• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerimaan Total Operasional (Operating Revenue)

Dalam dokumen Bab 6 Bidang Telekomunikasi (Halaman 34-45)

6.3.5. Pendapatan Operator Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi

6.3.5.1. Penerimaan Total Operasional (Operating Revenue)

Salah satu indikator lain untuk melihat perkembangan industri telekomunikasi adalah pendapatan yang diperoleh perusahaan penyelenggara telekomunikasi, diantaranya penerimaan operasional. Penerimaan operasional operator adalah penerimaan yang diterimanya dari layanan yang disediakan seperti layanan telepon pasca bayar (postpaid), prabayar (prepaid), international roaming, interkoneksi dan layanan-layanan lainnya seperti penyewaan jaringan.

Penerimaan operasional dari operator telepon seluler di Indonesia menunjukkan trend yang meningkat dalam empat tahun terakhir kecuali Mobile-8 yang mengalami penurunan. Memasuki tahun 2009 penerimaan operasional menunjukkan kondisi yang variatif dimana Mobile-8 mengalami penurunan signifikan dan Indosat juga menurun meski hanya 0,4%. Namun operator lain seperti Telkom Goroup, XL-Axiata dan Bakrie menunjukkan peningkatan cukup signifikan. Memasuki tahun 2010, penerimaan operator diperkirakan masih akan terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan. Sampai dengan kuartal I 2010, penerimaan operator menunjukkan trend positif dengan pencapaian penerimaan rata-rata sudah diatas 25% dari penerimaan tahun sebelumnya kecuali untuk Mobile-8. Mobile-8 masih menunjukkan kecenderungan penerimaan operasional yang menurun, sementara Indosat sudah meningkat cukup baik meski mengalami penurunan pada tahun sebelumnya.

Tabel 6.10 yang menampilkan perkembangan penerimaan operasional dari operator telepon seluler menunjukkan bahwa semakin besar peneriman operasional dari operator, maka pertumbuhan penerimannya cenderung akan semakin kecil meskipun secara nominal nilainya besar. Telkom Group (mencakup Telkomsel dan Telkom-Flexi) yang pada tahun 2009 membukukan penerimaan Rp. 64,5 Triliun, pertumbuhan penerimaan pada 2009 justru hanya 6,4%. Sementara Bakrie Telecom yang memiliki penerimaan operasional pada 2009 baru mencapai Rp. 2.7 triliun menunjukkan pertumbuhan penerimaan yang cukup besar yaitu 24,6%. Demikian pula dengan XL-Axiata yang membukukan penerimaan

| 35 operasional sebesar Rp. 13,7 triliun pada tahun 2009, mampu tumbuh 13,6% dan penerimaan pada kuartal I 2010 sudah mencapai 30% dari penerimaan tahun sebelumnya.

Tabel 6.10. Penerimaan Operasional Operator Telepon (Rp. Milyar)

No Operator 2006 2007 2008 2009 2010* 1 Telkom Group** 51.294 59.440 60.689 64.597 16.587 2 Indosat Group *** 12.239 16.488 18.659 18.393 4.735 3 XL-Axiata 4.682 7.990 12.061 13.706 4.106 4 Bakrie 608 1.290 2.202 2.743 708 5 Mobile-8 589 883 732 369 65

6 Smart Telecom 5 200 546 N.A

7 Hutchinson CPT 117 296 615 N.A

*) Sampai kuartal I Tahun 2010

**) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Telkom ***) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Indosat

Kecenderungan penurunan pertumbuhan penerimaan operasional terjadi pada hampir semua operator meskipun masih pada angka yang positif seperti ditunjukkan pada gambar 6.19. Sampai tahun 2008, pertumbuhan penerimaan untuk XL-Axiata masih menunjukkan trend peningkatan, namun menurun memasuki tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh jumlah pelanggan yang sudah sangat tinggi secara total sehingga pertumbuhan pelanggan juga tidak lagi tinggi dan berdampak pada pertumbuhan penerimaan. Untuk Mobile-8 bahkan sudah menunjukkan pertumbuhan yang negatif sejak 2008. Pada tahun 2010 diperkirakan pertumbuhan peneriman masih akan positif meskipun besaran pertumbuhannya semakin rendah.

| 36 Gambar 6.19 Pertumbuhan Penerimaan Operasional Operator 2007-2009

6.3.5.2. Laba (Rugi) Operasional (Operating Income/Loss)

Jika penerimaan operasional masih menunjukkan peningkatan dan pertumbuhan yang positif, tidak demikian dengan Laba operasional oleh masing-masing operator. Laba operasional operator menunjukkan penurunan meskipun nilainya masih postif yang berarti operator masih menikmati keuntungan meskipun semakin menurun. Namun untuk Mobile-8 menunjukkan terjadinya kerugian yang terjadi sejak tahun 2008 dan besarannya semakin meningkat pada tahun berikutnya. Laba operasional yang masih negatif (rugi) juga dialami oleh operator baru seperti Smart Telecom dan Hutchinson TCP. Hal ini diduga disebabkan oleh masih besarnya investasi yang dilakukan oleh operator tersebut untuk mengembangkan jaringan, sementara jumlah pelanggannya masih sedikit. Disisi lain, pendapatan yang negatif juga terjadi karena persaiangan yang semakin ketat diantara operator dalam industri penyelenggara jaringan telekomunikasi ini.

Tabel 6.11. Laba (rugi) Operasional Operator Telepon (Rp. Milyar)

No Operator 2006 2007 2008 2009 2010* 1 Telkom Group** 31.716 26.473 22.307 22.603 5.322 2 Indosat Group *** 7.051 4.520 4.733 3.213 746 3 XL-Axiata 2.554 1.760 1.753 2.464 1.169 4 Bakrie 292 318 379 288 103 5 Mobile-8 397 170 (403) (676) (211) 6 Smart Telecom (167) (347) N.A N.A

7 HTCP (741) (1.686) (2.821) N.A

*) Sampai kuartal I Tahun 2010

**) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Telkom ***) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Indosat

2007 2008 2009 Telkom Group** 15,9% 2,1% 6,4% Indosat 34,7% 13,2% -1,4% XL-Axiata 38,0% 86,7% 13,6% Bakrie 112,2% 70,7% 24,6% Mobile-8 49,9% -17,1% -49,6% -60% -40% -20%0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140%

| 37 Laba operasional yang semakin kecil meskipun masih positif berdampak pada pertumbuhan laba yang mulai memasuki trend negatif pada semua operator seperti ditunjukkan oleh gambar 6.20. Namun memasuki tahun 2009, beberapa operator menunjukkan pertumbuhan laba yang positif seperti pada Telkom Group dan XL-Axiata. Khusus untuk Mobile-8, angka yang positif pada tahun 2009 justru menunjukkan kerugian yang semakin meningkat (peningkatan kerugian sebesar 67,7%). Namun Indosat justru mengalami hal yang sebaliknya yang mengalami penurunan pertumbuhan pendapatan pada tahun 2009 setelah meningkat pada tahun 2008.

Gambar 6.20. Pertumbuhan Pendapatan (Kerugian) Operasional Operator 2007-2009

6.3.5.3. EBITDA (Earning Before Interest, Tax, Depreciation and Ammortization)

EBITDA adalah pendekatan penerimaan yang dihitung dari peneriman operator telepon sebelum dikurangi dengan bunga, pajak, penyusutan/depresiasi dan amortisasi. Tabel 6.12 menyajikan EBITDA dari lima operator utama telepon seluler di Indonesia yang secara umum menunjukkan trend peningkatan kecuali untuk Telkom Group dan Indosat Group. Dari tabel tersebut terlihat bahwa EBITDA dari Telkom Group yang mencakup Telkomsel dan Telkom-Flexi menunjukkan nilai yang jauh lebih besar daripada operator lainnya, namun mengalami penurunan pada tahun 2008. Bahkan EBITDA dari Indosat belum sampai Rp. 10 Triliun. Sementara dua operator yang relatif baru yaitu Bakrie dan Mobile-8 masih pada angka dibawah Rp. 1 triliun.

2007 2008 2009 Telkom Group** -16,5% -15,7% 1,3% Indosat -35,9% 4,7% -32,1% XL-Axiata -31,1% -0,4% 40,6% Bakrie 8,9% 19,2% -24,0% Mobile-8 -57,2% -337,1% 67,7% -400% -350% -300% -250% -200% -150% -100% -50% 0% 50% 100%

| 38 Setelah mengalami penurunan pada tahun 2008, tahun 2009, EBITDA Telkom Group kembali meningkat meskipun belum sebesar tahun 2007. Sebaliknya dengan Indosat Group yang mengalami peningkatan EBITDA pada 2008 justru menurun pada tahun 2009. Sementara EBITDA dari Mobile-8 justru mengalami posisi negatif sejak 2009 yang disebabkankan oleh penerimaan yang juga menurun. Memasuki tahun 2010, sampai kuartal I EBITDA dari operator menunjukkan tanda-tanda perbaikan dimana pencapaiannya rata-rata telah lebih dari 25% dari EBITDA tahun sebelumnya kecuali untuk Mobile-8 yang justru menunjukkan potensi semakin negatif. Bahkan untuk XL-Axiata telah mencapai 34% dari EBITDA tahun sebelumnya.

Tabel 6.12 EBITDA Operator Utama Telepon di Indonesia 2006-2010 (Rp. Milyar)

No Operator 2006 2007 2008 2009 2010* 1 Telkom Group 31.716 37.067 34.621 36.560 9.044 2 Indosat Group 7.051 8.714 9.321 8.774 2.228 3 XL-Axiata 2.554 3.509 5.132 6.205 2.142 4 Bakrie 292 545 822 1.269 371 5 Mobile-8 397 400 (84) (357) (133) 6 Smart Telecom (135) (289) 7 HCPT (1.339) (561)

*) Data sampai kuartal I 2010

Diihat dari pertumbuhannya, EBITDA menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan trend yang semakin meningkat setelah menurun pada tahun 2008. Fluktuasi dialami oleh Telkom Group yang pertumbuhan EBITDA-nya menurun pada 2008 namun kembali meningkat pada 2009. Sebaliknya Indosat mengaami penurunan EBITDA pada 2009 setelah meningkat pada tahun 2009. Trend yang positif ditunjukkan oleh EBITDA dari Bakrie dan XL-Axiata yang pertumbuhan EBITDA-nya mencapai rata-rata 64,1% dan 34,9% per tahun dalam periode 2006-2009. Rata-rata pertumbuhan EBITDA dari Telkom Group dan Indosat Group juga masih menunjukkan angka yang positif pada periode tersebut dengan rata-rata 5,3% dan 8,2% per tahun.

| 39 Gambar 6.21 Pertumbuhan EBITDA Operator 2007-2009

6.3.5.4. ARPU (Average Revenue per User)

ARPU menunjukkan penerimaan yang diraih oleh operator per satu pelanggan yang menggunakan produknya. Besaran nilai ARPU menunjukkan besarnya rata-rata penerimaan yang didapat oleh operator dari satu pelanggannnya. Artinya, meskipun jumlah pelanggan sedikit, namun bisa jadi ARPU dari operator tersebut besar jika pelanggan cukup intensif menggunakan layanan sambungan telepon dari operator tersebut. Tabel 6.13 menunjukkan bahwa secara umum terjadi penurunan ARPU pada semua operator dengan penurunan yang cukup tajam dalam lima tahun terakhir.

Bakrie Telekom mengalami penurunan ARPU dari Rp. 116,913 pada 2005 menjadi hanya Rp. 33.850 pada tahun 2009 dan Rp. 28.000 pada kuartal I tahun 2010.. Artinya, jika semula Bakrie Telecom memperoleh penerimaan Rp. 116.915 per pelanggannya pada 2005, menurun hanya menjadi Rp Rp. 28.000 per pelanggan pada kuartal I tahun 2010. Penurunan ini diduga terkait dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan Bakrie Telecom yang mengalami peningkatan pelanggan sangat besar. Secara umum, penurunan ARPU yang terjadi juga merupakan implikasi dari bertambahnya jumlah pelanggan yang cukup besar dalam lima tahun terakhir namun tidak diikuti dengan peningkatan penggunaan oleh pelanggan. Penurunan ARPU dari tahun 2005 sampai kuartal I 2010 berkisar antara yang

2007 2008 2009 Telkom Group 16,9% -6,6% 5,6% Indosat Group 23,6% 6,6% -5,5% XL-Axiata 37,4% 46,3% 20,9% Bakrie 87,1% 50,9% 54,2% Mobile-8 0,7% -121,0% 325,0% -150% -100% -50% 0% 50% 100% 150% 200% 250% 300% 350%

| 40 paling rendah yaitu sebesar 45% (XL-Axiata) sampai dengan yang paling tinggi yaitu sebesar 100% (Mobile-8)

Tabel 6.13. Perkembangan ARPU Operator Telepon Tahun 2005 - Semester I 2010

Operator 2005 2006 2007 2008 2009 2010*

Telkom FWA 47.000 54.000 53.000 31.335 22.319 17.000 Telkomsel 87.000 84.000 80.000 59.000 48.000 43.000 Indosat 67.113 60.023 52.828 38.282 37.330 34.719 Indosat FWA N.A 45.905 34.641 22.858 28.402 18.362 XL-Axiata 60.000 46.000 47.000 37.000 36.000 33.000 Bakrie 116.913 70.891 48.315 39.000 33.380 28.000 Mobile 8 62.332 48.013 39.791 17.621 12.986 N.A Hutchinson N.A N.A 14.971 11.414 11.000 N.A STI N.A N.A 37.147 23.857 22.252 N.A *) Sampai Kwartal I Tahun 2010

Gambar 6.22. Pertumbuhan ARPU Operator 2006 - Semester I 2010

Gambar 6.22 yang memperlihatkan perkembangan ARPU operator telepon di Indonesia semakin menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan ARPU operator dari tahun ke tahun. Hampir semua operator menunjukkan trend penurunan ARPU dengan rata-rata penurunan paling besar dialami oleh Bakrie dan Mobile-8 yaitu 24.2% per tahun dan 30,5% per tahun. Dari pola penurunan ini terlihat bahwa operator yang berbasis teknologi CDMA menunjukkan penurunan ARPU yang lebih tajam dibanding operator yang berbasis teknologi

2006 2007 2008 2009 2010* Telkom FWA 14,9% -1,9% -40,9% -28,8% -23,8% Telkomsel -3,4% -4,8% -26,3% -18,6% -10,4% Indosat -10,6% -12,0% -27,5% -2,5% -7,0% Indosat FWA 0,0% -24,5% -34,0% 24,3% -35,3% Excelcom -23,3% 2,2% -21,3% -2,7% -8,3% Bakrie -39,4% -31,8% -19,3% -14,4% -16,1% Mobile 8 -23,0% -17,1% -55,7% -26,3% 0,0% -60,0% -50,0% -40,0% -30,0% -20,0% -10,0% 0,0% 10,0% 20,0% 30,0%

| 41 GSM. Namun khusus untuk Bakrie Esia, ARPU perusahaan menunjukkan penurunan yang semakin rendah. ARPU yang semakin rendah ini pula yang membuat promosi yang dilakukan oleh operator mulai diarahkan pada loyalitas pelanggan dan meningkatkan penggunaan.

Analisis secara khusus untuk ARPU telepon bergerak seluler seperti ditunjukkan oleh Tabel 6.14 menunjukkan bahwa penurunan ARPU sangat terlihat untuk jenis pelanggan prabayar. Penurunan ini terlihat jelas pada tiga operator utama yang menguasai pangsa pasar telepon bergerak seluler yaitu Telkomsel, Indosat dan XL-Axiata. Sementara untuk ARPU pasca bayar, sebagian justru mengalami peningkatan seperti pada XL-Axiata dan Hutchinson CPT. Penurunan ARPU prabayar dari XL-Axiata dari 2008 ke kuartal I 2010 mencapai 5,7% dengan rata-rata penurunan 8,1% per tahun. Sementara penurunan ARPU prabayar untuk Telkomsel dari 2008 ke kuartal I 2010 mencapai 28,3% dengan penurunan rata-rata 18,6% per tahunnya. Penurunan ini lebih rendah dari pada sebelumnya yang mencerminkan ARPU yang semakin baik dari kedua operator ini.

Sementara untuk pelanggan pasca bayar, ARPU XL-Axiata dari 2008 ke kuartal I 2010 meningkat 17,8% dengan peningkatan rata-rata 5% per tahun. ARPU pasca bayar dari HTCP meningkat dari 2007 ke 2009 sebesar 70,1% dengan peningkatan rata-rata 31,8%. Jika dilihat bahwa penambahan pelanggan juga paling banyak terjadi untuk jenis pelanggan pra bayar, maka hal ini sejalan dengan thesis bahwa peningkatan pelanggan berimplikasi pada penurunan ARPU dari operator. Sehingga operator perlu mempertimbangkan strategi pemasarannya dengan lebih menekankan pada membangun loyalitas dan meningkatkan pengunaan daripada upaya menarik jumlah pelanggan baru.

Penurunan ARPU yang terus terjadi dan dialami oleh semua operator mendorong terjadinya pergeseran promosi tidak hanya menambah pelanggan baru, akan tetapi lebih mengarahkan pada membangun loyalitas pelanggan dan meningkatkan penggunaannya.

| 42 Tabel 6.14. Perkembangan ARPU Telepon Bergerak Seluler Tahun 2007 – Kuartal I 2010

No Nama Operator 2008 2009 2010* Pra-bayar Pasca bayar Blen- ded Pra-bayar Pasca bayar Blen- ded Pra-bayar Pasca bayar Blen- ded

1 STI 23.813 186.483 210.296 22.221 128.541 22.252 N.A N.A N.A 2 XL-Axiata 35.000 152.000 37.000 34.000 167.000 36.000 33.000 187.000 33.000 3

Natrindo

Telepon Selular 6.500 0 6.500 6.300 - 6.300 N.A N.A N.A 4 Hutchison CPT 11.161 128.928 11.414 11.000 194.000 11.000 N.A N.A N.A 5 Mobile 8 Tel 14.495 73.963 17.621 11.310 48.918 12.986 N.A N.A N.A 6 Smart Telecom 24.000 55.000 26.000 25.000 52.000 26.000 N.A N.A N.A 7 Telkomsel 53.000 216.000 59.000 43.000 214.000 48.000 38.000 211.000 43.000 8 Indosat Tbk 34.654 182.147 38.282 33.138 175.327 37.330 N.A N.A 34.719

*) Sampai kuartal I Tahun 2010

Gambar 6.23. Pertumbuhan (Penurunan) ARPU Operator Seluler 2007-2009

Gambar 6.23 yang menunjukkan pertumbuhan ARPU operator seluler semakin memperjelas bahwa ARPU operator cenderung mengalami penurunan yang ditandai dengan pertumbuhan ARPU yang sebagian besar menunjukkan nilai yang negatif. Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa pertumbuan ARPU yang positif lebih banyak terjadi pada kelompok pascabayar. Sementara untuk kelompok prabayar kebanyakan menunjukkan pertumbuhan ARPU yang negatif.

Pra-bayar Pasca bayar Blende d Pra-bay ar Pasca bayar Blende d Pra-bay ar Pasca bayar Blende d 2007 2008 2009 PT. STI -25,7% 256,4% -27,9% -35,6% -4,9% 466,1% -6,7% -31,1% -89,4% PT. Excel Axiata -75,0% 269,0% 2,2% -18,6% -1,9% -21,3% -2,9% 9,9% -2,7% PT. NTS -61,2% 66,6% -25,8% -82,0% -100,0% -84,4% -3,1% 0,0% -3,1% PT. HCPT 0,0% 0,0% 0,0% -24,7% 13,0% -23,8% -1,4% 50,5% -3,6% PT. Mobile 8 Tel 20,8% 14,3% 21,2% -61,1% -35,9% -55,7% 0,0% 0,0% 0,0% PT. Smart Telecom 0,0% 0,0% 0,0% -4,0% -50,0% -42,2% 4,2% -5,5% 0,0% PT. Telkomsel -3,9% -3,6% -4,8% -25,4% -18,2% -26,3% -18,9% -0,9% -18,6% PT. Indosat Tbk -10,8% -6,2% -12,0% -26,3% -0,3% -27,5% -100,0% -100,0% -5,9% -200% -100% 0% 100% 200% 300% 400% 500%

| 43 Pada operator telepon tetap kabel, nilai nominal ARPU masih cukup tinggi terutama untuk PT. Telkom dan BBT. ARPU telepon tetap kabel Telkom sampai tahun 2009 masih sebesar Rp. 150.640, sementara ARPU telepon tetap kabel PT. BBT masih sebesar Rp. 776.198.. Hal ini disebabkan bahwa untuk jenis telepon tetap kabel, sudah memiliki pelanggan tetap dengan peningkatan pelanggan yang tidak terlalu banyak. Akibatnya penggunaan oleh pelanggan tetap yang jumlahnya tidak sebanyak pelanggan telepon nirkabel atau bergerak menyebabkan ARPU-nya masih cukup tinggi. Belum didapatkan data untuk kuartal I tahun 2010 untuk ARPU telepon kabel ini.

Tabel 6.15. Perkembangan ARPU Telepon Tetap

No Operator Tahun Kabel Nirkabel Prabayar Nirkabel Pascabayar Nirkabel Blended 1 PT. Telkom 2007 186.000 45.000 114.000 53.000 2008 166.131 24.509 110.314 31.335 2009 150.640 16.232 139.125 22.319 2010* 15.000 83.000 17.000 2 PT. Bakrie Telecom 2007 - 45.326 131.329 48.315 2008 0 39.000 130.000 39.000 2009 - 28.341 99.079 29.178 2010* 27.000 107.000 28.000 3 PT. Batam Bintan Telekomunikasi 2007 856.000 - - - 2008 776.198 - - - 2009 516.132 - - - 4 PT. Indosat 2007 316.965 26.590 170.160 34.641 2008 797 17.955 94.955 22.858 2009 23.207 23.207 69.160 28.402 2010* - 14.691 51.374 18.362 *) Sampai Kuartal I Tahun 2010

ARPU telepon nirkabel menunjukkan kondisi yang berbeda antara kelompok pra bayar dengan pasca bayar. Pada kelompok prabayar menunjukkan nilai ARPU yang kecil dan semakin menurun terutama pada dua operator utama yaitu telkom dan Bakrie. ARPU nirkabel prabayar untuk Telkom (Flexi) pada kuartal I 2010 misalnya hanya Rp. 15.000 dan untuk blended hanya Rp. 22.000. Sementara untuk Bakrie (Esia), ARPU prabayar pada kuartal I 2010 hanya sebesar Rp. Rp. 27.000 dan untuk Nirkabel Blended Rp. 28.000. Sementara untuk kelompok pasca bayar, nilai nominal ARPU-nya masih cukup tinggi. Pada kuartal I 2010, nilai ARPU pasca bayar untuk Telkom (Flexi) meskipun menurun tajam

| 44 dibanding dibanding tahun sebelumnya, masih mencapai Rp. 83.000. Sedangkan untuk Bakrie (Esia) nilai ARPU pasca bayarnya masih sebesar Rp. 107.000. Sama seperti telepon tetap kabel, pelanggan telepon nirkabel pascabayar juga merupakan pelanggan tetap dengan jumlah pelanggan yang tidak banyak. Sementara untuk pelanggan nirkabel prabayar, menunjukkan nilai nominal ARPU yang tidak besar meskipun trend penurunannya sebenarnya juga tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan jumlah pelanggan telepon nirkabel prabayar yang cukup banyak sehingga ARPU cenderung kecil.

Jika dilihat dari trend penurunannya, tabel 6.16 menunjukkan bahwa penurunan ARPU pada telepon tetap nirkabel cenderung lebih besar daripada telepon tetap kabel dan pada telepon tetap nirkabel, penurunan pada kelompok prabayar cenderung lebih besar daripada kelompok pasca bayar. Pada operator utama telpon tetap kabel yaitu PT. Telkom, penurunan ARPU pada periode 2006-2009 secara total hanya mencapai 16% dan rata-rata hanya 5,5% per tahun. Sementara untuk nirkabel pasca bayarnya, penurunan ARPU mencapai rata-rata 8,3% per tahun. Bahkan untuk nirkabel pra bayar, penurunan ARPU secara total mencapai 53,3% dengan penurunan rata-rata mencapai 14,3%. Sementara untuk Bakrie Telecom yang menjadi salah satu operator utama telepon tetap nirkabel, penurunan ARPU pra bayar secara total pada 2006 - Maret 2010 mencapai 53% dengan penurunan rata-rata 17,1%. Sementara utntuk pasca bayarnya, penurunan total mencapai 44% dengan rata-rata penurunan 12,5% per tahun.

Tabel 6.16. Trend penurunan ARPU Operator Telepon Tetap 2006 -kuartal I 2010

No. Operator Perubahan Kabel* Nirkabel

Prabayar Nirkabel Pascabayar Nirkabel Blended 1. PT. Telkom

Rata-Rata per tahun -5,4% -14,3% -8,3% -24,0% Total 2006- Maret

2010 -16,0% -53,3% 2,8% -59,0%

2. PT. Bakrie Telecom

Rata-Rata per tahun -17,1% -12,5% -18,3% Total 2006-Maret

2010 -53,0% -44,0% -55,7%

3. PT.Indosat

Rata-Rata per tahun -27,5% -11,4% -27,4% -14,5% Total 2006-Maret

2010 -99,7% -42,0% -75,8% -54,2%

| 45

Dalam dokumen Bab 6 Bidang Telekomunikasi (Halaman 34-45)

Dokumen terkait