BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 7
2.5 Langkah – Langkah Pengukuran
2.5.1 Penetapan Waktu Baku
Waktu baku adalah waktu yang diperoleh seorang operator yang berkualitas baik untuk menyelesaikan pekerjaannya, dimana sudah terdapat pengaruh dari kelonggaran. (Wignjosoebroto, 1995)
Waktu Baku = Waktu Normal x
Dimana : Wb = Waktu Baku / Waktu Standart Wn = Waktu Normal
2.5.2 Perhitungan Output Standart
Perhitungan output stardart merupakan langkah berikutnya setelah dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan data.Menurut (sutalaksana, 1979) untuk mendapatkan output standart dapat ditempuh langkah – langkah sebagai berikut :
100%
a. Mengetahui waktu siklus rata – rata untuk tiap elemen kegiatan (Ws) Ws =
N
X
if
ijx
= Waktu pengamatan N = Jumlah pengamatan b. Mengetahui Waktu Normal (Wn)Wn = Ws x p Dimana Ws = Waktu Siklus
p factor penyusuaian yang digunakan untuk menormalkan waktu pengamatan yang diperoleh.
c. Menghitung Waktu Baku (Wb) Wb = Wn x
Dimana : Wb = Waktu Baku / Waktu Standart Wn = Waktu Normal
Dimana allowance merupakan faktor kelonggaran yang dinyatakan dalam % dari waktu normal dan diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaanya disamping waktu normal.
d. Menghitung output Standart (OS)
OS =
Dimana : 1 = Waktu Satu Periode Os = Output Standart
100%
100% - % allowance
1
2.6 Faktor Penyesuaian (Performance Rating)
Tidak semua orang mempunyai kecepatan yang sama dalam melakukan pekerjaan karena berbagai faktor. Lambat atau cepat seseorang bekerja dapat disengaja atau tidak disengaja. Kondisi ini yang biasa orang bekerja tidak wajar. Menurut Sutalaksana dkk, 1989, ketidakwajaran tersebut karena bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat karena seolah-olah diburu waktu, atau menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruanan yang buruk
Dalam melakukan penyesuaiaan (Performance Rating) berusaha menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja karyawan pada saat diamati akibat kecepatan kerja karyawan, tingkat keterampilan, lingkungan dan lain-lain yang berubah-ubah. Faktor penyesuaian dianalisis berdasarkan pengamatan sebelum penelitian berlangsung dan bersifat subyektif tergantung pada penelitian, tetapi paling tidak diusahakan untuk mendekati kenyataan.
Dengan melakukan performance rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “dinormalkan” kembali. Ketidak normalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana semestinya.
Biasanya penyesuaian dilakukan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Dalam waktu yang tidak terlampau lama kita dapat menyatakan, misalnya orang tersebut kerjanya lambat atau sangat cepat. Ini tidak lain berarti kita telah membandingkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain yang wajar, walaupun tidak selalu mudah untuk dinyatakan.
Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka hal ini dilakukan dengan mengadakan penyesuaian yaitu dengan mengalikan waktu pengamatan rata-rata dengan faktor penyesuaian (p). Guna melaksanakan pekerjaan secara normal maka dianggap operator tersebut cukup berpengalaman pada saat bekerja melaksanakannya tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya.
Sehubungan dengan faktor penyesuaian dikembangkanlah dengan cara untuk mendapatkan harga p termasuk cara-cara yang berusaha se-obyektif mungkin. Diantaranya yaitu :
a. Cara pertama adalah cara persentase merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian.
b. Cara Shumard memberikan patokan-patokan penelitian melalui kelas performansi kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri.
Tabel 2.2. Faktor Penyesuaian Menurut Shumard Kelas Penyesuaian Superfast 100 Fair+ 95 Fair 90 Fair - 85 Excellent 80 Good + 75 Good 70 Good - 65 Normal 60 Fair + 55 Fair 50 Fair - 45 Poor 40 (Sutalaksana, Dkk, 1979).
c. Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja, dan Konsistensi. Dengan pembagian 4 faktor ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja dilihat dari berbagai segi. Karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih obyektif.
Tabel 2.3. Faktor Penyesuaian Menurut Westinghouse.
Faktor Kelas Lambang Penyususan
Superskill A1 + 0,15 A2 + 0,13 Excellent B1 + 0,11 B2 + 0,08 Good C1 + 0,06 C2 + 0,03 Average D 0,00 Fair E1 - 0,05 E2 - 0,10 Poor F1 - 0,16 Ketrampilan F2 - 0,22 Excessive A1 + 0,13 A2 + 0,12 Excellent B1 + 0,10 B2 + 0,08 Good C1 + 0,05 C2 + 0,02 Average D 0,00 Fair E1 - 0,04 E2 - 0,08 Poor F1 - 0,12 Usaha F2 - 0,17 Ideal A + 0,06 Excellent B + 0,04 Good C + 0,02 Average D 0,00 Fair E - 0,03 Kondisi Kerja Poor F - 0,07 Perfect A + 0,04 Excellent B + 0,03 Good C + 0,01 Average D 0,00 Fair E - 0,02 Konsistensi Poor F - 0,04 Sutalaksana, Dkk(1979) Cara pemberian nilai
Cara pemberian nilai setiap karyawan yaitu nilai performance kerja seseorang karyawan dibagi dengan nilai performance seorang karyawan
yang dipandang bekerja normal. Apabila faktor penyesuian (p) > 1 maka karyawan bekerja cepat, faktor penyesuaian (p) = 1 maka karyawan bekerja normal, dan faktor penyesuaian (p) < 1 maka karyawan bekerja lambat.
d. Cara obyektif memperhatikan dua faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerja. Kecepatan kerja adalah dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditujukan oleh operator. Untuk kesulitan kerja menunjukan berbagi keadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut memerlukan banyak anggota badan, apakah penggunaan tangan, dan lain-lain.
Pada penelitian tugas akhir ini menggunakan cara Westing house karena cara ini dianggap lebih lengkap dibandingkan cara-cara yang telah disebutkan diatas. (Sutalaksana, Dkk, 1979).
2.7 Kelonggaran (Allowance)
Kelonggaran ini adalah waktu dimana karyawan melakukan interupsi dari proses berlangsung karena hal-hal tertentu tidak dapat dihindarkan. Waktu yang dibutuhkan dalam menginterupsi proses yang sedang berlangsung ini dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kelonggaran untuk membutuhkan pribadi (Personal Allowance)
Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedar menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, sholat, Bercakap-cakap dengan teman
kerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun dalam bekerja. Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak, misalnya : seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa haus atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisologis yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun. 2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (Fatique Allowance)
3. Rasa lelah atau fatique tercermin antara lain dari menurunnya produktivitas, salah satu ciri-cirinya adalah sering terlambat datang, kurang serius dalam melaksanakan tugasnya, dll.
4. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada pula hambatan yang tidak dapat terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerjaan untuk mengendalikannya, antara lain :
a. Menerima/meminta petunjuk kepada kepala bagian b. Menunggu akibat komputer tidak dapat dioperasikan c. Mengganti tinta printer yang sudah habis
2.8 Work Load analysis (WLA)
Menurut Moekijat (1985) definisi dari Work Load Analysis adalah prosedur yang memberikan atau menghasilkan alat-alat pengukur tenaga kerja standart-standart penyusunan tenaga kerja yang menunjukkan jumlah-jumlah yang dipekerjakan untuk masing-masing jabatan. Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis beban kerja ini dapat digunakan sebagai alat menentukan atau meramalkan kebutuhan tenaga kerja yang sebenarnya dibutuhkan sehingga tidak terjadi kesengajaan jumlah.
Beban kerja (Menurut Sutalaksana,1979) dapat dihitung sebagai berikut : - Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan per unit :
- Waktu Normal : { } x P - Waktu Baku: { } x P x (1+ L) - Beban Kerja = = = % produktif x P (1+L)
%prod X ∑menit_ pengamatan Y
Wb x ∑ output
∑ menit_ pengamatan
(%produktif X ∑menit_pengamtan)p(1+L)+Y Yx∑ menit_ pengamatan
%prod X ∑menit_ pengamatan Y
%prod X ∑menit_ pengamatan Y
Dimana : p = performance
L = Allowence
Y = Jumlah menit pengamatan
Menurut National institutes of Health (2001) Work Load Analysis
merupakan gambaran deskriptif dari kebutuhan beban kerja yang dibutuhkan dalam suatu unit organisasi. Metode ini akan memberikan informasi mengenai pengalokasian sumber daya, prioritas dalam berkomunikasi dan identifikasi kemampuan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menyelesaikan beban kerja.
Kegunaan dari Work Load Analysis adalah :
- Alat Manajemen dalam mengambil keputusan.
- Menganalisa beban kerja berdasarkan kegiatan, disiplin yang dibutuhkan pengalokasian tenaga ahli, penempatan staf pada posisi yang mendesak. - Menganalisa proses-proses kerja yang ada dan mencari jalan yang potensial
untuk meningkatkan efisien dan efektifitas.
- Menyediakan data pendukung dalam meningkatkan dana progam-progam sosial, ekonomi dan penelitian.
- Memfasilitasi diskusi dan pengkajian ulang yang berhubungan dengan produk hasil.
- Proyek yang timbul dari program-program baru/tambahan serta tugas-tugas yang berdasarkan pada beban kerja maupun kekuatan kerja (work force) saat ini dan mendatang.
- Menyediakan data untuk mengkorelasikan beban kerja dengan kebutuhan personal dengan tujuan pengalokasian sumber daya yang lebih
komprehensif.
- Membantu manajer menentukan bagaimana mengurangi kelebihan atau ketidak seimbangan beban kerja.
- Membantu dalam penyusunan kebutuhan pelatihan untuk karyawan.
- Menyediakan data sumber daya manusia ketika organisasi mengalami perubahan.
- Merancang disiplin ilmu apa yang dibutuhkan oleh pekerja dimasa yang akan datang.
- Membantu pengembangan dan evaluasi dari pengukuran performasi.
- Menyediakan data pendukung dalam keputusan alokasi sumber daya.
- Menghasilkan data base dari proses kerja untuk referensi pada masa yang akan datang.
Work Load Analysis terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah menentukan jumlah aktivitas kerja yang dibutuhkan dan hal yang akan diselesaikan pada satu tahun yang mendatang pada setiap unit organisasi. Setiap aktifitas kerja, unit pengukuran, sumber data yang digunakan dan pertimbangan lainnya harus jelas, konsisten dan akurat. Bagian kedua adalah menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktifias-aktifitas kerja berdasarkan disiplinnya. Setiap hasil kerja, sebuah analisa waktu harus dilakukan. Analisa waktu terdiri atas dokumen waktu yang dibututuhkan oleh jabatan yang berbeda untuk menyelesaikan tugasnya.
2.9 Proses produksi dan Cara kerja Separator
Pengertian Separator secara umum adalah suatu alat pemecah fraksi,yang biasanya digunakan dalam bidang MIGAS untuk memisahkan minyak dari lumpur, gas, dan air
Proses produksi produk separator terdiri dari empat proses, yaitu sebagai berikut:
1. Cutting Process
Plat-plat yang telah melalui proses inspeksi,dipisah-pisahkan sesuai dengan ukurannya.Kemudian dipotong dengan alat agar dapat menghasilkan bentuk yang dinginkan
2. Wellding Process
setelah plat melewatiproses pemotongan dilakukan pengelasan pada plat yang dipotong tadi agar menjadi suatu bagian dari separator.Proses pengelasan ini dilakukan oleh orang-orang yang telah ahli dalam bidang pengelasan dan mempunyai sertifikat pengelasan
3. Assembly
Setelah plat tersebut dilas dan menjadi suatu bagian dari separator, bagian-bagian tersebut ditransfer ke bagian-bagian perakitan.Dimana di bagian-bagian perakitan tersebut sebelum dirakit bagian-bagian tersebut akan melalui proses pengecekan kualitas hasil pengelasan sebelumnya,apabila bagian-bagian tersebut tidak terdapat kecacatan maka bagian-bagian tersebut langsung dirakit menjadi separator utuh.
4. Finishing
Setelah menjadi separator utuh,disini separator akan di tes secara menyeluruh atau secara overall.kemudian separator akan melalui proses sunblasting yang bertujuan untuk membersihkan bekas pengelasan yang kurang rapi dan akhirnya di cat.
Sedangkan untuk cara kerja dari separator adalah :
Gas aliran dari sumur masuk ke dalam separator dalam arah tangensial melalui masukan diverter agar pemisahan awal dapat berlangsung secara bersamaan dan efektif dalam suatu aliran. Penenangan gravitasi, gaya sentrifugal, dan benturan pada saat fluida masuk yang diperbesar dengan shell separatorterdapatdalam bentuk lapisan tipis.
Gas dari seksi pemisahan awal mengalir ke bagian atas dan pada saat yang sama cairan yang ada jatuh kebawah masuk kedalam seksi pengumpulan cairan condensate. Penghalang berbentuk kerucut adalah alat bantu atau kelengkapan seperti pemisah antara bagian pengumpulan cairan dengan bagian pemisah awal untuk menjamin agar permukaan cairan menjadi tenang selama proses pemisahan selanjutnya. Pengendalian permukaan cairan dan membiarkan gas terlarut dalam cairan. Sejumlah kecil cairan jatuh kembali ketika dengan terbawa gas yang mengalir keatas dan bergerak masuk ke penghalang sentrifugal yang diletakkan diatas dekat dengan Top vessel.
Pada akhirnya, sebuah mist extractor menangkap gas yanag naik ke atas melewati butiran cairan dalam jumlah yang sedikit. Bagian cairan akan terkumpul dalam satu penampungan sampai menjadi berat untuk kemudian jatuh lagi kedalam bak penampungan cairan.
2.10 Penelitian Terdahulu
Berikut ini merupakan penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini
Fatmah ( 2007 ) dengan judul evaluasi efisiensi kerja dan jumlah pegawai negeri sipil bagian tata usaha instansi badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) perwakilan jawa timur dengan
pendekatan metode work load analysis.Dengan tujuan penelitian
Mengetahui tingkat efisiensi kerja tiap Pegawai Negeri Sipil bagian Tata Usaha berdasarkan beban kerjanya di BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pengembangan) Perwakilan Jawa Timur dan menentukan jumlah tiap Pegawai Negeri Sipil bagian Tata Usaha yang optimal di BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pengembangan) Perwakilan Jawa Timur
BPKP sebagai instansi pemerintahan perlu meningkatkan kualitas kinerja pegawai negeri sipil dengan jabatan stuktural. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pegawai negeri sipil dengan jabatan stuktural adalah keseimbangan beban kerja yang diberikan kepada pegawai tersebut. pegawai negeri sipil dengan jabatan stuktural yang berlebihan beban kerja akan cenderung lebih cepat bosan dan lelah dalam menjalankan tugasnya, sehingga cenderung tidak produktif. Produktif atau tidak produktif seorang pegawai tergantung dengan beban kerjanya untuk itu pihak instansi pemerintahan harus memperhatikan beban kerja yang akan diberikan kepada pegawai negeri sipil dengan jabatan stuktural agar tercapai produktivitas pegawai negeri sipil dengan jabatan stuktural yang optimum. Melihat efisiensi merupakan hal yang
sangat penting maka dilakukan pengembangan berbagai metode untuk menunjang peningkatan efisiensi. Oleh karena itu instansi BPKP menggunakan metode Work Load Analysis (WLA).
Alternatif 1
Total pegawai seluruhnya sebanyak 14 orang pegawai, yang terdiri dari : 5 orang Pimpinan TU, 2 orang Staff Bagian Kepegawaian, 2 orang Staff Bagian Keuangan, 2 orang Staff Bagian P&P, dan 3 orang Staff Bagian Umum.
Alternatif 2
Total pegawai seluruhnya sebanyak 14 orang pegawai, yang terdiri dari : 5 orang Pimpinan TU, 3 orang Staff Bagian Kepegawaian, 1 orang Staff Bagian Keuangan, 2 orang Staff Bagian P&P, dan 3 orang Staff Bagian Umum.
Alternatif 3
Total pegawai seluruhnya sebanyak 15 orang pegawai, yang terdiri dari : 5 orang Pimpinan TU, 3 orang Staff Bagian Kepegawaian, 2 orang Staff Bagian Keuangan, 2 orang Staff Bagian P&P, dan 3 orang Staff Bagian Umum.
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan terhadap 18 orang Pegawai Negeri Sipil Bagian Tata Usaha Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur, yang dibagi kedalam 5 bagian dapat diketahui besarnya tingkat efisiensi masing-masing bagian, sebagai berikut :
a. Pada bagian Pimpinan Tata Usaha, mempunyai rata-rata tingkat efisiensinya sebesar 111.26%, sehingga dapat dikatakan mempunyai efisien tinggi dan tidak perlu dilakukan pengurangan jumlah pegawai. b. Pada Staff Bagian Kepegawaian, mempunyai rata-rata tingkat efiensi
sebesar 88.74% sehingga dikatakan kurang efisien. Setelah dilakukan penelitian, rata-rata tingkat efisiensi dapat dinaikkan sampai 133.12% dengan penambahan tugas masing-masing pegawai.
c. Pada Staff Bagian Keuangan, mempunyai rata-rata tingkat efisiensi sebesar 96.58% sehingga dikatakan kurang efisien. Setelah dilakukan penelitian, rata-rata tingkat efisiensi dapat dinaikkan sampai 97.98% dengan penambahan tugas masing-masing pegawai.
d. Pada Staff Bagian P&P, mempunyai rata-rata tingkat efisiensi sebesar 93.96%. Setelah dilakukan penelitian, rata-rata tingkat efisiensi dapat dinaikkan sampai 140.90 % dengan penambahan tugas masing-masing pegawai.
e. Pada Staff Bagian Umum, mempunyai rata-rata tingkat efiensi sebesar 72.56%. Setelah dilakukan penelitian, rata-rata tingkat efisiensi dapat dinaikkan sampai 90.69%-120.93% dengan penambahan tugas masing-masing pegawai.
Setelah diketahui besarnya beban kerja masing-masing bagian dapat ditentukan jumlah karyawan yang optimal pada masing-masing bagian, antara lain :
a. Pada Pimpinan Tata Usaha, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 5 orang, setelah dilakukan penelitian tidak perlu adanya pengurangan jumlah pegawai.
b. Pada Staff Bagian Kepegawaian, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 3 orang, setelah dilakukan penelitian maka pegawai yang diusulkan sebanyak 2 orang.
c. Pada Staff Bagian Keuangan, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 2 orang, setelah dilakukan penelitian maka pegawai yang diusulkan sebanyak 1 orang.
d. Pada Staff Bagian P&P, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 3 orang, setelah dilakukan penelitian maka pegawai yang diusulkan sebanyak 2 orang.
e. Pada Staff Bagian Umum, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 5 orang, setelah dilakukan penelitian maka pegawai yang diusulkan sebanyak 3-4 orang.
Total keseluruhan pegawai pada kondisi awal setelah dilakukan penelitian sebanyak 14-17 orang dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan total keseluruhan pegawai sebanyak 18 orang dengan tingkat efisiensi yang rendah.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Laser Jaya Sakti yang terletak di Gempol Pasuruan. Pencarian data diambil pada bagian karyawan proses produksi separator. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan April 2010 sampai data telah tercukupi.
3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Variabel merupakan segala sesuatu yang mempunyai variasi nilai yang terukur. Selain itu variable juga dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau merupakan faktor-faktor yang berperan dalam gejala atau peristiwa yang akan diteliti. Pada penelitian ini,variabel yang diteliti terdiri dari dua macam,yaitu :
1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini :
a. Waktu Produktif
Waktu produktif adalah waktu yang secara riil digunakan oleh setiap pekerja untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjan.
b. Beban kerja tiap karyawan,
yang dimaksud beban kerja dalam penelitian ini adalah menentukan/meramalkan kebutuhan tenaga kerja yang sebenarnya dibutuhkan. Beban kerja dapat dihitung dengan mengalihkan besarnya protensi produktif, jumlah menit pengamatan, allowence dan performance ratting kemudian dibagi dengan jumlah menit pengamatan
c. Jumlah karyawan
Yang dimaksud dengan jumlah karyawan adalah banyaknya jumlah karyawan yang tersedia di bagian produksi separator
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat efisiensi kerja,
yang dimaksud dengan tingkat efisiensi kerja dalam penelitian ini adalah efisiensi dalam bidang sumber daya manusia berkaitan dengan aktifitas kerja dan waktu yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya
3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder.Dimana :
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber pertama dengan melakukan wawancara dan pengamatan (observasi) langsung di perusahaan
Sedangkan data sekunder adalah , yaitu data yang berisikan informasi dan teori – teori yang digunakan untuk mendukung penelitian. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen – dokumen dan laporan – laporan tertulis perusahaan, literatur – literatur yang ada di perusahaan dan bagian bahan – bahan atau tulisan – tulisan lain yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.
3.4. Metode Pengolahan Data
Melakukan pengumpulan data mengenai aktivitas/elemen kerja Produksi, yaitu sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi karyawan produksi b. Menentukan Waktu Pengamatan, yaitu :
1. Penetapan interval pengamatan, yaitu jam 07.00-16.00, dikurangi jam istirahat 1 jam
2. Penetapan interval pengamatan terpendek, yaitu 5 menit.
3. Jumlah sampel pengamatan ditetapkan 35 % dari total pengamatan
Jumlah maximum pengamatan/hari =
Interval JamKerja = 5 480 = 96 kali.
Dan 35 % dari 96 kali adalah 33,6 ≈ 34 kali. Pengamatan dilakukan selama 30 hari kerja dengan 34 kali pengamatan/hari secara random. Jadi ada 1020 kali pengamatan.
4. Bilangan random (angka tertinggi bilangan pengamatan).
5. Jam kunjungan = Jam kunjungan awal + (bilangan random X interval).
c. Menentukan Besarnya Beban Kerja Bagian Produksi.
d. Menentukan Jumlah karyawan yang Optimal pada bagian Produksi.
Setelah dilakukan pengumpulan data mengenai aktivitas/elemen kerja Produksi, langkah selanjutnya yaitu pengolahan data. Teknik analisa data atau langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data-data yang berpengaruh terhadap efisiensi kerja produksi, yaitu sebagai berikut.
1. Uji Keseragaman Data :
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang didapat telah seragam dan tidak melebihi dari batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) yang telah ditentukan. Data dikatakan seragam jika berasal dari sistem sebab yang sama, dan bila berada diantara kedua batas kontrol, sedangkan data dikatakan tidak seragam jika berasal dari sistem sebab yang berbeda, dan bila berada diluar batas kontrol. Bila dari keseragaman data terdapat data yang tidak seragam maka data tersebut dibuang.
Rumus-rumus untuk menentukan batas–batas kontrol yaitu :
n
P
P
P
BKA 3 (1 )
n
P
P
P
BKB 3 (1 )
Dimana P adalah :
dengan pi adalah persentase produktif dihari ke-i dan k adalah jumlah hari pengamatan.
dengan ni adalah jumlah pengamatan yang dilakukan dihari ke-i.
2. Uji Kecukupan Data :
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dalam sampling pekerjaan. Untuk mendapatkan jumlah sampel pengamatan yang harus dilaksanakan dapat dicari berdasarkan rumus :
Dimana : N’ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan untuk sampling kerja s = Koefisien Tingkat Ketelitian
P = Presentase terjadinya kejadian yang diamati
k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan yang diambil, yaitu :
- Untuk Tingkat Kepercayaan 68 % , k = 1 - Untuk Tingkat Kepercayaan 95 %, k = 2
- Untuk Tingkat Kepercayaan 99 %, k = 3
k
Pi
n
k
pi
P
P
s
P
k
N
2 2)
1
(
'
Dimana penentuan kecukupan data, yaitu sebagai berikut :
a. Jika N = N’ maka Jumlah Pengamatan yang dilakukan dinyatakan cukup b. Jika N < N’ maka Jumlah Pengamatan yang dilakukan dinyatakan tidak
cukup.