BAB IV. PELAKSANAAN EVALUASI PEMBANGUNAN
4.1 Deskripsi Kondisi Eksisting Pelaksanaan Evaluasi Pembangunan
4.1.2 Penerapan Evaluasi Pembangunan oleh Pemerintah Daerah
Secara umum daerah telah melakukan evaluasi, namun evaluasi tersebut masih sangat bervariasi baik dari segi evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan (dokumen perencanaan pembangunan), cakupan, waktu pelaksanaan, pelaku evaluasi, kriteria evaluasi yang digunakan, teknik penilaian, dan tahapan yang dilakukannya. Sebagian besar evaluasi pelaksanaan pembangunannya dilakukan terhadap RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, dan Renja SKPD. Pelaksanaan evaluasi pada masing-masing daerah berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Ada yang hanya mengevaluasi RPJMD dan RKPD saja, tetapi ada pula yang telah melakukan hingga pada Renstra SKPD dan Renja SKPD. Adapun evaluasi lainnya seperti Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ), Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ), Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, Evaluasi APBD, Evaluasi RAD-MDGs, Evaluasi RAD-GRK. Untuk evaluasi RPJPD masih banyak daerah yang belum melaksanakan, dari 9 (sembilan) sampel terpilih, hanya Provinsi Kalimantan Timur yang telah melaksanakan.
Evaluasi RKPD, Renstra SKPD, dan Renja SKPD dilakukan secara tahunan, sedangkan evaluasi RPJMD di beberapa daerah dilakukan dengan waktu yang berkala dan sangat bervariasi, beberapa melakukan evaluasi setiap 2,5 – 3 tahun
sebagai mid term review dan 5 tahunan. Secara umum tujuan evaluasi yang dilakuan oleh daerah adalah untuk mengukur kinerja, keberhasilan, dan kegagalan dari suatu program dan kegiatan yang telah direncanakan. Namun, secara khusus beberapa daerah juga melakukan evaluasi dengan tujuan:
1. Untuk pemutahiran target dan sasaran untuk disesuaikan dengan kapasitas fiskal, dan dinamika perkembangan kebijakan nasional.
2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi kinerja.
3. Untuk memantau apakah rencana yang tertuang dalam RKPD sudah sesuai dengan pelaksanaannya.
4. Untuk melakukan koreksi apabila ditemukan penyimpangan/hambatan/ kendala.
Dalam pelaksanaan evaluasi, berdasarkan cakupannya, jenis evaluasi yang digunakan oleh sebagian daerah adalah evaluasi kegiatan dan evaluasi outcome, sedangkan evaluasi tematik hanya dilakukan oleh beberapa daerah dan evaluasi ini pun langsung dilakukan oleh bidang (sektor) terkait. Evaluasi tematik tersebut difokuskan pada program prioritas daerah seperti revitalisasi balai instalasi, program kredit rakyat, pembangunan kawasan melalui one map one data, MDGs, kemiskinan, dan lain sebagainya. Untuk evaluasi dampak belum pernah dilakukan oleh daerah terpilih dalam sampel ini. Jika berdasarkan waktu pelaksanaannya, maka jenis evaluasi yang digunakannya adalah evaluasi on-going dan ex-post. Evaluasi on-going adalah evaluasi yang paling sering dilakukan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur konsistensi antara perencanaan dengan pelaksanaan. Sedangkan evaluasi ex-post paling sering digunakan untuk mengevaluasi RKPD. Untuk evaluasi ex-ante masih sangat jarang dilakukan, dari daerah yang menjadi sampel, hanya Kalimantan Timur yang melakukannya. Evaluasi tersebut dilakukan tiap tahun untuk mengevaluasi Renja SKPD dan RKPD. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi konsistensi antara perencanaan dengan penganggarannya. Seringkali hal tersebut tidak memiliki kesesuaian yang diakibatkan oleh banyaknya unsur politik didalamnya.
Berdasarkan metodenya, jenis evaluasi yang sering digunakan adalah evaluasi proses implementasi. Untuk evaluasi Performance Logic Chain hanya dilakukan oleh beberapa daerah. Hal ini dikarenakan sebagian besar SKPD masih belum
mengetahui tentang logframe, bahkan indikator yang disusun pun levelnya masih kurang tepat. Meta evaluasi juga masih jarang dilakukan karena setiap SKPD belum tentu melakukan evaluasi terhadap Renja SKPD atau Renstra SKPD. SKPD lebih sering melakukan evaluasi studi kasus, misalnya evaluasi kemacetan, pelabuhan, dan jalan. Evaluasi tersebut pun hanya bersifat insidental. Sedangkan evaluasi pra implementasi belum pernah dilakukan oleh daerah, Hal ini dikarenakan pihak daerah masih merasa suatu program atau kegiatan belum bisa diukur jika belum dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan evaluasinya, pelaku evaluasi yang terlibat dalam kegiatan tersebut adalah evaluator internal dan juga evaluator eksternal. Tim internal berasal dari instansi atau unit sendiri, sedangkan evaluator eksternal sebagaian besar menggunakan pihak-pihak dari akademisi, yaitu dari Perguruan Tinggi. Namun ada beberapa daerah juga yang menggunakan evaluator eksternal dari konsultan, dan hanya Provinsi Jawa Tengah yang melibatkan LSM dalam melakukan evaluasinya. Pihak evaluator eksternal berperan untuk memberikan masukan dari sisi teoritis dan memberikan perspektif dari sudut pandang yang berbeda yang berguna bagi pelaksanaan evaluasi, sedangkan pihak internal berperan sebagai konseptor, sebagai pihak yang mendapatkan data langsung dari pemangku program dan penerima manfaat, dan sebagai penyusun laporan.
Metode evaluasi yang digunakannya adalah metode evaluasi kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk membandingkan target dengan capaiannya, kemudian membandingkan pula antara capaian yang telah diperolehnya dengan capaian dari provinsi lain (dalam satu pulau) dan juga capaian secara nasional. Jenis data yang digunakan untuk evaluasi adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder tersebut berasal dari BPS, SKPD, dan juga instansi pusat. Data primer juga diperoleh dari SKPD melalui FGD dan wawancara mendalam. Bahkan ada pula daerah yang melakukan pengumpulan data primernya melalui penyebaran kuesioner atau form yang yang sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 54 tahun 2010.
Untuk stakeholder yang terlibat dalam pengumpulan datanya, sebagian besar menggunakan stakeholder yang terlibat langsung dalam implementasi. Namun beberapa daerah juga melibatkan stakeholder yang merupakan pengguna utama dari
evaluasi (pengambil kebijakan atau keputusan) dan stakeholder yang diintervensi atau dilayani.
Setiap daerah memiliki variabel dan kriteria evaluasi yang berbeda-beda. Kriteria evaluasi tersebut meliputi relevansi, efektifitas, efisiensi, dampak, dan keberlanjutan. Berdasarkan kasus pada 9 (sembilan) daerah terpilih, sebagian besar menyebutkan bahwa kriteria evaluasi yang digunakan adalah relevansi dan efektifitas. Kesembilan daerah tersebut selalu menggunakan kriteria ini. Namun ada beberapa daerah yang menambahkan kriteria lainnya yaitu efisiensi dan keberlanjutan. Dampak masih belum dilakukan karena untuk mengukur dampak harus menunggu rentang waktu yang cukup lama setelah program atau kegiatan tersebut dilaksanakan. Untuk kritera keberlanjutan bukan dipergunakan untuk mengukur manfaat yang sifatnya masih berjalan (berlanjut) setelah program tersebut berakhir, tetapi hanya dipergunakan untuk mengukur kelanjutan dari program atau kegiatan yang sifatnya multiyears.
Dalam teknik penilaian evaluasi, sebagian besar menggunakan pengukuran kinerja yang didalamnya diukur melalui perhitungan gap analysis. Selain itu daerah juga menggunakan evaluasi proses implementasi. Untuk mekanisme atau tahapan evaluasi yang digunakan oleh daerah sangat bervariasi. Dari 9 (sembilan) daerah yang menjadi sampel, dua diantaranya (Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Jawa Timur) menggunakan tahapan evaluasi yang berpedoman pada Permendagri No. 54 tahun 2010, sedangkan dua daerah lainnya (Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sumatera Barat) menggunakan tahapan yang disepakati bersama di dalam internal instansinya. Bahkan untuk provinsi lainnya tidak memiliki tahapan evaluasi yang jelas. Dasar pertimbangan untuk menggunakan Permendagri No. 54 tahun 2010 sebagai acuan untuk melakukan evaluasi adalah Permendagri tersebut memberikan penjelasan yang detil untuk melakukan evaluasi, sehingga ada kejelasan di dalamnya namun ini juga dirasa masih menyulitkan karena tahapan yang diberikan bersifat sangat rumit.
Tahapan akhir dari pelaksanaan kegiatan evaluasi adalah pelaporan evaluasi. Dalam pelaporannya, daerah menggunakan format laporan yang berlaku secara umum (standar laporan), yaitu yang terdiri dari :
1. Latar Belakang Evaluasi. 2. Isu dan Permasalahan Evaluasi.
3. Tujuan Evaluasi. 4. Subyek Evaluasi. 5. Metodologi Evaluasi. 6. Tim Evaluasi. 7. Hasil Evaluasi.
Sebagian besar substansi yang dimuat dalam laporan tersebut mengenai realisasi penyerapan dana, realisasi pencapaian target keluaran, kendala yang dihadapi, dan tindak lanjutnya. Untuk substansi tentang keberlanjutan program/kegiatan dan manfaat/hasil program/kegiatan hanya dilakukan oleh beberapa daerah. Hasil evaluasi tersebut kemudian disampaikan kepada policy maker di daerah, walaupun hasil evaluasi tersebut tidak semuanya dapat digunakan karena banyaknya kepentingan politik di dalamnya. Laporan tersebut kemudian disampaikan kepada beberapa instansi, diantaranya adalah Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, K/L yang terkait dengan program atau kegiatan, UKP4, dan seluruh SKPD di daerah terkait.
Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan, oleh daerah dimanfaatkan sebagai masukan untuk proses perencanaan periode selanjutnya, namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak semua hasil evaluasi tersebut dapat dipergunakan karena tingginya kepentingan politik dalam pengambilan keputusannya terutama dalam kaitannya dengan politik anggaran.
Dalam pelaksanaan evaluasi, daerah mengalami berbagai kendala dalam proses pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut diantaranya berupa tidak adanya panduan evaluasi yang bersifat lebih praktis dan simpel, kurangnya sumber daya manusia di bidang evaluasi, banyaknya laporan evaluasi yang harus dibuat dengan format yang berbeda-beda, dan indikator yang ada juga masih kurang terukur. Dalam upaya penyempurnaan pelaksanaan evaluasi diharapkan adanya panduan untuk melaksanakan evaluasi yang lebih praktis dan simpel, adanya suatu kesepakatan format laporan yang dapat digunakan oleh seluruh instansi atau dibuat pelaporan satu pintu yang dapat digunakan oleh seluruh instansi, adanya sanksi apabila dalam evaluasi ditemui ketidakpatuhan dalam menyampaikan hasil evaluasi, menjadikan hasil evaluasi sebagai pedoman untuk memberikan reward dan
punishment, dan hasil evaluasi juga seharusnya benar-benar dijadikan sebagai dasar perencanaan.