• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Vonis Zina

Bab 11 : Hukum Perzinaan

G. Penetapan Vonis Zina

Untuk bisa melakukan hukuman bagi pezina, maka harus ada ketetapan hukum yang syah dan pasti dari sebuah mahkamah syariah atau pengadilan syariat. Dan semua itu harus melalui proses hukum yang sesuai pula dengan ketentuan dari langit yaitu syariat Islam.

Allah telah menetapkan bahwa hukuman zina hanya bisa dijatuhkan hanya melalui salah satu dari dua cara :

1. Ikrar atau pengakuan dari pelaku

Pengakuan sering disebut dengan `sayyidul adillah`, yaitu petunjuk yang paling utama. Karena pelaku langsung mengakui dan berikrar di muka hakim bahwa dirinya telah

melakukan kejahatan. Bila seorang telah berikrar di muka hakim bahwa dirinya berzina, maka tidak perlu adanya saksi-saksi.

Di zaman Rasulullah SAW, hampir semua kasus perzinahan diputuskan berdasarkan pengakuan para pelaku langsung. Seperti yang dilakukan kepada Maiz dan wanita Ghamidiyah.

Teknis pengakuan atau ikrar di depan hakim adalah dengan mengucapkannya sekali saja. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Imam Malik ra., Imam Asy-Syafi`i ra., Daud, At-Thabarani dan Abu Tsaur dengan berlandaskan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada pelaku zina. Beliau memerintahkan kepada Unais untuk mendatangi wanita itu dan menanyakannya,

`Bila wanita itu mengakui perbuatannya, maka rajamlah`.

Hadits menjelaskan kepada kita bahwa bila seorang sudah mengaku, maka rajamlah dan tanpa memintanya mengulang-ulang pengakuannya.

Namun Imam Abu Hanifah ra. mengatakan bahwa tidak cukup hanya dengan sekali pengakuan, harus empat kali diucapkan di majelis yang berbeda. Sedangkan pendapat Al-Hanabilah dan Ishaq seperti pendapat Imam Abu Hanifah ra., kecuali bahwa mereka tidak mengharuskan diucapkan di emapt tempat yang berbeda.

Bila orang yang telah berikrar bahwa dirinya berzina itu lalu mencabut kembali pengakuannya, maka hukuman hudud bisa dibatalkan. Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah, Asy-Syafi`iyyah dan Imam Ahmad bin Hanbal ra.

Dasarnya adalah peristiwa yang terjadi saat eksekusi Maiz yang saat itu dia lari karena tidak tahan atas lemparan batu hukuman rajam. Lalu orang-orang mengejarnya beramai-ramai dan akhirnya mati. Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW, beliau menyesali perbuatan

orang-orang itu dan berkata,

`Mengapa tidak kalian biarkan saja dia lar ?`. (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

Sedangkan bila seseorang tidak mau mengakui perbuatan zinanya, maka tidak bisa dihukum. Meskipun pasangan zinanya telah mengaku.

Dasarnya adalah sebuah hadits berikut :

Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata bahwa dia telah berzina dengan seorang wanita. Lalu Rasulullah SAW

mengutus seseorang untuk memanggilnya dan

menanyakannya, tapi wanita itu tidak mengakuinya. Maka Rasulullah SAW menghukum laki-laki yang mengaku dan melepaskan wanita yang tidak mengaku. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

2. Saksi yang bersaksi di depan mahkamah

Ketetapan bahwa seseorang telah berzina juga bisa dilakukan berdasrkan adanya saksi-saksi. Namun persaksian atas tuduhan zina itu sangat berat, karena tuduhan zina sendiri akan merusak kehormatan dan martabat seseorang, bahkan kehormatan keluarga dan juga anak keturunannya. Sehingga tidak sembarang tuduhan bisa membawa kepada ketetapan zina. Dan sebaliknya, tuduhan zina bila tidak lengkap akan menggiring penuduhnya ke hukuman yang berat.

Syarat yang harus ada dalam persaksian tuduhan zina adalah :

a. Jumlah saksi minimal empat orang.

Allah berfirman

Dan terhadap wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu yang menyaksikan`.(QS. An-Nisa` : 15).

mereka yang bersaksi itulah yang harus dihukum hudud. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh Umar bin Al-Khattab terhadap tiga orang yang bersaksi atas tuduhan zina Al-Nughirah. Mereka adalah Abu Bakarah, Nafi` dan Syibl bin Ma`bad.

b. Sudah Baligh

Para saksi ini sudah baligh semua. Bila salah satunya belum baligh, maka persaksian itu tidak syah.

c. Berakal

Para saksi ini adalah orang-orang yang waras akalnya.

d. Beragama Islam

Para saksi ini adalah orang-orang yang beragama Islam.

e. Melihat Langsung

Para saksi ini melihat langsung dengan mata mereka peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita yang berzina.

f. Bahasa Yang Jelas

Para saksi ini bersaksi dengan bahasa yang jelas dan vulgar, bukan dengan bahasa kiasan.

g. Melihat Zina Dalam Satu Majelis

Para saksi melihat peristiwa zina itu bersama-sama dalam satu majelis dna dalam satu waktu. Dan bila melihatnya bergantian, maka tidak syah persksian mereka.

h. Laki-laki

Para saksi ini semuanya laki-laki. Bila ada salah satunya wanita, maka persaksian mereka tidak syah.

Di luar kedua hal diatas, maka tidak bisa dijadikan dasar hukuman hudud, tetapi bisa dilakukan hukuman ta`zir karena tidak menuntut proses yang telah ditetapkan dalam

syariat secara baku.

Bahkan bila ada seorang wanita hamil dan tidak ada suaminya, tidak bisa langsung divonis telah berzina. Tetap diperlukan pengakuan atau persaksian. Ini adalah pendapat jumhur ulama.

Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib bertanya kepada wanita yang hamil di luar nikah,`Apakah kamu dipaksa berzina ?`. `Tidak`. `Barangkali ada laki-laki yang menidurimu saat kamu tidur ? `. . .

Hanya Imam Malik ra. yang mengatakan bahwa bila ada wanita hamil tanpa suami dan tidak ada indikasi diperkosa, maka wanita itu harus dihukum hudud.

Dari Masruq dari Abdillah ra berakta bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal : orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah".(HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmizy, An-Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimy)

Dokumen terkait