhu tinggi puncak TGA menunjukkan degradasi hemiselulosa dan selulosa pada suhu 170ºC hingga 370ºC. Dekomposisi selulosa dan hemiselulosa menyebabkan pembentukan senyawa volatil organik, sedangkan devolatilisasi lignin pada suhu tinggi membakar senyawa volatil berat dan membentuk arang. Lignin terdekomposisi mulai dari suhu 200ºC hingga 700ºC, tetapi daerah utama yang menghasilkan

24

arang akan bereaksi dengan karbondioksida dan menghasilkan abu pada suhu 900ºC .

Menurut Yang et al. (2007) yang menganalisis suhu pirolisis komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin, hemiselulosa terdekomposisi lebih mudah dan paling awal yaitu pada suhu 220ºC hingga 315ºC dimana maksimum laju massa bahan yang hilang 0,95 %/oC pada suhu 268ºC. Dekomposisi selulosa pada suhu yang cukup tinggi (315-400ºC) dengan maksimum laju weight loss (2,84 %/ºC) pada suhu 355ºC. Di antara ketiga komponen tersebut, lignin merupakan komponen yang paling sulit terdekomposisi. Dekomposisi lignin terjadi sangat lambat dari suhu rendah sampai 900ºC dengan laju massa yang hilang di bawah 0,14 %/ºC.

Perbedaan struktur dan sifat kimia selulosa, hemiselulosa dan lignin menentukan proses dekomposisi. Hemiselulosa terdiri dari beberapa sakarida (xilosa, manosa, glukosa, galaktosa dan lain-lain), tampak acak, berstruktur amorf (tak berbentuk) dan memiliki banyak cabang sehingga sangat mudah memecahkan struktur intinya dan mendegradasi senyawa volatil pada suhu rendah. Selulosa berbeda dengan hemiselulosa dimana terdiri dari polimer glukosa yang panjang tanpa cabang, struktur tersusun rapi dan sangat kuat serta memiliki stabilitas panas yang tinggi sehingga terdekomposisi pada suhu yang lebih tinggi, sedangkan lignin terdegradasi pada range suhu yang luas dan lebih tinggi (100-900ºC). Hal ini dikarenakan struktur lignin terdiri dari cincin aromatik dengan beberapa cabang serta aktivitas ikatan kimianya yang tertutup dan sangat kuat.

Batang dan daun jagung yang memiliki karakteristik yang hampir sama, suhu degradasi senyawa-senyawanya juga terjadi pada suhu yang relatif sama. Berdasarkan hasil analisis termogravimetrik batang dan daun jagung yang terdegradasi dari suhu 28ºC dan berakhir pada 980ºC diperoleh suhu untuk pirolisis batang dan daun jagung yaitu 150, 250, 350, 450, 550, dan 650ºC.

25 B. HASIL PIROLISIS BATANG DAN DAUN JAGUNG

Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasikan menjadi destilat (Paris et al., 2005). Proses pirolisis melibatkan beberapa proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisis adalah penghilangan air pada suhu 120-150ºC, pirolisis hemiselulosa pada suhu 200-250ºC, pirolisis selulosa pada suhu 280-320ºC dan pirolisis lignin pada suhu 400ºC. Pirolisis pada suhu 400ºC ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992 dan Maga, 1988).

Pirolisis batang dan daun jagung dilakukan menggunakan enam titik suhu yaitu 150, 250, 350, 450, 550, dan 650ºC. Perlakuan lain yang dilakukan yaitu adanya penambahan atapulgit sebagai katalis. Katalis yang ditambahkan sebanyak 1,5% bobot awal bahan. Selain itu proses pirolisis ini dialirkan gas nitrogen 50-100 cm3/menit yang berfungsi untuk mengusir kandungan oksigen di dalam reaktor sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah air dan karbondioksida yang dihasilkan dari proses pirolisis.

Pirolisis batang dan daun jagung menghasilkan arang dan gas yang terkondensasi dan tidak terkondensasi. Gas yang terkondensasi akan menjadi cairan, sedangkan yang tidak terkondensasi akan terlepas ke udara. Arang yang dihasilkan pada proses pirolisis ini merupakan daun dan batang jagung yang tersisa dari pembakaran dan massa bahan yang hilang dari proses pirolisis ini disebut weight loss(%).

26 1. Total Bahan yang Hilang Selama Pirolisis

Pirolisis menghasilkan produk berupa gas, cairan dan padatan. Jumlah produk-produk tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah suhu. Suhu yang diamati pada pirolisis batang dan daun jagung ini adalah 150, 250, 350, 450, 550, dan 650ºC.

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa peningkatan suhu pada reaktor akan melepaskan senyawa volatil dari partikel-partikel biomasa sehingga meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan dan mengurangi jumlah arang. Jumlah arang yang tinggi terdapat pada pirolisis suhu rendah, sedangkan jumlah gas akan meningkat pada suhu di atas 500ºC. Arang yang dihasilkan pada suhu tinggi memiliki reaktivitas yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kandungan abu pada biomassa hasil pirolisis.

Menurut Cao et al. (2004), pirolisis tongkol jagung pada reaktor tipe pipa, jumlah arang paling tinggi dan gas yang paling rendah terdapat pada suhu rendah. Jumlah cairan akan meningkat pada suhu 350-600ºC. Perbandingan jumlah produk dari pirolisis batang dan daun jagung pada suhu 350ºC tanpa katalis dan dengan penambahan katalis disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan jumlah produk dari pirolisis batang dan daun jagung pada suhu 350oC tanpa katalis dan dengan penambahan katalis

Produk pirolisis batang dan daun jagung

Pirolisis

Tanpa katalis Penambahan katalis Arang (g) Weight loss (%) Cairan (g) 37,18 29,36 17,035 26,09 51,18 9,62

Tabel 7 menunjukkan arang yang dihasilkan dari pirolisis tanpa atapulgit lebih tinggi daripada yang menggunakan atapulgit. Selain itu cairan pirolisis tanpa atapulgit lebih banyak daripada cairan yang ditambah atapulgit pada suhu 350ºC. Pada suhu ini dihasilkan cairan yang paling maksimum untuk semua perlakuan.

27

Jumlah arang yang dihasilkan berkaitan erat dengan weight loss bahan. Semakin tinggi jumlah arang yang dihasilkan maka semakin rendah total bahan yang hilang karena pirolisis. Sebaliknya, semakin rendah jumlah arang yang dihasilkan makan total bahan batang dan daun jagung yang hilang juga semakin banyak. Grafik hubungan weight loss (%) dengan suhu pirolisis batang dan daun seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik hubungan weight loss (%) dengan suhu pirolisis

Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10, dimana weight loss pada batang dan daun jagung tanpa menggunakan atapulgit meningkat sesuai dengan peningkatan suhu pirolisis. Pada suhu 350ºC, bahan yang terdegradasi sebesar 29,36%, meningkat tajam dibandingkan pada suhu 250ºC. Kemudian juga terjadi peningkatan cukup tinggi pada suhu 450ºC sebesar 48,93% dan pada suhu 650ºC weight loss batang dan daun jagung tanpa menggunakan atapulgit menjadi sebesar 52,79%.

Pada pirolisis batang dan daun jagung menggunakan atapulgit suhu 150ºC bahan mulai terdegrasi sebesar 5,28%. Kemudian meningkat menjadi 11,11% pada suhu 250ºC. Pada suhu 350ºC massa bahan yang terdegradasi meningkat sangat tajam dibandingkan suhu 250ºC yaitu 51,16%. Kemudian degradasi bahan meningkat secara bertahap dan perlahan hingga pada suhu akhir 650ºC weight loss batang dan daun jagung yang dihasilkan yaitu 62,81%.

28

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pirolisis batang dan daun jagung dengan atapulgit menghasilkan weight loss yang lebih tinggi daripada yang tidak memakai atapulgit. Hal ini dikarenakan atapulgit sebagai katalis berfungsi mempercepat terjadinya reaksi sehingga pembakaran pada pirolisis batang dan daun jagung dengan atapulgit lebih cepat pada suhu yang sama dibandingkan pirolisis tanpa atapulgit.

Weight loss yang meningkat pada suhu 350ºC memperlihatkan

bahwa batang dan daun yang mengandung hemiselulosa dan selulosa yang cukup banyak telah terdegradasi, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rubro et al. (1998) dimana hemiselulosa terdegradasi pada suhu 200-316ºC dan selulosa yang terdegradasi pada suhu 316-360ºC. Kandungan lignin yang sedikit pada batang dan daun jagung terdegradasi pada suhu lebih dari 360ºC ditunjukkan dengan peningkatan weight loss yang bertahap pada Gambat 10. Pada suhu di atas 350ºC selain lignin yang terdegradasi juga terdapat hemiselulosa dan selulosa yang belum terdegradasi pada suhu awal.

Dari Gambar 10 juga dapat dilihat jumlah arang yang semakin sedikit dipengaruhi peningkatan suhu pada reaktor. Senyawa volatil yang terkondensasi dari biomassa pindah dari tempat reaksi akibat adanya aliran nitrogen. Kemudian senyawa volatil tersebut akan keluar dari reaktor sebagai fase gas sehingga meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan. Aliran nitrogen mempengaruhi waktu tinggal fase uap yang dihasilkan pada pirolisis dimana aliran gas yang tinggi menyebabkan produk keluar lebih cepat dari reaktor, sehingga dapat mengurangi pembentukan arang. Gas pirolisis keluar akibat dorongan aliran gas nitrogen yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya kondensasi dan menghasilkan cairan.

Suhu yang semakin tinggi akan membakar lebih banyak bahan sehingga mengurangi bobot bahan tersebut. Ini juga diperlihatkan dengan perubahan warna pada bahan yang semula berwarna kuning kecoklatan menjadi hitam sejalan dengan meningkatnya suhu pirolisis. Semakin tinggi suhu pirolisis maka semakin hitam arang yang dihasilkan. Arang

29

hasil pirolisis pada beberapa suhu pirolisis ditampilkan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

150ºC 250ºC 350ºC

450ºC 550ºC 650ºC

Gambar 11. Arang hasil pirolisis tanpa katalis pada beberapa suhu pirolisis

150ºC 250ºC 350ºC

450ºC 550ºC 650ºC

Gambar 12. Arang hasil pirolisis dengan katalis pada beberapa suhu pirolisis.

Dari Gambar 11 dan Gambar 12 dapat dilihat perbedaan dan perubahan warna batang dan daun jagung setelah pirolisis. Warna bahan pada suhu 150ºC tidak berbeda jauh dengan warna bahan yang belum dipirolisis. Kemudian bahan mulai terbakar sehingga terjadi perubahan warna dan kehilangan komponen-komponen bahan. Dan pada suhu 450ºC sebagian besar bahan telah terbakar dan berubah warna menjadi hitam. Batang dan daun jagung terbakar semuanya pada suhu 650ºC.

30 2. Cairan Hasil Pirolisis

Proses pirolisis menghasilkan abu, cairan dan gas. Menurut Cao

et al. (2004), jumlah cairan yang dihasilkan pada pirolisis yaitu sebesar

27-40,96% (wt%). Cairan pirolisis dihasilkan dengan cara pembakaran yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi rekasi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi.

Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran kemudian dialirkan melewati kondesor dan dikondensasikan menjadi destilat asap. Komposisi kimia cairan pirolisis disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi kimia cairan pirolisis*

Komposisi kimia Kandungan (%)

Air Fenol Asam Karbonil Ter 11-92 0,2-2,9 2,8-4,5 2,6-4,6 1-17 * Maga (1988)

Cairan yang dihasilkan pada pirolisis batang dan daun jagung berasal dari kondensasi gas-gas yang merupakan hasil degradasi dari komponen-komponen volatil biomassa. Cairan yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi. Grafik hubungan rendemen cairan dengan suhu pirolisis seperti terlihat pada Gambar 13.

31

Gambar 13. Grafik hubungan rendemen cairan dengan suhu pirolisis

Berdasarkan Gambar 13 terdapat pengaruh suhu terhadap jumlah produk yang dihasilkan pada pirolisis batang dan daun jagung, dimana semakin tinggi suhu maka akan meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan dan mengurangi cairan hasil pirolisis (Demirbas, 2006; Esin, 2007; dan Ioannidou, 2009). Cairan yang dihasilkan pirolisis batang dan daun jagung berbanding lurus dengan peningkatan suhu dan mencapai puncaknya pada suhu 350ºC kemudian turun pada suhu yang lebih tinggi yaitu 450ºC. Pirolisis tanpa atapulgit pada suhu 150ºC dihasilkan cairan rata-rata sebesar 3,43 g cairan, kemudian meningkat tajam pada suhu 350ºC sebesar 17,03 g. Pada suhu ini dihasilkan jumlah cairan yang paling tinggi. Pada suhu 450ºC jumlah cairan yang dihasilkan menurun menjadi 7,17 g dan semakin menurun jumlahnya pada suhu 650ºC menjadi 2,38 g. Data jumlah arang dan cairan hasil pirolisis terdapat pada Lampiran 2.

Cairan hasil pirolisis dengan katalis juga semakin meningkat dengan meningkatnya suhu dan mencapai puncaknya pada suhu 350ºC kemudian menurun hingga suhu 650ºC. Pada suhu 150ºC cairan yang dihasilkan rata-rata sebanyak 0,19 g. Hasil ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan cairan hasil pirolisis tanpa atapulgit pada suhu yang sama. Kemudian pada suhu 350ºC, cairan hasil pirolisis dengan atapulgit

32

mencapai titik maksimumnya yaitu rata-rata sebesar 9,62 g. Jumlah cairan yang dihasilkan menurun pada suhu 450ºC menjadi sebesar 4,89 g dan pada suhu 650ºC hanya menghasilkan 2,17 g.

Hasil di atas sesuai dengan penelitian-penelitian pirolisis lainnya. Demirbas (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap produk pirolisis kulit kacang dan menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah arang dan peingkatan fraksi gas serta jumlah cairan paling banyak terjadi pada suhu antara 400-530ºC, sesuai dengan tipe bahan baku yang digunakan. Cao et al. (2004) mempelajari tentang pirolisis tongkol jagung dengan reaktor tipe pipa juga menemukan jumlah arang maksimum dan sedikit gas pada suhu rendah. Jumlah cairan yang dihasilkan pada penelitian ini menurun dengan peningkatan suhu antara 350-600ºC.

Lee et al. (2006) mempelajari perhitungan gas yang dihasilkan pada proses pirolisis, membagi empat zona pirolisis sebagai berikut:

1. T < 340ºC : CH1.69O0.54  0.75C + 0.45H2O + 0.2CH4 + 0.05CO2 2. 340 < T < 560ºC : CH1.69O0.54  0.70C + 0.32H2O + 0.18CH4 + 0.16H2 + 0.11CO2 3. 560 < T < 900ºC : CH1.69O0.54  0.56C + 0.69H2 + 0.35CO + 0.08H2O + 0.05CO2 + 0.2CH4 4. T > 900ºC : CH1.69O0.54  0.46C + 0.84H2 + 0.54CO

Dari reaksi gas yang dihasilkan pada penelitian Lee et al. (2006), dapat diketahui senyawa-senyawa yang dihasilkan dari tiap reaksi empat zona suhu pirolisis tersebut. Semakin tinggi suhu, maka jumlah koefisien H2O, karbon dan CH4 akan semakin menurun, tetapi jumlah CO2 meningkat. Dan pada reaksi di atas suhu 900ºC hanya terdapat karbon, hidrogen, dan karbon monoksida yang merupakan gas yang sulit terkondensasi. Dari hasil reaksi ini dapat diketahui, suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan jumlah gas tak terkondensasi sehingga akan menurunkan jumlah cairan hasil pirolisis.

Hal ini sesuai dengan penelitian pirolisis batang dan daun jagung yang dilakukan dimana semakin tinggi suhu (setelah suhu 350ºC), jumlah

33

cairan akan semakin menurun, tetapi jumlah gas semakin meningkat. Rendemen cairan pirolisis pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil cairan yang diperoleh Tranggono et al. (1996) pada pirolisis beberapa jenis kayu dengan kisaran suhu 350ºC hingga 400ºC yang menghasilkan cairan dengan rendemen rata-rata 49,1%. Jumlah rendemen cairan yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung dengan jenis bahan baku yang digunakan. Persentase rendemen yang digunakan juga sangat bergantung dengan sistem kondensasi yang dipakai.

Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan Tranggono et al. (1996), yang menyatakan pembentukan cairan hasil pirolisis memerlukan air sebagai medium pendingin agar proses pertukaran panas dapat terjadi dengan cepat. Pirolisis pada suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan pembentukan cairan berkurang karena suhu dalam air pendingin semakin meningkat sehingga gas yang dihasilkan tidak terkondensasi sempurna.

Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air di dalam sistem pendingin dialiri secara kontinyu sehingga suhu di dalam sistem tidak meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Demirbas (2005) bahwa cairan hasil pirolisis bahan kayu dapat dihasilkan secara maksimum jika proses kondensasinya berlangsung secara sempurna. Suhu kondensasi yang dipakai pada pirolisis batang dan daun jagung berkisar antara 9ºC hingga 21ºC.

Hasil cairan yang cukup jauh berbeda antara cairan hasil pirolisis batang dan daun jagung yang menggunakan katalis dan yang tidak menggunakan katalis dimana cairan hasil pirolisis tanpa katalis menghasilkan cairan yang lebih banyak. Samolada et al. (2000) menganalisis flash pyrolysis dengan katalis komersial Fe/Cr alumina dan H-ZSM-5 pada suhu 500ºC di dalam reaktor piston dimana katalis yang dicampur dengan bahan baku disebut in-bed mode dan yang menggunakan tempat katalis di dalam sistem disebut ex-bed mode. Mereka menyatakan bahwa katalis di dalam biomassa yang dipirolisis menghasilkan cairan yang lebih sedikit dan jumlah gas yang semakin

34

meningkat. Uzun dan Nuri (2009) juga menemukan hasil yang sama pada penelitian mereka dimana jumlah cairan yang dihasilkan pada pirolisis batang jagung dengan beberapa jenis katalis lebih sedikit daripada cairan hasil pirolisis tanpa katalis.

Hal ini sama dengan yang dihasilkan pada pirolisis batang dan daun jagung pada penelitian ini dimana pirolisis tanpa katalis lebih banyak menghasilkan cairan tetapi gas yang dihasilkan lebih sedikit. Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah atapulgit yang masih dalam bentuk dasarnya yaitu berupa non koloid atau bubuk. Dengan bentuk seperti ini diharapkan atapulgit dapat masuk ke dalam struktur bahan sehingga dapat menghasilkan cairan yang lebih banyak. Tetapi batang dan daun jagung memiliki stuktur bahan yang lebih padat karena mengandung beberapa lapisan sehingga katalis tidak dapat masuk ke dalam bahan dan hanya berada di permukaan batang dan daun saja. Sehingga atapulgit tidak dapat bereaksi dengan bahan dan tidak menghasilkan cairan yang lebih banyak daripada pirolisis tanpa katalis. Selain itu salah satu sifat dari katalis yaitu selektiviti, menentukan produk yang akan dihasilkan. Produk yang terbentuk dari pirolisis dengan katalis ini lebih banyak menghasilkan gas yang tidak terkondensasi dan mengurangi jumlah cairan dan arang.

C. ANALISIS GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROSCOPY

Dokumen terkait