• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan keuntungan dan kerugian menurut Fiqh Islam di Desa Jatipuro Kecamatan Karangjati Kabupaten Ngawi

KARANGJATI KABUPATEN NGAWI

B. Penetapan keuntungan dan kerugian menurut Fiqh Islam di Desa Jatipuro Kecamatan Karangjati Kabupaten Ngawi

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tercapainya kesepakatan merupakan unsur terpenting dari suatu perjanjian. Dengan demikian lahirlah hak-hak dan kewajiban para pihak yang terkait dalam perjanjian. Sehingga para pihak wajib melaksanakan apa yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Jika tidak melaksanakan apa yang telah disepakati, maka akan menimbulkan kerugian disalah satu pihak wajib

kewajiban sebagaimana yang ditentukan perjanjian.3 Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut.4 Wanprestasi dari suatu perjanjian yaitu: Tidak memenuhi prestasim Tidak sempurna memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi.5

Dalam hukum Islam wanprestasi sangatlah dilarang, karena hal tersebut dianggap dapat merugikan pihak lain yang melakukan perjanjian. Larangan tersebut dijelaskan dalam al-Qur’anal-Maidah yang mengatakan “hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (QS. Al-Maidah: 1).6

Dalam akad antara petani dan pihak pabrik rokok tersebut menimbulkan kerugian salah satu pihak, hal ini sebagaimana tidak ada penjelasan di awal akad antara pihak petani dengan pihak pabrik rokok tentang resiko kerugian di masa yang akan datang.7 Dalam hal ini menimbulkan kerugian dari salah satu pihak yaitu pihak petani dimana pak Paniran dari hasil panen tembakaunya yang ternyata hasilnya tidak sesuai dengan panen-panen sebelumnya. Hal ini terjadi karena tembakau hasil panen pak paniran kurang berkualitas sehingga pihak pabrik tidak mau membelinya dan akhirnya untuk menghindari kerugian yang lebih besar lagi pihak petani terpaksa tetap menjual hasil panen tembakau di pihak lain. Dalam hal ini memang tidak ada kesepakatan di awal terkait kerugian, sehingga yang dilakukan pihak pabrik tidak mau membeli hasil panen tembakau yang kurang berkualitas

3 Lubis, Hukum Ekonomi Islam. 154.

4 Salim, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), 98.

5 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata (Jakarta: Rajawali Press, 2014), 205.

6 Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya. 156

panen berkualitas.

Hal ini dibenarkan oleh bapak mardi yang mengalami kerugian pada hasil panen tembakau karena factor alam yang tidak menentu seperti suhuyang tidak menentu antara datangnya musim hujan dan musim kemarau yang dapat mengakibatkan tanaman tembakau tidak tumbuh subur pada semestinya. sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Maidah 93: bahwa “sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”

Istilah ‘ash dalam al-Qur’an mengacu kepada pernyataan seseorang untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Perjanjian yang dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan pihak lain, baik setuju maupun tidak, tidak berpengaruh kepada janji yang dibuat oleh orang tersebut, seperti yang di jelaskan dalam surat Ali imran: 76 bahwa “janji tetap mengikat orang yang membuatnya”.8

Kemudian mengenai syarat sahnya suatu perjanjian dapat di kemukan sebagai berikut:Tidak menyalahi hukum syariah yang di sepakati adanya, Bahwa pada dasarnya setiap orang bebas membuat perjanjian, akan tetapi kebebasan itu ada batasannya yaitu tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam baik yang ada di dalam al-qur’an maupun dalam al hadith.

Hal ini dapat diartikan bahwa dalam sebuah perjanjian harus didasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela dan didalamnya tidak boleh mengandung unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Jika syarat ini tidak terpenuhi, perjanjian yang

Dalam sebuah perjanjian harus jelas apa saja yang menjadi obyeknya, hak dan kewajiban para pihak terlibat di dalamnya. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak bersifat batal demi hukum.Perjanjian yang dibuat secara sah menurut hukum Islam mempunyai dua macam konsekunsi yuridis. Pertama, bahwa perjanjian harus diaksanakan oleh para pihak dengan sukarela dan dengan itikad baik. Dalam hal perjanjian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak atau terjadi wanpretasi, maka memberikan hak kepada pihak lain untuk menuntut ganti rugi dan memutuskan perjanjian. Kedua, bahwa perjanjian yang diabaikan oleh salah satu pihak, maka ia akan medapatkan sanksi dari Allah swt di akirat kelak.10

Dalam hal wanprestasi ini juga melanggar asas dalam hukum perjanjian Islam, sepertiAsas kebebasan berakad (Mabda’hururiyah at-t’aduq .Asas ini merupakan prinsip dasar hukum perjanjian Islam, dalam artian para pihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad. Bebas dalam menentukan obyek perjanjian, serta bebas menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian sengketa jika terjadi dikemukan hari. Adanya asas kebebasan berakad dalam hukum Islam di dasarkan kepada dalil yang berbunyi. Cara menyimpulkan kebebasan berakad dari ayat yang di kutip adalah bahwa menurut kaidah usul fiqih perintah dalam ayat ini menunjukkan wajib. Dalam ayat ini akad disebutkan dalam bentuk jamak yang di beri kata sandang ‘’al’’ (al-‘uqūd). Dengan demikian dari ayat tersebut dapat disimpukan bahwa orang dapat membuat akad itu wajib di penuhi.11

9 Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, 29-30

10 Ibid,. 30-31.

11 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah :Studi Tentang Teori dan Akad Dalam Fikih Muamlah

berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi dalam al-Qur’an surat al- isra ayat 34: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya.

Akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka tidak boleh menimbulkan kerugian atau memberatkan keadaan. Pada akad yang terjadi antara petani dan pihak rokok tidak mewujudkan sebuah kemaslahatan dimana dalam akad ini menimulkan kerugian bagi salah satu pihak. Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi suatu perubahan keadaan yang tidak dapat di penuhi sebelumnya serta membawa kerugian yang fatal bagi pihak bersangkutan sehingga memberatkan, maka keawajiban dapat diubah dan disesuaikan kepada batas masuk akal. Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum, dasar hukum Islam keadilan langsung merupakan perintah al-Qur’an yang menegaskan berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa al maidah ayat 8. Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang di buat oleh para pihak. Sering kali di zaman modern akad di tutup oleh suatu pihak dengan pihak yang lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk melakukan negoisasi mengenai akad tersebut. Selain itu pelaksanan asas ini dalam suatu perjanjian atau kadang menurut para pihak untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan keadaan dan memenuhi semua keajiban. Perjanjian yang harus senantiasa mendatangkan keuntungan kerugian bagi salah satu pihak.

Berdasarkan pertimbangan tinjauan hukum Islam akad antara pabrik rokok dengan petani fasik (rusak). Karena adanya faktor yang menimbulkan perjanjian tersebut batal demi hukum.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

1. Menurut Tinjaun Fiqh Islam akad kerjasama antara petani tembakau dengan pabrik rokok di Desa Jatipuro Kecamatan Karangjati Kabupaten Ngawi bersifat sukarela, Sedangkan dari segi rukun dan menurut barangnya rokok adalah haram belum sesuai dengan Fiqh Islam dan menurut syara’. Konsep kerja sama antara kedua belah pihak secara teori unsur syirkah tidak sah, karena tidak terpenuhinya rukun dan syarat

perjanjian dalam hukum Islam. Dimana dalam hal ‘aqidain dijelaskan bahwa syirkah

mengandung tabarru’, bukan merupakan transaksi irfaq (pemberi manfaat). Sedangkan fakta yang terjadi yakni bahwa petani tembakau tidak ada perjanjian diawal bahwa petani harus menjual hasil tembakaunya dengan kualitas baik kepada pabrik rokok. Dilihat dari syarat atau klausul akad syirkah bahwa kerjasama yang dilakukan oleh kedua belah pihak tidak sesuai perjanjian diawal yang seharusnya pihak pertama mau menerima apaun ketika tembakau berkualitas baik atau rendah tetapi pihak pertama tidak mau menerimanya karena hasil tembakaunya tidak berkualitas.

2. Penetapan keuntungan dan kerugian dari pihak kerjasama antara pabrik rokok dengan petani tembakau di Desa Jatipuro Kecamatan Karangjati Kabupaten Ngawi, disini yang

berkualitas bagus baru pabrik mau membelinya, namun itu terjadi pada seiringnya berjalannya masa panen dengan adanya prosentase ini termasuk kategori syarat fasid yang mufsid, dimana keuntungan hanya dapat dimanfaatkan sepihak, shohibul ma>l

(pemberi modal) saja. Karena ada syarat pengembaliannya dengan nilai lebih, maka akad kerjasama menjadi batal (haram).

B. SARAN

1. Kepada pihak pabrik rokok tembakau seharusnya dalam kerjasama harus sesuai akad perjanjian tulis bukan hanya bersosialisasi saja tetapi tidak ada akad perjanjian di awal, Supaya tidak menimbulkan kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan oleh kedua belah pihak dalam hal ini harus di lakukan akad perjanjian sebelum pihak petani menyetujui supaya akad perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam sehingga dapat menguatkan jika ada perselisihan karena teori perjanjian seperti itu pada umumnya.

2. Kepada pihak masyarakat petani di Desa Jatipuro Kabupaten Ngawi janganlah sekali-kali sekali-kalian melakukan kerjasama yang bersosiaisasi saja namun harus jeli dan tanggap dalam melakukan melakukan kerjasama yang sesuai dengan hukum Islam, menggunakan akad perjanjian yang jelas dan keuntungan dan kerugian harus jelas berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak di lakukan secara perjanjian di awal baik beruapa lisan atau tulis dan harus ada saksi yang melihatnya ketika melakukan akad kerjasama.

Dokumen terkait