Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII)
Abstrak
Transparansi adalah persyaratan utama untuk pemilu yang murni, kompetitif dan demokratis. Hal itu menjadi dasar kepercayaan publik terhadap proses pemilu. Tujuan akhir dari open data dalam pemilu adalah untuk meningkatkan integritas dan akuntabilitas pemilu melalui pemilu yang lebih transparan.
Guna mendorong keterbukaan data pemilu terbuka KPU pada November 2021 mengeluarkan PKPU Nomor 5 Tahun 2021 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Komisi Pemilihan Umum. Implementasi SPBE bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan keterbukaan data pemilu dan pemilu yang berintegritas di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaanya SPBE masih ditemukan berbagai tantangan. Tantangan-tantangan ini dapat dipilah menjadi tiga aspek, yaitu aspek sumber daya manusia, organisasi, serta infrastruktur. Oleh karena itu, evaluasi terhadap implementasi SPBE pemilu sangat penting untuk diperhatikan oleh para pemangku kepentingan.
Kata Kunci: Data Pemilu, Keterbukaan, Pemilu, PKPU, SPBE
24
Pendahuluan
Open Government Data (OGD) merupakan sebuah gerakan transformasi baru yang telah disepakati sebagai isu Internasional sejak 2009, yaitu ketika Presiden Amerika Serikat, Barack Obama menyampaikan pidato kenegaraannya yang pertama. Secara internasional, OGD diterjemahkan sebagai niat baik Pemerintah untuk mengupayakan peningkatan transparansi, partisipasi, serta akuntabilitasnya sehingga tingkat kepercayaan warga negara kepada pemerintah semakin tinggi. Harapan OGD adalah untuk mendorong pertumbuhan pembangunan secara menyeluruh dan bersifat inklusif. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pengelolaan terhadap data dan informasi yang terbuka (Open Data) harus dilakukan (Retnowati, R., dkk, 2019).
Oleh sebab itu, diperlukan suatu badan pengelola data dan informasi yang wajib dipersiapkan dan dikelola secara terbuka oleh Badan Publik. Di dalam mengelola data dan informasi, terdapat delapan prinsip yang menjadi kesepakatan bersama di dunia Internasional. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) lengkap, (2) primer, (3) tepat waktu, (4) dapat diakses, (5) dapat diproses oleh mesin platform pencarian apapun, (6) non-diskriminatif, (7) Non kepemilikan/
Non eksklusif, dan (8) bebas lisensi (https://opengovdata.org). Kedelapan prinsip tersebut menjadi indikator penting dalam berbagai penelitian yang menitikberatkan pada tema Penerapan Model OGD di berbagai negara.
Sebagai salah satu negara pemrakarsa Open Government Partnership (OGP), Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan transformasi dalam bidang pemerintahan tersebut melalui Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Kemudian, terkait dengan penyelenggaraan OGD, Indonesia juga sudah memiliki regulasi tentang data terbuka, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Satu Data Indonesia merupakan kebijakan pengelolaan data pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan data yang berkualitas, mudah diakses, dan dapat dibagikan antara Instansi Pusat dan Daerah. Peraturan ini diharapkan dapat membuat informasi publik tersedia, dapat diakses, dan diperbarui secara berkala.
25
Menilik Persiapan Jelang Pemilu Tahun 2024 dan Dinamika Kebijakan di Tahun Ketiga Pandemi Covid-19
Salah satu implementasi KIP dan OGD adalah keterbukaan data yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). KPU memberikan ruang informasi kepada publik melalui situs www.kpu.go.id. Situs ini merupakan wadah yang menampilkan data-data penyelenggaraan pemilu. Selanjutnya, KPU pada tahun 2021, membuat website Opendata.kpu.go.id yang merupakan Portal Satu Data KPU.
Portal ini menyajikan data-data dari seluruh bidang di Komisi Pemilihan Umum.
opendata.kpu.go.id menyediakan data yang mudah dicari, diakses, serta dapat digunakan kembali, dengan harapan publik/ masyarakat pengguna portal dapat memanfaatkan data yang telah tersedia untuk menciptakan inovasi dan peran serata dalam membangun negara Indonesia menjadi lebih baik.
Harapannya, opendata.kpu.go.id menjadi Portal Data Terpadu menjadi Portal Data yang akurat, mutakhir, terbuka, terintegrasi, lengkap, akuntabel, dinamis, handal, valid, mudah diakses dan berkelanjutan, dan dapat menyajikan data dan informasi yang dibutuhkan masyarakat, serta memenuhi hak publik sebagai bentuk penerapan e-government dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Melihat praktik tersebut di atas, berdasarkan temuan studi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) tahun 2021 yang didukung oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan The Asia-Pacific Regional Support for Elections and Political Transitions Program - The United States Agency for International Development (RESPECT-USAID), ditemukan bahwa terkait kesiapan data pemilu terbuka, data pemilu dalam berbagai kategori tersedia gratis di internet, meski tidak mudah ditemukan dan ditempatkan.
Dari hasil studi TII, ditemukan bahwa pada umumnya, sebagian besar data pemilu di Indonesia bersifat terbuka, sebagaimana terpantau melalui situs Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai catatan, studi TII menggunakan panduan dari Open Election Data Initiative (https://www.openelectiondata.net/en/inventory/, diambil dari The Indonesian Institute, 2021) untuk mengidentifikasi seberapa terbuka data pemilu. Hasilnya dapat dibagi menjadi tiga kategori. Skor di atas 70% (dari “ya” dan “tidak jelas”) adalah “sebagian besar terbuka” (warna hijau). Skor lebih dari 30% dan hingga 70% (dari “ya” dan “tidak jelas”) adalah
“terbuka sebagian” (warna kuning). Skor 30% atau kurang (dari “ya” dan “tidak
26
jelas”) dianggap “tidak terbuka” (warna merah). Sedangkan data dapat dibagi menjadi empat: ya, tidak, tidak ditemukan, dan tidak jelas. Pertama, ya artinya bahwa data tersedia dan ditampilkan di situs web KPU. Kedua, tidak artinya bahwa KPU punya datanya, tapi tidak ditampilkan di website KPU. Ketiga, tidak ditemukan artinya KPU tidak memiliki data, sehingga tidak tersedia di website KPU. Keempat, tidak jelas artinya bahwa data sudah ada di website, namun tergantung pihak di luar KPU.
Studi TII menemukan bahwa terdapat tujuh jenis data dianggap terbuka:
yang berkaitan dengan kerangka hukum; badan dan penyelenggara pemilu;
proses badan penyelenggara pemilu; daerah pemilihan; kualifikasi surat suara; kampanye pemilu, dan pendidikan pemilih. Selain itu, enam jenis data yang dianggap terbuka sebagian: pendaftaran partai politik; dana kampanye;
pendaftaran pemilih; daftar pemilih; tempat pemungutan suara, serta keberatan dan sengketa pemilu. Dua data pemilu yang dianggap tidak terbuka adalah keamanan pemilu dan hasil pemilu.
Studi TII menyoroti beberapa isu penting yang harus ditindaklanjuti untuk meningkatkan kesiapan data pemilu terbuka di Indonesia. Berkaitan dengan aspek normatif, studi TII menggarisbawahi pentingnya memiliki regulasi yang jelas tentang penyediaan data pemilu terbuka dan sinergi, serta kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan. Aturan internal terkait data terbuka di KPU juga penting agar KPU mempersiapkan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusianya agar lebih baik dalam mempraktikkan data terbuka.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, pada bulan November 2021, KPU mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Komisi Pemilihan Umum. PKPU ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum bagi penguatan praktik open data di KPU. Selama kurun waktu dikeluarkannya PKPU ini hingga studi ini berlangsung hingga bulan Mei 2022 (enam bulan) ingin diketahui, bagaimana evaluasi implementasi kebijakan PKPU No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Komisi Pemilihan Umum dalam rangka keterbukaan data pemilu terbuka di Indonesia.
27
Menilik Persiapan Jelang Pemilu Tahun 2024 dan Dinamika Kebijakan di Tahun Ketiga Pandemi Covid-19