• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: KONDISI SOSIAL KEAGAMAAN KOMUNITAS SAMIN

B. Pemahaman Penentuan Awal Bulam Jawa Islam Sistem Aboge di

2. Penerapan Penanggalan Jawa Islam Aboge dalam Tradisi

1. Tradisi Deder

Pada bulan Suro tepatnya 7 hari menjelang malam Selasa Kliwon, Komunitas Samin berpuasa ngrowot44.

Poso ngrowot ini bertujuan untuk menebus dosa orang

tua, merupakan salah satu bentuk bakti anak kepada orang tuanya. Pada hari ketujuh puasa, ditutup dengan

43Wawamcara dengan Mbah Poso pada tanggal 05/03/2019 pukul 10:00 WIB.

44 Yaitu puasa dari tidak makan nasi dan jagung, karena nasi dan jagung merupakan makanan pokok Komunitas Samin, mereka hanya dibolehkan makan jenis ubi-ubian/polo pendem. Wawancara dengan Mbah Nyari pada tanggal 28/02/2019 pukul 16:00 WIB.

104

sebuah acara bersama, yaitu berkumpulnya seluruh Komunitas Samin untuk berdoa dan menyantap bersama makanan yang telah disiapkan. Semua berpakaian serba hitam lengkap dengan ikat kepala bagi kaum laki-laki. Warna hitam bermakna kaya miskin, pangkat tinggi rendah semua bayangannya sama, yaitu hitam, tidak ada yang membedakan derajat manusia di dunia ini. Menurut penuturan Mbah Lasio, acara tersebut memiliki makna simbolik yang mendalam bagi Komunias Samin, yaitu:

“Selasa Kliwon bulan Suro niki, njaluk ijin doa pangestu nopo sing dicici tumeko seng marang nejo orak temomo, karmane jenang bubur putih, kapeng kaleh ngoroi sedereke seng manggen Ler, arane Guluntoro, karmanipun jenang abang, kaping tigo ngoroi sedereke

seng manggen kilen, arane niku Linggantoro,

karmanipun jenang abang putih, kaping sekawan ngoroi sedereke seng manggen Kidul, arane Murtoro, karmanipun jenang bubur ireng. Adeg-adeg ipun nyuwun iden pangestu mben mboten punopo-punopo, nopo seng disejo bakal tumeko. Njaluk idin keselametan kanggo anak putu”.

“Selasa Kliwon bulan Suro ini kita memohon doa agar apa yang diinginkan tercapai, dijauhkan dari segala

105

bala’ dengan simbol bubur jenang putih, yang kedua untuk mendoakan saudara diri kita sendiri yang berada di Timur disebut Guluntoro dengan simbol bubur jenang merah, yang ketiga untuk mendoakan saudara diri kita sendiri yang berada di Barat disebut Linggantoro dengan simbol bubur jenang merah putih, yang keempat untuk mendoakan saudara diri kita sendiri yang berada di Selatan disebut Murtoro dengan simbol bubur jenang hitam. Hal itu juga untuk meminta keselamatan terhadap anak cucu”.45

Selanjutnya ditengah gulita malam mereka berdiri atau berjalan berkeliling desa tanpa duduk sama sekali hingga fajar menyingsing.

“Yen bulan Suro malem Seloso Kliwon niku namanipun Deder, naliko wong lanang gadah karep kaleh wong tuo wedok”.

“Jika bulan Suro malem Selasa Kliwon orang Samin

melaksanakan Deder sebagai bentuk penghormatan anak kepada ibunya” Tutur Mbah Lasio.46

Sedangkan saat malam Selasa Kliwon di bulan-bulan biasa, ketika ditempat lain banyak orang sudah

45Wawancara dengan Mbah Lasio pada tanggal 05/03/2019 pukul 10:00 WIB.

46Wawancara dengan Mbah Lasio pada tanggal 05/03/2019 pukul 10:00 WIB.

106

terlelap, orang Samin di Klopoduwur masih terjaga. Komunitas Samin berkumpul melewati malam bersama tanpa tidur atau sering disebut lek-lekan,

“Dinten Seloso Kliwon, suri sapto pandongo nopo seng disejo tumeko seng mareng ciloko temomo, raga tekene nyowo, nyowo gondelane sukmo, bancik klewan kudung tameng topeng geni banyu barat angin diweruhi njaluk idin pangestu selamet lan sambikolo tetepo jejeg madep ten alam dunyo nopo seng disejo tumeko.”

“Pada hari Selasa Kliwon, kita bersama-sama berdoa agar apa yang menjadi hajat terpenuhi dan dihindarkan dari segala bala’, karna raga tiyangnya nyawa, nyawa tiyangnya sukma, agar kita semua selamat di dunia ini.47

2. Salin Sandhangan

Yaitu selamatan48 kematian yang mereka lakukan secara sederhana kemudian dilanjutkan dengan

47Wawamcara dengan Mbah Poso pada tanggal 05/03/2019 pukul 10:00 WIB.

48Selamatan adalah upacara seddekah makanan dan doa bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakan. Upacara selamatan termasuk kegiatan batiniah yang bertujuan untuk mendapat ridha dari Tuhan. Kegiatan selamatan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di pedusunan Jawa. Ada bahkan yang meyakini bahwa selamatan adalah syarat spiritual yang waib dan jika dilanggar akan mendapat ketidakberkahan atau kecelakaan. Baca Budiono Hadisutrisno, Islam Kejawen, Yogyakarta: Eule Book, 2009, hal. 38-39.

107

mitungdino (selamatan pada hari ke-7 kematian), lalu matangpuluhdino (selamatan pada hari ke-40 kematian), nyatus (selamatan pada hari ke-100 kematian), dan nyewu/mendak (selamatan pada hari ke-1000 kematian).

Untuk menentukan jatuhnya hari dan pasaran

matangpuluhdino (selamatan pada hari ke-40 kematian), nyatus (selamatan pada hari ke-100 kematian), dan nyewu/mendak (selamatan pada hari ke-1000 kematian),

yaitu:

a) Matangpuluhdino= Mo Sarmo (5 5) b) Nyatus = Ro Sarmo (2 5)

c) Nyewu/mendak = Nem Sarmo (6 5)

Dengan ketentuan untuk menentukan bulannya,

yaitu:

a. jika tanggal meninggal kurang dari lima, maka hitungan bulannya 10 (untuk acara nyewu/mendak)

108

b. jika tanggal meninggal lebih dari lima, maka hitungan bulannya 11 (untuk acara nyewu/mendak).

Contoh menghitung matangpuluhdino (selamatan pada hari ke-40 kematian), nyatus (selamatan pada hari ke-100 kematian), dan nyewu/mendak (selamatan pada hari ke-1000 kematian) untuk orang yang meninggal pada hari Jumat Legi tanggal 4 Suro, maka untuk mencari jatuhnya matangpuluhdino pada hari dan pasaran apa menggunakan rumus Mo Sarmo (5 5), yaitu hari Selasa (dihitung dari Jumat) pasaran Kliwon (dihitung dari Legi). Sedangkan untuk mencari jatuhnya nyatus pada hari dan pasaran apa menggunakan rumus Ro Sarmo (2 5), yaitu hari Sabtu (dihitung dari Jumat) pasaran Kliwon (dihitung dari Legi). Dan untuk menentukan nyewu/mendak pada hari dan pasaran apa menggunakan rumus Nem Sarmo (6

109

(dihitung dari Legi) bulan Sawal (dihitung dari bulan Suro).49

Nyewu dianggap sebagai selamatan terakhir dengan

roh seseorang yang wafat sejauh-jauhnya dan menurut kepercayaan, nyawa itu hanya akan datang menjenguk keluarga pada setiap malam lebaran, dan rumah dibersihkan agar nyawa nenek moyang atau orang tuanya yang telah mendahului ke alam baka akan merasa senang melihat kehidupan keturunannya bahagia dan teratur rapi. Itulah, mengapa orang Jawa, juga orang Samin sebagai bagian dari orang Jawa begitu giat memperbaiki dan membersihkan rumah menjelang hari raya Idul Fitri yang dalam bahasa Jawanya Bakdan atau Lebaran dari kata pokok bubar yang berarti selesai berpuasanya.

Dokumen terkait